Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 20 : Terungkap

Silvia memegang liontin kalung berlian yang dikenakannya. Lalu menatap ke arah Austin.

"Kamu kenal dengan pemilik kalung ini? Atau kamu tahu sesuatu tentang kalung ini?" tanya Silvia sambil memperlihatkan liontin kalung yang ia pegang.

Austin menganggukkan kepalanya. Ia berjalan mendekat ke arah Silvia, untuk memastikan apakah ia salah melihat atau itu memang kalung yang ia tahu.

"Kalung ini ... ini milik Belva," lirihnya namun masih bisa terdengar oleh Silvia.

Gadis itu terkejut tatkala Austin menyebutkan nama itu. "Apa hubungan Austin dengan Belva? Apa hubungan lelaki misterius tadi dengan Austin dan Belva? Kenapa semua ini seolah saling berkaitan?" pikir Silvia.

"Austin, kamu sangat mirip dengan sosok Xander walaupun ada beberapa sifat yang kamu miliki bertolak belakang dengannya. Apa kamu itu sebenarnya adalah Xander? Tapi mana mungkin? Xander itu cuma sosok lelaki di mimpi aku kan?" desahnya dalam batin.

"Akh, semuanya makin rumit!" jeritnya dalam hati, ia benar-benar frustasi.

Austin yang melihat Silvia melamun mencoba menyadarkan gadis itu dengan mengibaskan tangannya ke depan wajah gadis itu. Namun tidak mempan.

Lalu ia menepuk bahunya, membuat Silvia terkesiap. "Ah, kenapa?"

"Kamu mikirin apa?" Silvia hanya menggeleng, gadis itu tak mungkin menceritakan apa yang sudah ia alami tadi pagi pada Austin, karena itu menyangkut dirinya juga.

"Kamu dapet dari mana kalung ini?" tanya Austin lagi.

"Via nemu di depan jendela kamar. Tapi kalung ini gak bisa dilepas setelah Via pake," jawab si gadis, jujur.

"Tapi gak bisa dilepas," rengeknya.

Austin yang penasaran dengan kalung itu, meminta izin pada Silvia untuk membantu membuka kunci pengait di kalung tersebut. Silvia pun mengiyakan.

Tangan Austin semakin mendekat ke arah kalung itu. Ia menyetuh kaitan kalung tersebut.

"Akh," ringis Austin. Lelaki itu tampak kesakitan.

"Kamu kenapa?" Silvia panik.

"Kalungnya kayak ada aliran listriknya. Saya tersengat."

Silvia menarik tangan Austin yang terasa sakit, lalu meniupnya perlahan. Entah mendapat keberanian dari mana hingga gadis itu mau malakukannya.

"Masih sakit?" tanyanya di sela-sela meniup tangan kekasihnya.

Austin menggeleng, lalu ia menarik tangannya dari Silvia. Gadis itu menatap polos Austin. "Yakin udah gak papa?" tanyanya lagi untuk memastikan.

Austin masih memandangi kalung itu penuh minat. Membuat Silvia semakin penasaran dan ingin tahu apa hubungan antara Austin dan kalung yang dipakainya.

"Kalung itu, kenapa bisa sampai sini? Apa dia yang sengaja menaruh kalung itu agar diambil oleh Silvia?" batin Austin. "Sial, aku tidak boleh membiarkannya menang lagi kali ini!"

"Austin?" panggil Silvia. Si lelaki berdehem menanggapi panggilan dari sang kekasih. Matanya menatap tepat di manik Silvia, membuat gadis itu jadi gugup.

"Kenapa, Sayang?" Austin bersuara.

"Kamu ... apa kamu tahu sesuatu tentang kalung ini?" Austin yang melihat Silvia tampaj penasaran dan berminat dengan kalung yang ia kenakan, akhirnya mengangguk.

"Seperti yang saya bilang tadi, kalung itu milik Belva," jelasnya.

"Siapa Belva?"

Sebenarnya Silvia sudah tahu, namun dirinya ingin melihat sejauh mana Austin tahu tentang kisah putri kerajaan yang selalu ia mimpikan itu.

"Belva adalah seorang putri bungsu dari sebuah kerajaan. Namanya Kerajaan Valeriant. Tapi dia udah meninggal dua puluh tahun yang lalu. Semua orang di istana menganggap kematian Belva adalah karma karena dia telah menjalin hubungan terlarang dengan kakaknya, yaitu Xander."

Silvia tertegun mendengar cerita yang disampaikan oleh Austin. Cerita lelaki itu sangat mirip dengan mimpinya.

"Via belum pernah denger kisah dongeng kerajaan itu," celetuk gadis itu.

"Itu bukan cuma dongeng. Itu kisah nyata!" Austin mengatakannya dengan nada yang naik satu oktav. Membuat Silvia kembali terdiam.

"Kamu tahu dari mana kisah itu?" Austin tidak menjawab. Ia hanya menatap manik mata Silvia dengan tatapan yang dalam. Seolah lelaki itu enggan menceritakannya karena tidak ingin kembali mengenang masa itu.

Silvia yang mendapat tatapan seperti itu, justru semakin membuat rasa penasarannya meningkat.

"Via mau jujur sama kamu," kata Via tampak serius. Austin hanya menganggukkan kepalanya.

"Sebenernya ... Via selalu mimpiin kerajaan itu, dari awal Via koma sampai sekarang. Via bingung kenapa bisa mimpiin hal itu terus-menerus, dan Via jadi penasaran kenapa di mimpi itu Via selalu menjelma jadi Belva. Pemilik kalung yang Via pake." Menghembuskan napas lega karena sudah berhasil mengutarakan apa yang selalu ia pendam.

"Karena kamu adalah reinkarnasi dari Belva, Via. Jiwa Belva, ada di dalam tubuhmu." Degub jantung Silvia meningkat.

Gadis itu tercengang. Dirinya tidak menyangka Austin akan mengatakan hal semacam itu. Silvia memang bukan gadis yang religius. Namun ia tidak percaya mengenai hal-hal semacam itu, walaupum dirinya juga mempuanyai kemampuan yang di luar nalar.

"Jangan bercanda! Gak mungkin, Via itu Silvia anaknya bu Wanda, bukan Belva!" sanggahnya.

Gadis itu berdiri dari duduknya, ingin pergi dari sana. Ia tak sanggup mendengar hal konyol yang dikatakan oleh kekasihnya sendiri.

"Saya jujur Silvia. Kamu adalah reinkarnasi dari Belva. Dan saya sudah menunggumu selama hampir dua puluh tahun," sahut Austin yang makin membuat Silvia kebingungan.

"Apa maksud kamu? Via gak ngerti," lirih gadis itu.

"Kalau saya jujur, apa kamu bakal percaya sama saya?" tanyanya sambil menatap Silvia dalam.

Silvia kembali duduk di posisinya. Ia sadar jika dirinya sekarang sedang emosional. Mungkin mendengarkan penjelasan Austin bisa membuka jalan dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu memenuhi otaknya.

"Saya adalah .... "Lelaki itu menggantungkan kalimatnya. Menghembuskan napas panjang lalu kembali melanjutkan ucapannya yang terjeda. "Xander."

"Saya sudah mencari kamu selama lebih dari dua puluh tahun, Via. Saya bahkan harus melewati dimensi ruang dan waktu agar bisa sampai ke sini," tambahnya.

Silvia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Gadis itu benar-benar merasa frustasi dengan keadaan ini.

Semuanya telah terungkap. Teka-teki yang selalu memenuhi otaknya telah terjawab.

Jadi alasan dari dirinya selalu memimpikan kerajaan aneh itu adalah, karena ia merupakan reinkarnasi dari Belva. Dan semua mimpi itu bukanlah mimpi, melainkan ingatan masa lalunya ketika masih menjadi Belva.

Dan kalung yang ia kenakan saat ini memanglah kalung miliknya. Namun hal yang paling mengejutkan dirinya adalah kebenaran tentang Austin.

Jika Austin adalah Xander, dan lelaki itu telah menunggunya selama dua puluh tahun. Itu artinya, ia tengah menjalin hubungan terlarang lagi dengan kakaknya?

Silvia jadi teringat perkataan Belva setelah mendapat kalung itu dari Xander. Perkataan bahwa ia akan selalu mencintai si lelaki sampai kapan pun. Hal itu kembali terulang karena dirinya menjalin hubungan dengan Austin yang ternyata adalah Xander.

"Aku merindukanmu, Belva ..., " ujarnya lirih.

Silvia menggelengkan kepalanya berulang kali. Liquid bening mulai bermunculan dari matanya dan terjun bebas membasahi pipi hingga dagu. Ia merasa hatinya berdenyut ngilu. Tangannya bergetar mengetahui kenyataan yang ia anggap pahit ini.

"Engga, kamu bohong! Via gak percaya sama Austin. Via ya Via, bukan Belva!" Gadis itu menggelengkan kepala, tidak mempercayai ucapan Austin.

Lelaki itu menatap Silvia dengan tatapan sendu. Seolah dia kecewa pada Silvia. Silvia yang mengerti akan tatapan itu semakin kalut. Dirinya benar-benar bingung sekarang.

"Sebaiknya kamu pergi! Via butuh waktu sendiri," usir Via denga halus.

"Tapi Via—" Ucapan Austin terpotong karena Silvia menyelanya.

"Via mohon, Via butuh waktu sendiri buat berpikir," kata gadis itu. Matanya tampak berkaca-kaca.

"Baiklah jika itu yang kamu mau, saya akan pergi." Austin melangkahkan kakinya menuju pintu rumah.

Membuka pintu dan keluar dari rumah panti. Sebelum menutup pintunya, lelaki itu menatap Silvia dengan tatapan sendu dan kecewa.

Silvia yang melihat itu, semakin bimbang, ia ingin menolak kenyataan jika dirinya adalah Belva. Namun semua itu percuma. Karena ia memanglah reinkarnasi dari Belva.

Kelopak matanya meneteskan air mata dengan deras. Jujur saja dadanya terasa sakit, seolah dihantam oleh batu yang sangat besar, jantungnya seperti diremas dari dalam. Ia sudah terlanjur masuk ke dalam jurang cinta yang digali olehnya dan sang kekasih. Namun, semesta tak merestui hubungan keduanya.

Austin menutup pintu rumah dengan sedikit kasar. Meluapkan kekecewaannya dengan hal itu.

Setelah pintu tertutup rapat. Silvia jatuh terduduk di samping sofa. Wajahnya ia benamkan di sofa untuk meredam isak tangisnya.

Beberapa menit berlalu, Silvia yang masih sesenggukan bisa merasakan usapan penuh kasih sayang di kepala hingga punggungnya.

Gadis itu mendongak, sosok bu Wanda lah yang ia lihat pertama kali. Wanita itu tersenyum hangat pada Silvia. Membuat hati gadis itu kembali rapuh.

"Kenapa begitu rumit? Kenapa cinta datang di waktu dan pada orang yang tidak tepat? Kenapa harus kakakku sendiri yang aku cintai?" desahnya dalam hati diiringi isak tangis.

Dengan cepat, ia memeluk bu Wanda tanpa berkata apapun. Kembali menumpahkan air matanya. Dan bu Wanda membalas pelukan itu tanpa bertanya.

Ia sadar jika anak gadisnya ingin menenangkan diri terlebih dahulu.




To Be Continue

Bagaimana dengan part ini?
Semoga suka ya dan ga bosen 😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro