Four
"Apakah kamu pernah berpikir untuk pindah ke kamar frat?" tanya Carlos sambil memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya.
Mereka sedang berada di kamar Carlos, yang terletak di universitas.
"Ya, tapi itu berarti aku harus meninggalkan kedua adikku, dan aku tidak ingin melakukan itu," jawabnya singkat.
Dan itu memang benar. Dia lebih memilih datang terlambat ke kelas daripada meninggalkan kedua adiknya sendirian, seperti yang dilakukan orang tuanya ketika dia berusia sembilan belas tahun, menyerahkan tanggung jawab untuk merawat mereka kepadanya.
"Disini menyenangkan. Selalu ada seseorang untuk diajak bercinta, selalu ada kumpul-kumpul untuk merokok... kamu tidak akan pernah bosan."
"Ya... kedengarannya menyenangkan, aku selalu ingin mencobanya, tapi saat ini aku tidak bisa." Dia mengangkat bahu.
Mereka terdiam beberapa saat sambil terus menonton TV. Dia sebenarnya tidak tahu apa yang sedang mereka tonton, tetapi memang tidak banyak acara bagus di saluran TV gratis. Carlos juga lupa membayar biaya bulanan Netflix, jadi sekarang mereka hanya menonton apa saja dengan rasa bosan.
"Bagaimana kalau kamu menggugat orang tuamu?" tiba-tiba Carlos berkata tanpa peringatan.
"Apa?" Charles menoleh ke arahnya dengan alis berkerut.
"Laporkan mereka, apa yang mereka lakukan padamu itu seperti... penelantaran anak atau semacamnya. Aku tidak tahu, Charles, aku bukan pengacara, tapi aku yakin kamu bisa melakukan sesuatu." Carlos mengangkat bahu, lalu berdiri untuk mengambil bir lagi.
Saat Carlos kembali, Charles hanya diam berpikir. Dia mungkin brengsek, tapi dia tidak akan sanggup melaporkan orang tuanya.
"Lalu? Ini bukan hanya tentangmu... maksudku, kamu memang sudah dewasa, tapi mereka meninggalkanmu dengan kedua adikmu ketika kamu baru berusia sembilan belas tahun. Siapa yang tega melakukan itu? Mereka meninggalkanmu dengan dua anak laki-laki berusia lima belas tahun, dan itu tidak adil. Kalau mereka tidak mau bertanggungjawab merawat anak-anak mereka, kenapa punya anak?"
Carlos mulai mengeluarkan feromon marah. Charles mendesah, setiap kali mereka membahas hal ini, Carlos selalu bersikap seperti seorang ayah. Dan Charles mencintainya karena hal itu. Carlos adalah orang pertama yang dia ceritakan tentang situasi keluarganya. Meskipun Charles sudah satu tahun di universitas ketika bertemu Carlos, dia tidak pernah menemukan teman yang lebih dapat dipercaya dibandingkan si alfa.
Carlos selalu membantunya. Dia ingat suatu kali ketika Arthur mengalami alergi makanan dan mobilnya sedang berada di bengkel. Dia harus menelepon Carlos, yang saat itu alfa dan omeganya, sedang berada di ambang proses membuat ikatan. Itu adalah situasi yang cukup canggung, tetapi intinya adalah bahwa Carlos meninggalkan waktu seksnya untuk membantu Charles. Dan ya, Charles selalu berterima kasih untuk itu. Tidak banyak orang yang akan melakukan hal seperti itu.
"Kalau aku melibatkan kedua adikku, itu hanya akan membuat mereka masuk dalam masalah besar. Aku hanya ingin mereka hidup tenang," ujarnya sambil mengangkat bahu dan meminum sisa birnya.
"Maaf jika aku harus mengatakan ini, tapi orang tuamu itu benar-benar brengsek, dan jauh di dalam hatimu, kau tahu itu benar."
Charles tidak membantah. Ya, dia tahu bahwa orang tuanya adalah sosok yang tidak bertanggung jawab, yang berpikir bahwa dengan memberikan cukup uang kepada anak-anak mereka, semuanya akan baik-baik saja. Tentu saja, mereka baik-baik saja, jika berbicara tentang aspek finansial. Tapi di mana cinta dan kebersamaan yang seharusnya mereka miliki?
Charles menghela napas lelah. Dia memutuskan tidak akan melakukan apa pun dan membiarkan semuanya tetap seperti sekarang. Tanpa masalah baru, tanpa lebih banyak hal buruk untuk dihadapi.
Mereka menghabiskan beberapa jam berbicara tentang apa saja, sambil menonton acara TV murahan. Tapi saat itu sudah jam sebelas malam, dan Charles harus pulang. Dia berpamitan pada Carlos dengan harapan bisa bertemu lagi besok, lalu pergi.
Saat berjalan di lorong-lorong asrama, dia bertemu beberapa alfa yang mengajaknya untuk nongkrong. Dia sebenarnya ingin ikut, tapi terpaksa menolak tawaran itu.
Ketika dia hampir sampai di pintu keluar, dia bertemu dengan seorang omega yang sekelas dengannya di beberapa mata pelajaran.
"Hei, Charles," dia mendengar seseorang memanggil.
Gadis itu tingginya sekitar sepuluh sentimeter lebih pendek darinya. Rambut hitamnya panjang, mencapai tengah punggung, dan matanya berwarna cokelat. Dia mengenakan rok ungu yang panjangnya sedikit di atas pertengahan pahanya dan atasan putih lengan panjang. Charles mengingat namanya, atau setidaknya mencoba. Apakah namanya Regina? Dia sebenarnya tidak begitu yakin.
"He-hei... Apa kabar?" jawab Charles dengan ragu, karena dia tidak yakin apakah gadis itu benar-benar bernama Regina.
"Apakah kamu akan ikut pergi bersama yang lain?" tanya gadis itu.
Dia menduga gadis itu mengacu pada tempat yang sama yang disebutkan para alfa kepadanya beberapa waktu lalu.
"Uh, tidak... kali ini aku tidak ikut." Jawabnya. Sama seperti yang lainnya, pikirnya.
"Sayang sekali, aku sebenarnya berharap kamu akan datang. Mungkin di lain waktu," kata omega itu sambil tersenyum kepadanya.
"Ya, mungkin," Charles mencoba membalas senyuman itu, tetapi dia tersenyum canggung ketika menyadari gadis itu mulai mengeluarkan feromon. "Yah, aku harus pergi. Sampai jumpa lain kali."
"Tunggu," gadis itu menghentikannya dengan memegang lengannya. "Kamu tidak mau mampir? Maksudku... ke kamarku. Teman sekamarku akan pergi," ujarnya sambil mengangkat bahu.
Meskipun sebelumnya dia mungkin akan menerima ajakan itu, kali ini dia yakin bahwa dirinya tidak akan bisa "terangsang." Tentu saja, kecuali dia memikirkan seorang omega tertentu, tapi dia tidak akan melakukannya. Selain itu, dia juga merasa sangat lelah dan benar-benar ingin segera pulang.
"Maaf sekali..." dan sekali lagi, dia tidak menyebutkan nama gadis itu, "mungkin lain kali. Aku benar-benar harus pulang sekarang."
Gadis itu tampak sedikit kecewa, dan sepertinya dia menyadari bahwa Charles bahkan tidak mengingat namanya.
"Tentu. Ya, pasti. Mungkin lain kali." Gadis itu tersenyum padanya sebelum masuk kembali ke dalam asrama.
Charles menghela napas, sekarang dia benar-benar akan pulang.
Atau itulah yang dia pikirkan. Hidungnya menangkap aroma itu. Dia berbalik, mencari tahu di mana pemilik aroma itu berada, lalu dia melihatnya. Duduk di kap mobil bersama Lando.
Dekati dia, bisik sisi alfanya.
Namun, jelas dia tidak akan melakukannya, karena itu akan terasa sangat aneh. Rasanya seperti muncul begitu saja tanpa alasan, dan semuanya akan menjadi canggung serta tidak nyaman.
Dia menggelengkan kepalanya dan mulai berjalan kembali menuju mobilnya. Namun, dia berhenti lagi dan mulai berjalan ke arah para omega.
"Putain," gumamnya.
Ketika dia hanya beberapa langkah dari mereka, keduanya menoleh ke arahnya. Dan pada saat itu, dia menyesalinya, tetapi semuanya sudah terlanjur, jadi...
"Hei, selamat malam," sapanya. "Lando, Carlos sedang menunggumu, katanya ini penting."
Charles menekankan kata itu, berharap Lando akan berpikir bahwa Carlos sedang "bergairah" atau sesuatu semacam itu. Omega itu tampak ragu sejenak, tetapi kemudian menghela napas dan berkata, "Oh," lalu turun dari kap mobil.
"Max, aku harus pergi. Sampai jumpa besok," katanya, lalu menoleh ke arah Charles. "Charles." Setelah itu, dia pergi begitu saja.
Charles tidak tahu harus berkata apa lagi, jadi dia memutuskan untuk pergi. Namun, saat dia hampir berbalik, Max mulai berbicara.
"Kau tahu, aku sudah tahu kau berada di sana sejak tadi bersama... Rebeca," ah, namanya ternyata Rebeca, bukan Regina, pikir Charles, "dan aku juga melihatmu pergi dan kembali lagi beberapa kali."
"Ah, bagus." Charles berkata, dia ingat ketika dia menolaknya beberapa hari yang lalu di pesta.
"Kenapa kau begitu ragu untuk datang?" Max menatap langsung ke matanya.
"Aku hanya tidak ingin mengganggu," Charles mengangkat bahu, "Carlos sebenarnya bisa saja mengirim pesan ke Lando, tapi aku hanya ingin membantunya."
"Ya..."
Charles hampir pergi ketika Max berbicara lagi.
"Soal malam itu..." Max mulai berbicara.
"Tidak masalah," Charles memotongnya, "aku sedang mabuk, jadi lupakan saja."
Charles ingin berpura-pura bahwa penolakan itu tidak melukai egonya, tetapi itu sulit. Terutama dengan Max berdiri di depannya, terlihat begitu menawan di bawah cahaya remang-remang di luar sana. Rambutnya yang bergerak perlahan karena angin sepoi-sepoi membuatnya terlihat seperti dewa atau sesuatu yang serupa. Dan tentu saja, aroma feromon Max adalah hal tersulit yang harus dia abaikan.
"Oh, jadi kau tidak benar-benar ingin pergi berkencan denganku?" tanya Max sambil mengangkat alis.
"Yah... kalau kali ini kau bilang ya," Charles mengangkat bahu, "mungkin aku mau."
"Betapa mudahnya kau menyerah," kata omega itu sambil tersenyum tipis.
"Aku hanya menghormati jika mereka tidak menginginkanku. Aku bukan tipe orang yang suka memaksa."
Mereka terdiam selama beberapa menit. Max mengambil rokok dari kantong hoodie biru mudanya dan menawarkan satu kepada Charles.
"Mau?"
"Kenapa tidak," jawab sang alfa sambil mengangkat bahu dan mengambil rokok yang ditawarkan.
Max mengeluarkan korek api dan memberi isyarat pada Charles untuk mendekat agar bisa menyalakan rokoknya. Charles merasa gugup karena harus berada begitu dekat dengan omega itu.
Setelah beberapa saat hening, Max turun dari kap mobil dan mendekati Charles.
"Baiklah, aku terima ajakanmu untuk pergi berkencan. Buat aku terkesan, Alfa."
Charles terbatuk ketika asap rokok tersangkut di tenggorokannya. Max tersenyum puas melihat dampaknya pada Charles. Setelah itu, Max naik ke mobilnya dan menyalakan mesin.
Charles segera menyingkir, memberikan jalan. Dia melihat mobil itu menjauh hingga menghilang dari pandangan. Dia menghisap rokoknya untuk terakhir kali, lalu membuangnya ke tanah dan menginjaknya hingga padam. Charles menghela napas panjang dan mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
Sekarang dia memanggil kita alfa, bukan orang bodoh. Bagus.
Omega itu akan membunuhnya suatu hari nanti. Dia memeriksa jam di ponselnya dan melihat sudah pukul setengah dua belas malam. Dia buru-buru berjalan ke mobilnya dan pulang ke rumah.
Saat tiba, dia menemukan kedua adiknya itu tertidur di sofa. Setiap kali Charles terlambat pulang, mereka selalu menunggunya. Charles sebenarnya tidak suka mereka melakukan itu, tetapi meskipun dia sering mengatakan bahwa itu tidak perlu, mereka tetap melakukannya.
"Itu sesuatu yang biasa dilakukan keluarga," kata Arthur. Charles tahu bahwa yang sebenarnya ingin Arthur katakan adalah, "Itu sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang tua kami."
Dia mendekati Oliver untuk menggendongnya dan membawanya ke kamarnya. Setiap hari rasanya mereka semakin berat, tetapi itu lebih baik daripada harus membangunkan mereka. Dia meletakkannya di tempat tidur dan menyelimutinya, lalu melakukan hal yang sama dengan Arthur. Arthur lebih berat karena dia seorang alfa, tetapi Charles tetap berusaha sekuat tenaga.
Setelah itu, dia turun kembali hanya untuk memastikan semuanya terkunci dan dalam keadaan aman. Jam menunjukkan pukul 12.02 ketika akhirnya dia bisa merebahkan diri dan tidur.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro