Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Bola Basket; Antara Sakit & Bahagia

.....

Pulang sekolah gue langsung tepar di atas ranjang. Cape banget, sumpah. Ini sudah pukul 08.10 malam, dan gue baru pulang dari sekolah. Kalian bayangin saja bagaimana rasanya.

Waktu pertama kali pindah, sih, gue merasa pengin bolos. Tapi, lama-kelamaan gue jadi terbiasa dengan keadaan ini.

Kurela pergi pagi pulang malam, hanya untuk mengais pendidikan ....

Duh, kenapa gue malah nyanyi? Oke, abaikan.

Gue bersyukur karena waktu gue mendapatkan ilmu pengetahuan di sekolah cuma sampai jam delapan lewat saja. Itu tidak seberapa dibandingkan dengan beberapa teman sekelas gue yang bahkan harus rela bergelut dengan buku sampai jam sepuluh malam. Gue nggak bisa ngebayangin kalau hal itu sampai terjadi ke gue. Bisa stres secara perlahan mungkin.

Gue sengaja nggak mengambil pelajaran tambahan yang sampai jam sepuluhan itu. Itu karena gue masih terbiasa dengan waktu belajar yang ada di Indonesia. Orangtua gue pun juga menyetujuinya.

Waktu masih berada di Indonesia, jam segini gue sudah dandan rapi dan pergi jalan-jalan sama teman. Atau nggak, ya nonton TV di rumah. Beda banget dengan sekarang. Jangankan jalan-jalan, mandi saja belum.

Gue mencium lengan baju gue. Ternyata nggak bau-bau amat. Yaiyalah. Gue, kan, kalau ke sekolah selalu bawa parfum. Biar selalu wangi gitu, badan gue.

“Hara-ya!”

“Hara-ya!”

Dari luar kamar gue terdengar suara teriakan yang manggil-manggil nama gue. Itu suara si Sepuluh alias Ten. Sepupu kampret gue. “Ya!” Gue menyahut.

“Nih, buatmu.” Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Ten langsung nyelonong masuk aja ke kamar gue. Cowok itu melempar sebuah kantongan plastik yang berisi sebuah kotak ke atas ranjang gue. Kayaknya sih, makanan.

Gue pun langsung bangun dan mengambil kantongan plastik tersebut. “Apa ini?” tanya gue kemudian.

“Hamburger,” jawab Ten, lalu cowok itu melangkah pergi dari kamar gue. Tanpa pamit.

Gue pun segera membuka kantongan plastik itu dan mengeluarkan isinya. Ternyata benar, isinya adalah hamburger. Tahu saja si Ten kalau gue lagi lapar. Gue belum sempat makan malam tadi. Gue pun memakan hamburger tersebut dengan lahap.

~~~

Jam istirahat itu paling enak ya nongkrong di kantin. Makan-makan bareng teman. Apalagi kalau ditraktir.

Gue berjalan seorang diri di kantin. Gue tidak mempunyai teman dekat cewek. Ingat, ya, teman dekat. Kalau teman yang biasa-biasa, sih, banyak.

Bruk!

“Eh, kalau jalan lihat-lihat, dong!”

Gue terkejut saat suara cempreng itu tiba-tiba saja memasuki gendang telinga gue. Oh, astaga! Gue nggak sengaja menabrak seseorang. Gue pun lantas membungkukkan badan beberapa derajat di hadapan orang tersebut. “Mianhamnida, Sunbaenim,” ucap gue.

“Ya, aku maafkan.” Orang itu berucap judes.

Namanya Byun Baekhyun. Kakak kelas alias senior gue. Cowok yang kata dia sendiri paling manly di sekolah ini. Hoax. Manly apanya. Pakai eyeliner saja lebih jago dia daripada gue. Cowok yang tingkat kecerewetannya melebihi nyokap gue saat gue nggak sengaja ngilangin maskaranya.

Kamsahamnida, Sunbaenim.”

“Untung kau orang yang disukai Taehyung.”

Gue mengumpat dalam hati. Jadi, kalau seandainya gue bukan orang yang disukai oleh Taehyung, gue nggak akan dimaafkan, gitu? What the ....
Asal kalian tahu, Byun Baekhyun adalah kakak sepupunya Taehyung.

Cowok itu kemudian melengos pergi dari hadapan gue. Tatapannya sinis. Bagaimana, sih? Katanya tadi sudah maafin gue, tapi kok ngelihat gue kayak gitu, sih? Aneh.

Gue lalu melanjutkan langkah menuju kantin. Namun, belum juga sampai ke tujuan dan baru saja sampai depan perpustakaan, ada tiga orang cewek yang mencegat gue.

“Lee Hara-ssi,” ucap cewek yang berdiri di tengah, yang lagaknya kayak bos.

“Ya,” gue menyahut.

“Ikut aku sekarang,” perintahnya. Ketiga cewek itu kemudian berbalik dan mulai melangkah.

Gue pun mengikuti langkah mereka. Hh, rencana buat on the way ke kantin sepertinya harus dipending dulu.

Namanya Park Sae Young. Senior gue, dan cewek paling sok di sekolah ini. Gayanya itu lho ... tak ubahnya seperti cabe-cabean. Suka merasa dirinya paling cantik di sekolah ini. Padahal, masih cantikan juga gue. Suka marah jika ada cewek yang mendekati gebetannya. Baru gebetan lho, ya, belum juga jadian.

Dua cewek yang bisa gue sebut ajudannya si Sae Young bernama Kim Yoon Ae dan Park Jin Hye. Sifat dan penampilannya, sih, nggak beda jauh sama si Sae Young itu.

Mereka masuk ke dalam toilet khusus wanita. Gue pun dengan terpaksa mengikutinya. Sebenarnya agak bingung, sih, kenapa mereka membawa gue ke sini. Perasaan, gue nggak pernah merasa punya masalah, tuh, sama mereka.

“Lee Hara-ssi,” panggil Sae Young sambil menatap gue tajam.

“Ya, Sunbaenim,” sahut gue mencoba sesopan mungkin.

“Jauhi Kim Taehyung.”

“Hah?” Gue terkejut. Apa-apaan ini? Dia bilang jauhi Kim Taehyung? Oh, astaga!

“Atau kau akan menyesal.”

Gue mendesah sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. “Maaf, ya, Sae Young Sunbaenim yang cantik. Aku tidak pernah yang namanya mendekati seorang Kim Taehyung. Dia saja yang selalu mencoba mendekatiku,” ujar gue santai.

“Apa?” Sae Young tampak terkejut.

“Bahkan, dia sendiri bilang padaku kalau dia menyukaiku.”

“Apa?” Cewek itu terkejut untuk yang kedua kalinya. Dia mengumpat.

“Tapi Sunbaenim tenang saja. Aku tidak balas menyukainya, kok. Dia bukan tipe idealku,” lanjut gue, dan itu membuat Sae Young menyunggingkan senyum tipis.

“Baguslah kalau begitu,” kata Sae Young.

Gue lalu melihat sebentar jam di pergelangan tangan gue. Ternyata waktu istirahat masih lumayan lama. “Kalau begitu, aku pergi dulu. Tidak ada yang ingin Sunbaenim bicarakan lagi, kan?”

“Ah, tidak ada. Pergilah.”

Gue pun melangkah keluar dari toilet. Tak lupa untuk berdecih. Kirain ada apaan. Ternyata cuma mau ngasih gue peringatan, toh. Hh!

Duh, kenapa nggak gue panas-panasi saja, ya, tadi? Biar dia kebakaran jenggot, gitu. Eh, entar gue di-bully lagi kalau ngelakuin itu. Oke, abaikan hal itu. Sekarang, saatnya on the way ke kantin.

“Hara-ssi!”

Tsk, baru juga berjalan beberapa langkah, eh, muncul lagi si pengganggu. Itu Oh Seon Hee, anak kelas 2-C. Cewek itu berlari menghampiri gue.

“Ada apa?” tanya gue.

“Hah ... hah ....” Cewek itu tampak ngos-ngosan. Kayak habis dikejar sundel bolong. “Sepupumu hah ... hah ....”

Gue lantas mengernyit. “Hah? Sepupuku? Kenapa dengan sepupuku?”

“Mereka bertanding basket melawan geng-nya Sehun Sunbaenim.”

“Apa?!” gue terperangah. “Tanding basket? Yang benar saja.”

“Aku serius.”

Seon Hee adalah orang yang jujur. Tidak mungkin dia berbohong. Yang gue herankan saat ini adalah kenapa tuh sepupu gue bertanding basket melawan geng-nya Kak Sehun? Tsk, parah.

Gue pun menarik lengan Seon Hee untuk mengantar gue ke lapangan basket. “Ayo, temani aku ke sana.”

Seon Hee menurut saja. Kami berdua pun berlari-lari kecil menuju lapangan basket outdoor. Kenapa di outdoor? Karena hanya di sanalah lapangan basket yang boleh digunakan pada jam selain jam olahraga.

Begitu sampai di lapangan basket, gue melihat banyak cewek dan cowok yang berkerumun di pinggir lapangan. Apalagi tujuannya kalau bukan menonton para cowok yang sedang bertanding basket.

Gue kemudian menerobos kerumunan itu, agar bisa melihat dengan jelas apa saja yang terjadi di tengah lapangan basket tersebut. Apa benar-benar bertanding basket, atau hanya joget Gangnam Style bareng-bareng?

Setelah melewati berbagai rintangan dan halangan dalam menerobos kerumunan orang-orang tersebut (duh, bahasa gue), gue pun akhirnya berhasil  melihat dengan jelas apa saja yang terjadi di tengah-tengah lapangan. Ketiga sepupu gue kini tengah berjuang melawan geng-nya Kak Sehun.

Menurut feeling gue, pasti yang menang nanti geng-nya Kak Sehun. Secara, mereka, kan, anak basket. Nggak seperti ketiga sepupu gue itu, nggak pernah yang namanya berhasil lolos masuk ke tim basket SMA Gangnam. Mungkin karena itu mereka menantang geng-nya Kak Sehun untuk bertanding basket. Eh, memangnya sepupu gue duluan, ya, yang nantang? Ah, entahlah.

“Sehun Sunbae!”

“Taeyong-ah! Ten-ah! Yuta-ya! Kalian pasti bisa!”

“Sehun Oppa! Kai Oppa! Chanyeol Oppa! Fighting!”

“Kya!”

Mendengar teriakan dari para cewek di dekat gue, gue pun berinisiatif buat ikutan berteriak. Hitung-hitung buat mendukung jagoan gue. Siapa tahu menang. “Kak Sehun! Semangat!”

Setelah gue berteriak, beberapa pasang mata langsung menatap ke arah gue. Gue pun hanya nyengir lebar. Maklum, gue tadi teriaknya pakai bahasa Indonesia, jadi mereka pada nggak tahu apa yang gue teriakin itu. Gue lalu berteriak lagi, “Sehun Sunbae! Fighting! Saranghaeyo!” Oke, sepertinya gue sudah mulai kehabisan obat kewarasan.

Gue mungkin cewek yang jahat. Bukannya mendukung sepupu sendiri, eh malah mendukung orang lain. Iya, dong. Gue, kan, sukanya sama Kak Sehun. :*

“Eh, skornya berapa, sih?” Gue mencolek lengan cewek di sebelah gue. Namanya Im Jae Ya, teman sekelas gue.

“Lima-kosong,” jawab Jae Ya. “Para sunbaenim yang memimpin,” lanjutnya.

Woah! Daebak!
Yaiyalah, anak basket dilawan. Gue senang bukan main saat mendengar hal itu. Gue pun bersorak senang.

“Hara-ya!”

Namun, kesenangan gue langsung berubah saat seorang cowok yang bernama Kim Taehyung datang dan berdiri di sebelah gue. Gue mendengus. Tahu saja tuh cowok kalau gue di sini. Pakai GPS kali, ya. “Apa?” Gue menyahut panggilannya dengan nada judes.

“Hehehe, tidak.” Taehyung malah cengengesan.

“Bagaimana kau bisa tahu kalau aku di sini?” tanya gue.

“Ya tahulah. Dirimu, kan, selalu ada di hatiku.”

“Ya?”

Bugh!




Bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro