Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 12 : Kencan Pertama?

Part ini sudah selesai direvisi
jika masih ada kesalahan dalam penulisan, segera beritahu penulis ya agar kembali diperbaiki
Terima kasih dan selamat membaca

*****





"Ibu ke mana ya? Kok pagi-pagi udah ngilang aja," gumam Silvia bingung.

Gadis itu sudah mencari ibunya ke seluruh penjuru rumah, tapi tidak menemukannya. Entah kemana perginya bu Wanda.

Ia memang bangun terlambat tadi, karena semalam dirinya sibuk menggambar pola baju yang akan dijahit nanti oleh ibunya. Beberapa hari ini pesanan baju memang sedang ramai.

Silvia sudah sembuh sekarang, sudah seminggu berlalu sejak ia keluar dari rumah sakit. Obatnya juga sudah habis. Hari ini dirinya akan pergi ke rumah sakit untuk check up, namun ibunya malah menghilang entah ke mana.

Ingin bertanya pada Ela ataupun Bagus, tapi mereka berdua sudah berangkat kerja. Jadilah Silvia hanya sendiri di rumah panti, karena beberapa anak juga sedang sekolah.

Silvia tidak benar-benar sendiri di rumah. Ada beberapa wanita yang juga ikut mengelola rumah panti sebenarnya, namun Silvia tidak terlalu dekat dengan mereka. Karena mereka terlalu sibuk entah mengurus hal apa.

Silvia berjalan menuju ke luar rumah. Ternyata ada beberapa adik kecilnya yang sedang bermain di teras rumah. Tepatnya, ada empat orang anak gadis.

Gadis itu pergi menghampiri adik-adiknya dan ikut duduk di sana.

"Wah, lagi main apa nih?" tanya Silvia dengan nada yang antusias.

"Eh ada Kak Silvia, lagi main dokter-dokteran, Kak," jawab salah satu anak. Ia tersenyum hingga menampilkan barisan gigi susunya yang tidak lengkap karena terlepas.

Silvia menganggukkan kepalanya tanda paham. "Liat bu Wanda gak?" tanyanya lagi.

"Ke pasar, Kak. Beli kain tadi katanya," celetuk anak perempuan yang menggendong boneka kelinci berwarna pink.

Silvia mengusak rambut empat anak kecil tadi secara bergantian dan mengucap terima kasih sambil tersenyum. Ia bangkit dari sana dan kembali masuk ke dalam rumah.

Namun baru dua langkah, suara klakson mobil terdengar nyaring. Gadis itu membalikkan badan.

Sebuah mobil berwarna merah sudah terparkir dengan rapi di depan pagar rumah panti. Silvia mengernyit bingung. "Itu siapa? Pagi-pagi kok udah bertamu aja?"

Pintu kemudi mobil mulai terbuka perlahan. Sebelah kaki si pengemudi mulai terlihat karena diturunkan dari mobil. Si pengemudi mengenakan sepatu hitam dan celana bahan berwarna senada dengan sepatu.

Kepala sang pengemudi menyembul dari balik pintu mobil. Menampakkan wajah tampan Austin dengan kacamata hitam yang ia kenakan.

Silvia melongo melihatnya, bahkan ia gunakan dua tangannya untuk menutup mulut saking terkejutnya.

Gadis itu berpikir, "Untuk apa Austin pagi-pagi datang ke sini?"

Silvia lansung menghampiri Xander yang sedang menutup pintu mobil. Lelaki itu juga berjalan menuju ke arah Silvia.

"Hai!" sapanya sembari melepas kacamata hitam itu. Silvia melambaikan tangannya untuk membalas sapaan sang kekasih.

"Ngapain pagi-pagi dateng ke sini?" Gadis itu secara spontan bertanya.

"Jemput kamu, hari ini kan weekend, jadi saya mau ajak kamu jalan-jalan ... kencan gitu," jawab Xander. Lelaki itu mencicit ketika mengucapkan dua kata terakhir.

Silvia langsung tersenyum malu dan salah tingkah ketika mendengar kata "kencan" yan diucapkan oleh kekasihnya. Rasanya seperti di atas awan.

"Kamu gak ada niatan buat ngajak saya masuk?" Austin mengangkat sebelah alisnya dan memiringkan kepalanya. Lelaki itu jadi imut sekarang. Silvia yang melihatnya makin salah tingkah.

"Eeh—eh, si—silakan masuk!" kata Silvia tergagap. Austin terkekeh pelan mendengarnya.

Mereka berdua berjalan masuk ke rumah berdampingan. Silvia mempersilakan Austin untuk duduk di ruang tamu.

"Via bikinin minum dulu." Gadis itu berlari kecil ke arah dapur, meninggalkan Austin yang duduk sendirian di sofa ruang tamu.

Silvia mulai mengambil dua cangkir yang ada di rak lalu meletakkannya di depannya, mengisi cangkir tersebut masing-masing dengan satu sendok makan gula, lalu teh celup. Setelahnya ia mengambil termos yang berisi air panas dan menuangnya ke dalam cangkir hingga penuh.

Ia aduk isi cangkir itu hingga gulanya mulai larut perlahan. Setelah gula larut dan air berubah warna menjadi kecoklatan, ia angkat teh celup tersebut dan membuangnya ke tempat sampah yang tersedia di dapur.

Silvia berjalan ke arah rak dan mengambil nampan. Meletakkan dua buah cangkir tersebut di atas nampan lalu mengangkatnya.

Berjalan dengan lambat keluar dari dapur. Namun, baru sampai di depan pintu dapur, langkahnya ia hentikan.

"Kok aku jadi grogi gini sih?" gerutunya pada diri sendiri.

Gadis itu menarik napas panjang lewat hidung, lalu menghembuskannya perlahan lewat mulut. Hal itu dilakukannya berulang kali.

"Oke Via, kamu pasti bisa! Kamu cuma nganter minuman ini ke Austin, bukan mau nikah!" pekiknya dalam hati.

"Lah, kenapa jadi bahas nikah?" Silvia menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran-pikiran aneh yang bersarang di benaknya.

Lalu kembali melanjutkan langkah untuk menghampiri Austin. Ia bisa melihat lelaki itu duduk dengan menyilangkan kakinya, matanya terfokus pada gawai miliknya.

Silvia menekuk pahanya, setengah jongkok lalu menaruh nampan itu di atas meja. "Maaf ya, cuma ada teh panas," ujarnya dengan nada menyesal.

Austin mengalihkan pandangannya pada Silvia dan tersenyum. "Gak masalah."

Lelaki itu mengambil salah satu cangkir, lalu menyesap isinya dalam jumlah banyak. Dengan cepat, dirinya meletakkan cangkir itu kembali ke meja dan menjulurkan lidahnya karena terasa terbakar.

"Aduh panas," keluhnya sambil mengipaskan tangannya di depan lidah untuk meredakan rasa terbakar.

"Via kan udah bilang kalau teh nya panas, aduh gimana dong?" Gadis itu ikut panik. Dengan polosnya, ia ikut meniup pelan lidah sang kekasih, tangannya juga ia kipas-kipaskan di dekat lidah Austin, berharap panasnya mereda.

Wajah polosnya membuat Austin jadi tertawa. Silvia yang melihat hal itu mengerutkan dahi. Wajahnya memberengut. "Kok kamu ketawa sih?" sungut si gadis.

"Kamu tuh lucu, jadi pengen saya cubit," timpal Austin. Silvia semakin memberengutkan wajahnya karena hal itu.

"Ya kan Via khawatir sama Austin, keliatan kesakitan gara-gara minum teh panas!" ungkap gadis itu sambil memilin ujung kaos yang dikenakannya. Wajahnya ia tundukkan.

Austin menatap sang gadis dengan tatapan serius. "Jadi kamu khawatir sama saya?" kata Austin dengan nada bertanya.

Silvia mendongak, menatap manik Austin yang ternyata sudah memandangnya sedari tadi. Tatapan tajam Austin membuat gadis itu sedikit takut.

Entah kenapa setiap melihat retina mata itu, Silvia selalu merasa terintimidasi dan terlindungi secara bersamaan.

"Anu, itu ... kita jadi pergi kan?" Xander mengangguk menanggapi pertanyaan Silvia.

Gadis itu dengan cepat langsung berdiri. "Via mau ganti baju dulu kalau gitu," pamitnya. Ia menunjuk kamarnya dengan jari telunjuk.

Austin kembali mengangguk. Namun setelah Silvia berjalan menjauh dirinya berseru, "Jangan lama-lama ya! Nanti kangen loh!"

Silvia yang mendengarnya langsung menolehkan kepala, melayangkan kepalan tangannya ke arah Austin karena berani menggodanya.

Silvia mempercepat langkahnya. "Apaan sih?!" gerutu gadis itu. Wajahnya merona karena malu.

Silvia membuka pintu kamar miliknya dan menutupnya setelah dirinya berada di dalam kamar.

Dia membuka lemari baju miliknya. Kedua tangannya sibuk bergerak untuk mencari pakaian yang cocok untuk dipakainya.

Gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, membuat rambut indahnya jadi kusut. "Duh Via harus make baju apa?"

Dirinya bingung, karena ini adalah kencan pertamanya selama sembilan belas tahun hidup.




To Be Continue

Bagaimana dengan part ini?
Semoga ga bosen ya, 😁😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro