Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. When Broken-Hearted Girls Gather

"Kkeutjangeul bogi jeon kkeutnael sun eobseo."

"Kita tak dapat mengakhirinya sebelum semuanya berakhir."

🎵🎵🎵

Mendung siang itu menuntun empat orang gadis duduk di sudut kedai kecil tak jauh dari kampus, usai menyelesaikan kelas masing-masing. Tulisan YOU AND MiE terpampang besar-besar di atas atapnya, sebagai penanda nama kedai yang menjual variasi mi itu. Dari yang instan ala Nusantara sampai Mancanegara.

"Mi soto koya plus ayam suwir!" seru pelayan yang berada tepat di tengah ruangan, mencari pemesan menu tersebut dengan tangan yang menggenggam erat nampan berisi empat mangkuk berasap.

Mendengar hal itu, Tyssa mengangkat tangannya lebih dulu, disusul Djenar, Sora, dan Ochi kemudian. Tanpa direncanakan, ketiganya memesan makanan yang sama. Mereka saling melempar pandangan beberapa saat. Menelisik satu sama lain sebab merasa tak asing. Sedangkan si pelayan meletakkan mangkuk satu persatu di meja mereka masing-masing.

"Kalian!" seru keempatnya berbarengan.

Tanpa dikomando, mereka mengangkat mangkuk yang baru saja diletakkan si pelayan dan menuju satu meja yang berada tepat di tengah.

"Kok bisa kita ketemu di sini?" tanya Djenar yang tak bisa menyembunyikan kegembiraannya.

Ochi tak kalah antusias memegangi tangan gadis-gadis itu satu persatu.
"Ya ampun udah lama banget, ya."

"Terakhir kali kita ketemu cuma pas reuni SMA satu tahun lalu," tambah Sora tak mau ketinggalan.

"Padahal kita satu kampus, loh." Tyssa meraih almamater berwarna cokelat muda dengan lambang kampus di dada kirinya, lalu mengenakannya untuk mengusir gigil pemberian hujan yang baru saja turun. "Yah, tapi tahu sendiri gimana luasnya Universitas Adinatha. Jangankan yang satu fakultas, yang satu jurusan tapi beda kelas aja jarang banget bisa ketemu."

Keempatnya memang sempat berteman saat di SMA dulu. Hingga kesibukan kuliah dan kisah cinta mulai merenggangkan hubungan yang awalnya disebut persahabatan itu.

"Ada apa, nih? Kayak lagi ada acara aja kita malah pesan menu yang sama." Ochi mengaduk-aduk koya hingga meleleh, menyatu dengan kuah yang penuh suwiran ayam sebagai toping-nya.

Jus stroberi dalam gelas panjang yang berada di genggaman Sora langsung tandas setengah saat ia menurunkannya kembali ke meja. Padahal gadis itu belum menyantap makanan yang tersedia. Ia meraih tas kecil dan mengambil sebuah karet gelang warna merah jambu, mengikat rambut panjangnya agar tak menganggu saat menyantap hidangan yang ia pesan.
"Mi soto koya, kan, emang yang paling rekomended di sini."

Tyssa mengangguk setuju. "Apalagi momennya lagi pas."

"Hujan-hujan dan lagi bad mood," tambah Djenar.

"Ih, geregetan banget sih sama cowok itu," celetuk seorang pelayan perempuan yang tadi mengantarkan pesanan mereka. Ia kini sedang duduk di belakang meja kasir. Tampak sangat serius menonton sinetron di televisi yang terpasang di sudut langit-langit kedai itu.

Temannya yang juga memakai seragam serupa tak menyahut, tapi jelas tak kalah terbawa suasana. Terlihat menahan emosi dengan meremas serbet di genggaman tangan. Bahkah lakon aktor dan aktris dalam layar kaca itu juga berhasil menarik perhatian Djenar dan kawan-kawan.

Ochi menggelengkan kepalanya lemah. "Drama banget, ya. Kenapa sih cowok itu hobinya nyakitin?"

"Seharusnya spesies kayak gitu gak perlu diciptakan," komentar Djenar.

"Menuh-menuhin tempat aja." Tyssa mulai mengambil sumpit dan membuka pembungkusnya, bersiap meyantap mi yang tersaji di hadapannya.

Sedangkan Sora lebih dulu mengambil botol kecil berisi bubuk cabai kering, dan menambahkannya ke dalam mangkuk. Makin memeriahkan warna kuah itu. Menyala seperti perasaannya yang membara kini. Padahal di mangkuk itu sebelumnya sudah dihiasi potongan cabai rawit di sana-sini. Tapi gadis itu tak juga merasa cukup. Makanan pedas adalah favoritnya.

Obrolan kembali berlanjut, makin dalam dan kian hangat. Meski topiknya sangat sensitif jika terdengar oleh kaum adam yang jadi tema kemarahan mereka. Satu orang berceloteh, maka yang lain akan menimpali dengan semangat. Bergantian melempar hujatan dan cercaaan yang tiada habisnya. Juga sesekali menyelipkan curahan hati terselubung. Memang, teman adalah tempat paling nyaman untuk mengeluh.

"Pedes banget, ya," ucap Ochi yang sudah mulai berkaca-kaca.

Sora menatap mangkuk yang sudah kehilangan semua mi dan meminum kuah sisa berwarna merah menyala itu dari mangkuknya langsung. Wajahnya tak kalah memerah menahan emosi. "Bener, pedesnya sampe bikin nangis."

"Ih, kalo kalian nangis gitu, gue jadi mau  nangis juga, nih." Djenar mengusap hidungnya yang terasa berair dengan tisu.

Air mata luruh tanpa ditahan. Para gadis itu menumpahkan segala kesal pada makanan. Menjadikan mi yang mereka santap sebagai kambing hitam. Padahal dalam hati, masing-masing menangisi kisah cintanya yang pilu. Untung suasana kedai hari itu sedang sepi, sehingga tak ada yang menatap aneh pada mereka. Sedangkan para pelayan kedai sudah cukup terbiasa dengan tingkah aneh para pelanggannya.

Namun, saat eyeliner yang tadinya mempertajam mata indah Ochi luntur, Tyssa yang melihat hal itu lebih dulu jadi tertawa. Tak pelak malah mengubah sesegukan jadi kikikan.

"Lo juga, tuh," ujar Ochi saat sadar menjadi bahan tertawaan, langsung menunjuk balik riasan gadis itu yang tak kalah berantakan.

Tyssa mengusap wajahnya, tak ingin terlihat jelek. Tapi tindakannya itu malah membuat liptint peach yang mewarnai bibirnya tercoret hingga pipi.

Kali ini bukan cuma Ochi yang tertawa puas, tapi Sora ikut terbahak dan berkata, "Ada dua badut di sini."

"Empat badut," elak Djenar seraya mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan wajah mereka lewat kamera depan satu persatu.

Hujan reda, menyisakan rinai lembut. Gelap yang tadi menguasai langit mulai berganti warna jadi jingga. Keempat gadis itu sama-sama menghela napas saat memandang ke luar jendela. Hati mereka meringan, beban menguar seperti kuah mi yang tak lagi mengepulkan asap.

Djenar yang lebih dulu melepaskan pandangannya dari pesona cakrawala senja itu. Melihat satu persatu para gadis di hadapannya.
"Gue seneng banget bisa ketemu kalian di sini."

"Makasih loh udah mau nangis dan ketawa bareng." Sora meletakkan tangannya di atas tangan Djenar.

Melihat hal itu, Tyssa dan Ochi ikut melakukan hal serupa. Tangan mereka bertumpuk di atas meja, saling menguatkan.

"Guys, kalian percaya gak kalo pertemuan kita ini udah direncankan Tuhan?" tanya Tyssa yang bibirnya memerah karena kepedasan. "Gue kepikiran deh, jangan-jangan kita memang bertemu di sini biar bisa saling berbagi rasa sakit."

Sora menghela napas, lalu mengurai kembali rambutnya yang tadi terikat. "Bener juga sih, bukannya kita emang senasib, ya? Meski dalam versi yang berbeda."

"Tapi intinya kita tetap gadis dimabuk cinta yang lagi patah hati." Ochi tertawa miris, mengasihi diri sendiri.

"Gue jadi punya ide." Mata Djenar mengerling dengan bibir menyunggingkan senyum penuh arti. "Gimana kalo kita sama-sama putus aja?"

🎵🎵🎵

Niss's Note

Gimana sih si Djenar, putus kok ngajak-ngajak? Wkwk

Katanya sih, kalo kamu takut melakukan sesuatu sendiri, maka lakukanlah bersama-sama 😂

Kayak potongan lirik di bab kali ini.

"Kita tak dapat mengakhirinya (rasa sakit itu) sebelum semuanya (hubungan itu) berakhir."

Nulis bab ini rada susah karena aku harus ceritain keempatnya setelah beberapa bab lalu cuma fokus sama satu orang, jadi gimana menurut kalian, udah terasa gajenya, belum?

Biar  gak pusing karena bab ini, mampir di cerita song series yang lain, yuk. Ini ada ceritanya Mika dan Miko di lapak  Kak VitaSavidapius




Sementara semua orang menunggu suaranya, Miko memberanikan diri menatap Mika yang tengah menunduk. Beberapa kali Miko mengerjap, berharap gadis yang sudah melempar masalah seenaknya itu mengangkat wajah. Miko ingin sekali melihat mata gadis itu, mencari setidaknya tanda-tanda yang terpancar.
Sayangnya hingga lima menit berlalu, Mika tak kunjung menatapnya balik. Miko mendesah saat menatap para orang tua. Ada banyak harapan yang tercetak jelas di wajah mereka.

Lelaki itu bimbang, berkali-kali dia meremas jemarinya. Dengan satu tarikan napas, Miko akhirnya memberikan jawaban.

“Ya, Abang mau menikah dengan Mika.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro