Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23. Putus Cinta mah Bebas

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur dua minggu. Belum ada kegiatan belajar-mengajar untuk hari ini. Siswa-siswi diharuskan membersihkan kelas mereka masing-masing yang masih kotor.

Itulah mengapa Dava ada di sini. Di ruang tata usaha untuk meminta sapu karena ada yang rusak. Dan pemandangan saat kembali ke kelas membuat Dava meremas pegangan sapu dengan kuat. Wajahnya memang tetap tenang, tetapi hatinya sudah memanas sejak matanya tak sengaja menatap Bian yang sudah ada di depan kelas Tasya sambil berbicara berdua.

Dava menghela napas panjang, mencoba meringankan hatinya yang masih panas. "Sabar, Dav. Orang sabar pantatnya lebar!"

Dava kembali melanjutkan langkahnya tanpa menatap lagi kedua manusia yang membuatnya kebakaran jenggot. Cepat-cepat dia masuk ke kelasnya dan membantu teman-temannya untuk menyapu walaupun dia seorang laki-laki.

Kata mamanya, perempuan dan laki-laki itu sama. Nyatanya banyak koki restoran laki-laki, bahkan kadang lebih handal. Jadi jika hanya nyapu biasa atau pun piket kelas, Dava selalu menjalankannya dengan senang hati. Tidak perlu malu atau malas, karena itu sudah tanggung jawabnya.

"Santai dong, Mas, nyapunya!"

Dava menoleh karena merasa kalimat itu ditujukan untuknya. Dia mendengkus keras saat melihat Rico yang berkacak pinggang sambil membawa penggaris kayu panjang yang biasa digunakan untuk menggaris di papan tulis.

"Apaan sih? Kayak mandor aja! Kerja! Jangan cuma nyuruh-nyuruh doang," omel Dava yang ikut-ikutan berkacak pinggang.

Rica hanya mampu cengengesan sambil berlari menjauhi Dava. Entah hanya perasaannya atau memang benar, sedari tadi Dava hanya menggerutu dan mengomel tidak jelas. Entah karena apa. Maka dari itu Rico lebih memilih menghindar daripada terkena amukan Dava.

Dava berdecak melihat jejak sepatu Rico yang ternyata kotor; bekas tanah. Dia menggosoknya dengan sapu agar terlihat bersih, walaupun tidak bersih total.

"Dav, udah, aku aja yang bersihin. Kamu nanam tamanan di pot aja sana!" ujar salah satu teman perempuannya yang diangguki oleh Dava.

Dia pun segera keluar untuk mengecek tanaman di pot yang memang sudah dibuang sebelumnya karena rusak. Dia mengambil tanah lalu menanam tanaman yang tadi pagi sudah dibawa oleh temannya.

"Dav, taru sapu rusaknya di gudang dong!" ujar teman yang lainnya dan lagi-lagi Dava mengangguk.

"Berasa jadi babu sehari," gumam Dava.

Memang sih tadi pagi dirinya yang menawarkan diri untuk membantu teman-temannya yang memang memerlukan bantuannya. Dia ingin menyibukkan diri agar tidak terbayang oleh Tasya terus menerus. Apalagi saat di sekolah. Dia harus bisa konsen belajar! Tetapi ya bukan seperti in  juga sih. Baru saja selesai mengerjakan ini, sudah disuruh yang lainnya. Huft ... sungguh melelahkan!

Dava sudah sampai di depan gudang yang tidak dikunci. Saat dia membuka pintunya, terlihat banyak sekali barang-barang yang sudah rusak dan tidak dipakai menumpuk di sana. Dava segera meletakkan sapunya dan bergegas keluar dari tempat pengap itu. Dia menutup kembali pintunya dan berniat kembali ke kelas.

Namun karena pendengaran tajamnya, Dava mendengar suara seorang laki-laki yang tengah berbicara dengan serius.

"Kamu mau 'kan jadi pacarku?" katanya dengan percaya diri yang tinggi.

Dava sempat ingin mengabaikan sejoli itu. Tapi setelah dipikir lagi, sepertinya dia mengenali suara itu. Suara yang akhir-akhir ini sudah akrab di telinganya.

"Bian?" lirihnya, "jangan bilang dia lagi nembak Tasya," pikir Dava dengan sedikit cemas.

Dia berjalan pelan mendekati sumber suara yang berasal dari samping gudang. Di sana, Dava melihat Bian yang sedang memegang kedua tangan Tasya, menatap Tasya dengan senyum percaya dirinya yang menbuat Dava merasa mual sendiri.

"Sok ganteng banget sih! Dia pikir dia siapa yang bilang seolah-olah Tasya emang mau sama dia? Padahal mukanya biasa aja, gantengan juga aku, keren juga keren aku, pinter? Jangan ditanya lagi masih pinteran aku! Jangan sampai Tasya mau sama Bian, Ya Allah. Jangan sampai Tasya tersesat di kubangan penuh aura negatif!" Dava mengomel sambil berdoa tidak jelas. Dia sampai menengadahkan kedua tangannya layakmya seorang yang berdoa sehabis salat.

"Tolonglah aku Ya Allah. Aku aja ditolak, Bian jangan diterima, please. Nanti Tasya jadi nggak polos-polos imut lagi, tapi polos-polos galak sonbong kayak pawangnya alias si Bian!" Dava terus berdoa sambil menjelek-jelekkan Bian yang sebenarnya hanya sia-sia itu.

"Sya, jangan sampai kamu mau sa—"

"Dav!"

Tepukan di bahunya serta panggilan seseorang membuat Dava menghentikan ucapannya. Dia membalikkan badannya dan menemukan temannya yang tadi menyuruhnya untuk menaruh sapu di gudang sedang menatapnya dengan kening berkerut.

"Kamu ngapain?" tanyanya masih dengan ekspresi yang sama.

Dava meletakkan jari telunjuknya di bibir, meminta agar temannya itu tidak berisik. Karena takut ketahuan, Dava segera menyeret temannya itu untuk menjauhi tempat itu. Hal terakhir yang dilihatnya adalah Tasya yang tersenyum manis kepada Bian.

Dava menjadi berdebar. Apakah Tasya menerima Bian? Apakah mereka sekarang sudah menjadi sepasang kekasih? Tidak, tidak! Dava harus positive thinking!

"Kenapa sih disusul segala?" tanya Dava dengan sedikit kesal saat mereka sudah cukup jauh dari gudang.

"Ya kamu lama sih datengnya! Masa cuma naruh sapu aja lama. Itu yang di atas LCD belum dibersihin!" omel balik temannya.

Dava hanya mempu mengelus dada sambil beristigfar. Jadi dia dicari sampai disusul segala hanya untuk bersihin LCD?! Memang hebat teman-temannya ini! Terus kerjaan yang lain itu apa saja! Astaga, bisa-bisa Dava pindah kelas saja di kelas Tasya!

Dava tersenyum-senyum sendiri dengan pemikirannya. Andaikan dia sekelas dengan Tasya. Dia pasti bisa bertemu setiap hari dengan gadis itu tanpa bersusah payah mencari karena Tasya yang menghindarinya akhir-akhir ini.

"Dav, jangan ngelamun mulu!"

Pekikan temannya serta tarikan di kerah bajunya dari belakang membuat Dava kembali ke alam sadarnya. Dia membalikkan badannya dan mendapati temannya yang sudah menatapnya dengan kesal.

"Kelasnya kelewatan, Dav!"

Kata-kata itu cukup membuat Dava menepuk dahinya pelan sambil berjalan kembali untuk masuk ke kelasnya.

Dan pandangan di dalam kelas membuatnya menganga sendiri sat mendapati teman-temannya sudah meminum es dan makan makanan mereka masing-masing. Sedangkan dia tadi disuruh apa? Bersihin LCD? Ke laut saja sana! Dasar teman-teman tidak tahu terima kasih!

Dengan kasar Dava menyambar kain di atas meja lalu mulai menaiki meja untuk membersihkan LCD.

"Yang semangat, Dav bersihinnya! Jangan cuma semangat ngejar Tasya aja!" celetuk Rico yang membuat teman-teman sekelasnya cekikian menahan tawa.

Dava sudah siap melemparkan kain kotor di tangannya kalau tidak ingat bahwa Rico itu temannya. Sejak bersama Tasya dan sudah tidak lgi ikut olimpiade-olimpiade, Dava menjadi lebih akrab dengn teman-teman sekelasnya. Itu pun atas paksaan Rico. Saat Dava bertanya untuk apa Rico memaksanya, dengan santainya dia menjawab agar Dava tidak bosan jika hanya berbicara dengannya saja. Dasar! Aneh-aneh saja orang satu itu.

"Udah selesai 'kan? Ke kantin yuk, Ric!" ajak Dava sambil lalu.

Dia keluar kelas tanpa melihat Rico menyetujuinya atau tidak. Tapi Dava dapat mendengar langkah kaki di belakangnya yang mengikutinya. Sesampainya di kantin, Dava segera membeli air mineral dingin untuk menyegarkan tenggorokannya yang kering dan panas sedari tadi hanya menggerutu tentang Tasya dan Bian.

Saat Dava sedang minum, tak sengaja matanya melirik pintu masuk kantin. Dan Dava merutuki ulahnya tersebut. Karena reaksi tubuhnya selanjutnya adalah menyemburkan air yang baru saja masuk ke tenggorokannya. Dia sampai terbatuk-batuk sambil menabok punggung Rico yang juga sedang minum, membuat dua orang itu tersedak bersamaan.

"Sakit, Dav!" pekik Rico yang balas menabok Dava. "Itu tangan nggak disekolahin apa?!"

Bukan karena apa Dava sampai seperti itu. Tadi dia melihat Tasya dan Bian yang lewat dengan tangan saling menggandeng dan wajah berseri bahagia.

"Kayak mau nyebrang jalan aja pake gandengan segala! Itu tangan nggak pernah disekolahin apa?!" gerutu Dava sambil meremas botol air mineral yang sebelumnya sidah dia habiskan.

Rico semakin melotot saat mendengar Dava menirukan kata-katanya tanpa membalas perkataannya.

"Orang putus cinta mah bebas!" ujar Rico malas, sambil lalu.

****
TBC. 

Kasihan yak Dava. 😢😆

Gimana sama bab ini?

Jangan lupa comment yak 😘

Sampai jumpa di bab selanjutnya....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro