16. Pria Baru?
Derap langkah yang terdengar di koridor yang mulai ramai membuat Tasya menjadi risih. Dia mengedarkan pandangannya tetapi tetap tidak menemukan sosok yang sedang dicari.
Samar-samar dia mendengar suara bisik-bisik sekelompok siswi yang memang terkenal suka menggosip.
"Eh, tahu nggak? Ada murid baru loh!" ujar salah satu dari tiga gadis yang ada di pojokan, dengan suara yang terdengar sangat antusias.
"Oh ya? Siapa? Siapa? Kok kamu keliatan seneng banget? Ganteng nggak?" tanya gadis yang berdiri di sebelah kanan gadis yang memulai percakapan itu.
"Ada pokoknya! Dia ganteng banget, ya ampun! Adek nggak kuat, Bang!" ujarnya yang terdengar lebay. Tasya bahkan sampai mendengkus kesal mendengar cara dia berbicara.
"Gantengan mana sama Dava?" tanya gadis di sebelah kanan yang diberi anggukan gadis di sebelah kiri.
Gadis yang di tengah mengibaskan tangannya. "Dava mah lewat!"
"Oh ya? Siapa namanya? Siapa tahu calon jodohku yang akhirnya dikirim Tuhan karena nggak tega lihat aku jomblo terus," kata gadis di samping kiri dengan mata berbinar-binar.
Gadis yang di tengah mendengkus kesal. "Enak aja! Dia itu udah jadi milik aku, karena aku yang lihat pertama kali!" katanya dengan nada angkuh yang terkesan memuakkan di telinga Tasya.
Tiba-tiba saja suara-suara itu tidak terdengar lagi. Tasya yang penasaran pun menoleh ke arah kumpulan siswi yang bergosip tadi. Dia mengernyit heran saat mereka semua justru sedang melihat ke arahnya. Lebih tepatnya ke arah belakangnya. Bahkan semua aktivitas di koridor ini terhenti seakan ada mesin penghenti waktu yang sedang bekerja.
Tasya membalikkan tubuhnya secara perlahan. Dia tertegun saat melihat sosok di hadapannya, yang kini sedang tersenyum manis ke arahnya.
"Bian?"
Spontan satu kata itu meluncur tanpa terkendali dari mulutnya. Tasya sampai membungkam mulutnya menggunakan kedua tangannya saat menyadari bahwa senyum di wajah laki-laki itu semakin lebar sejak dia mengucapkan namanya.
"Hai, Sya."
***
"Ric, bagi permen dong!".
Dava menyodorkan tangannya saat melihat Rico yang baru saja memakan permen mint kesukaannya.
Rico mendengkus, melirik tajam Dava. "Ngakunya aja kaya, beli permen dua ratusan aja nggak mampu! Dasar, kaya KTP!" hardik Rico tetapi tangannya tak urung langsung menyerahkan sebungkus permen mint ke tangan Dava.
Bagaimana Rico tidak berbicara seperti tadi? Setiap Rico membeli permen, pasti Dava akan minta. Tetapi jika disuruh membeli sendiri, dia bilang kalau tidak suka permen, takut tidak habis. Tetapi nyatanya apa? Setiap hari dia meminta permen favorit Rico.
"Eh, ada juga Islam KTP kali! Mana ada kaya KTP!" seru Dava yang sudah menarik pelan telinga Rico.
"Ya siapa tahu aja ada 'kan?" tanya Dico mulai sewot. Dia menepis tangan Dava yang sedari tadi terulur ingin menjahilinya.
"Udahlah! Males lama-lama deket sama kamu!" cerca Rico. Dia baru saja akan beranjak jika saja tidak ada tangan yang mencegahnya, menarik lengannya agar kembali duduk seperti semula.
"Gitu aja marah!" goda Dava.
"Eh, Dav, aku dengar tadi ada anak baru ya?" tanya Rico yang tiba-tiba melenceng dari pembahasan awal mereka.
Dava mengernyit bingung. Apa hubungan anak baru itu dengannya?
"Nggak tahu."
"Kok nggak tahu sih?"
"Ya karena emang aku nggak tahu."
Dengan santainya Dava merebut botol air mineral Rico yang tinggal setengahnya saja lalu meneguknya seolah dia sangat kehausan.
"Dia ganteng loh."
Dava tersedak. Dia menatap horor ke arah Rico yang kini sedang tersenyum tipis.
"Kamu homo?!" tanya Dava setengah berbisik, takut suaranya terdengar oleh teman-temannya yang lain.
Secara spontan tangan Rico menggeplak kepala Dava, membuat sang empunya meringis kesakitan.
"Di-filter dulu kalau mau ngomong!" ujarnya karena agak tersinggung dengan pertanyaan Dava.
"Sakit, dodol!" protes Dava sambil mengusap kepala bagian belakang.
"Ya lagian, ngomong kok aneh-aneh. Kalau yang lain denger terus ngira aku beneran homo gimana?! Mau kamu tanggung jawab?!" cerca Rico. Suaranya semakin meninggi pada kalimat-kalimat terakhirnya.
Hal itu membuat teman di depan bangku mereka menoleh dan menanyakan perihal 'tanggung jawab' yang baru saja dibicarakan oleh Rico.
Rico terpaksa berbohong dan dengan segera dia menyeret Dava keluar dari kelas.
"Untung nggak denger semuanya! Bisa malu aku nanti," gerutu Rico sepanjang jalan menuju ke kantin.
"Eh, tadi kamu beneran nggak tahu anak baru itu?"
Mereka sudah sampai di kantin yang penuh dengan lautan manusia yang berlomba-lomba ingin mengisi perut mereka yang meminta demo. Hampir saja Dava dan Rico tidak mendapat temoat duduk jika saja mata setajam mata elang Dava dapat melihat satu bangku yang masih kosong.
Setelah memesan, mereka duduk di bangku tadi dengan makanan di nampan masing-masing. Dava baru saja selesai berdoa saat dia merasakan tendangan di kakinya.
"Kamu belum jawab!"
"Apa sih? Soal anak baru itu?" Rico mengangguk antusias.
"Ya 'kan aku bukan kepala sekolah, bukan guru BK juga yang tahu semuanya. Nggak usah ngurusin hidup orang lain lah, urus aja hidup sendiri!" ujar Dava sok bijak. Padahal dalam hati dia sendiri ingin muntah mendengar kata-katanya yang terkesan 'bukan Dava banget' itu.
"Masalahnya, dia itu kenal sama Tasya! Deket lagi," kata Rico membuat Dava tersedak saat sedang minum jus mangganya.
"Apa tadi kamu bilang?" tanya Dava sekali lagi untuk meyakinkan pendengarannya; takut salah dengar.
Rico berdecak. "Lemot juga ya kamu kalau masalah cinta!"
"Gini, Bian, maksudku, anak baru itu, deket sama Tasya. Cewek yang kamu suka. Dan dari kabar yang aku dapet, mereka udah akrab sejak masih SMP!" jelas Rico yang ditekan setiap katanya.
Dava terdiam cukup lama. Ada rasa sesak di hatinya saat membayangkan Tasya yang dekat-dekat dengan laki-laki lain. Sungguh, bukan ini yang dia harapkan!
Dava tersadar dari lamunannya saat menangkap satu kalimat terakhir dari penjelasan Rico yang sudah panjang lebar tetapi tidak dia hargai.
"... perlu bukti?"
Dava langsung mendongak, seakan tergiur dengan ucapan Rico.
"Mana buktinya?" tantang Dava sambil tersenyum remeh.
Rico mengukas senyum mengejek. "Itu di belakangmu!"
Dava spontan menoleh ke belakang dengan gestur cepatnya. Di sana, ada Tasya dan anak baru yang dikatakan Rico bernama Bian, sedang bercanda sampai Tasya tertawa.
Sakit.
****
TBC.
Sampai jumpa di bab selanjutnya....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro