Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. How You Like That

"But why we still looking for love?"

"Tapi kenapa kita masih juga mencari cinta?"

🎵🎵🎵

Ochi tak bisa menahan ekspresinya ketika melihat asap yang mengepul dari panci besar yang ada di dapur. Pupil mata gadis itu tampak membesar dengan mulut yang sedikit terbuka. Melihat seorang juru masak yang sedang mengaduk potongan-potongan daging di antara kuah kaldu seakan menjadi pemandangan menakjubkan hari ini. Tak kalah menggiurkan dari sajian bulgogi penuh wijen yang biasa ia lihat di video mukbang.

Takut khilaf dan malah melahap semua hidangan itu duluan, ia memilih keluar. Menghampiri Djenar yang sedang mendekor ruangan dengan arahan Tyssa. Warung khas Jawa Timur itu tampak sedikit berbeda dari pada saat pertama mereka datang. Bukan hanya hiasan dinding seperti perisai kayu bergambar logo Persebaya yang baru saja dibeli lewat online, tata letak meja dan kursi juga diubah sedemikian rupa. Bahkan kalender pun diganti jadi dua tahun sebelum ini.

Jika saja ada yang datang berkunjung tanpa tahu latar belakangnya, mungkin orang itu akan mengira ia sedang terlempar ke masa lalu. Djenar turun dari kursi setelah memasang jam dinding di sudut ruangan, beralih menenggak es jeruk yang gelasnya mulai berembun. Tyssa terkagum saat menatap sekeliling, ia benar-benar merasa ditarik paksa menuju hari dan tempat penuh memori itu. Paripurna, persiapan mereka bisa dibilang sudah sempurna.

Sementara Sora meletakkan kameranya untuk mendokumentasikan momen ini dengan hati-hati di balik radio jadul yang terpajang di salah satu rak yang menempel di dinding. Sesuai rencana semula, para gadis itu menyewa sebuah rumah makan tak jauh dari tempat mereka singgah. Sebuah tempat sederhana dengan nama 'Warung Kita' yang menjual berbagai makanan khas Surabaya. Memplagiat warung Cak Tomo di samping kampus yang jadi tempat jadian Zian dan Tyssa. 

"Dia jadi datang, kan?" tanya Djenar saat Ochi ikut duduk di sampingnya dan meminum es teh.

"Iya, satu jam yang lalu dia bilang lagi otw." Gadis itu beralih menyendok tahu telor yang sudah dimakan Djenar setengahnya. "Katanya sih, abis Dzuhur juga kayaknya sampe. Pas makan siang."

"Yah, lama banget dong." Tyssa menghela napas. Matanya memandang jam yang baru saja tergantung manis di sana.

"Ini udah jam dua belas, kok."

"Ya siapa tahu maksud dia abis Dzuhur itu artinya Ashar."

Ochi tertawa hambar. Djenar ikut tertawa, tapi bukan karena lelucon garing ala Tyssa, melainkan ekspresi Ochi yang seperti terpaksa.

Sora tak ikut bergabung. Gadis itu bergerak ke sana kemari, gelisah tiada henti. Bahkan bisa dibilang ia yang paling gugup pada rencana kali ini. Gadis itu terlihat berbeda. Jika biasanya ia selalu tampil feminim dengan memakai rok, sekarang Sora jadi terlihat lebih santai dengan celana terusan, menyesuaikan gaya busana Tyssa.

Untuk yang kesekian kalinya, gadis itu meneguk air mineral dari dalam botol, merasa dehidrasi pada kecemasannya sendiri, sebab ia terpilih menjadi aktris yang akan menggantikan Tyssa. Seakan benar-benar didukung oleh semesta, namanya jatuh tiga kali ketika mereka mengadakan undian. Sedangkan untuk pemeran laki-lakinya, Djenar berinisiatif meminta tolong salah satu karyawan warung itu.

"Duh, kenapa harus gue, sih?" tanyanya masih tak percaya diri.

Meski mulutnya masih sibuk mengunyah, Ochi tetap menyahut, "Lo udah yang paling cocok, Sor."

"Tapi gue, kan, gak bisa akting-akting gini."

"Anggap aja ini terapi biar lo gak malu-malu lagi."

Sora masih ingin mengelak, tapi seruan Tyssa membuatnya tak lagi berkata-kata.

"Eh, eh, itu Zian datang!"

Sora segera mengambil posisi, sedangkan ketiga gadis lainnya langsung bersembunyi di balik meja kasir. Membuat salah satu karyawan warung itu menyengir. Agak sedikit risih, namun juga merasa lucu melihat rekan kerjanya yang sekarang sedang bersiap untuk debut akting.

"Mbak Mika ingat, kan, rencananya?" tanya Ochi sekali lagi pada gadis yang bertugas di meja kasir itu.

Gadis itu mengacungkan ibu jari. Sebenarnya dia sempat menolak di awal, tak mau terlibat drama. Namun, saat Tyssa menceritakan duduk perkaranya, ia akhirnya menerima atas dasar perasaan senasib sebagai sesama perempuan.

Musik berputar, mengalunkan lagu Bawalah Pergi Cintaku. Seperti yang diduga, Zian termenung ketika kaki kanannya menginjak lantai rumah makan itu. Langkahnya mendadak beku, dan matanya terpaku pada suasana warung itu.
Suara lembut dan dalam dari seorang penyanyi laki-laki terdengar menyenandungkan lirik pembuka dari pemutar musik dari ponsel Tyssa, seolah menekan dada Zian hingga terasa sesak.

Bagaimana mungkin ia bisa lupa pada melodi penuh kenangan yang serupa mesin waktu itu. Juga ruangan ini yang terasa mirip dengan tempat istimewa baginya.

"Selamat datang," sapa Mika membuyarkan lamunan Zian.

Pemuda itu tertawa kecil. Masih menganggap hal itu kebetulan, meski hatinya terus bertanya-tanya. Ia lalu melangkah mendekati meja untuk memesan, tapi sang kasir langsung mengarahkannya pada meja yang sudah dipenuhi berbagai makanan.

Lagi-lagi Zian merasa deja vu, ada osengan daging dan kikil yang memerah oleh cabai, soto daging dengan aromatik yang memanjakan indera penciuman, serta sop tulang sum-sum yang jadi pemeran utamanya. Tak hanya sampai di situ, ada dua mangkuk dan beberapa piring berisi makanan lain yang ia sendiri tak yakin apa namanya.

Kali ini Zian mulai curiga. Ia harusnya tak terkejut karena tahu bahwa ini semua pasti sudah direncanakan oleh Tyssa. Tapi hatinya tetap berdebar dengan perasaan yang tak terjelaskan ketika duduk di kursi, tepat di samping kalender yang sudah kadaluarsa. Tahun di mana mereka mulai merajut kisah bersama.

"Mbak, dia ... maksud saya, orang yang pesan makanan ini belum datang?"

"Tunggu aja, Kak."

Zian mengangguk, lalu kembali memandangi makanan itu. Lagi-lagi perhatiannya disita oleh sang primadona. Tulang sum-sum yang menjulang, berhias sedotan, dan kuahnya yang ditaburi bawang goreng yang berlimpah. Di sampingnya ada tiga mangkuk kecil yang jadi pelengkap, berisi kecap, sambal goreng yang merona, serta irisan jeruk nipis. Meja itu penuh, tak ada tempat bagi tangan Zian untuk terlipat agar terlihat duduk manis, maka pemuda itu memilih bersandar sambil bersedekap.

Dulu, Tyssa memesan semua makanan itu tanpa peduli pada fakta bahwa Zian hanya anak kost yang sehari-hari cuma makan mi instan berbagai rasa. Sebuah senyum tipis tersungging. Pemuda itu tahu bahwa sang gadis pujaan tak punya perasaan padanya sejak awal. Ia yang lebih dulu merasakan hal yang berbeda dengan Tyssa.

Mungkin karena itu juga gadis itu ingin dia mundur dengan jalan membuatnya kesal. Namun, Tyssa malah merasa bersalah di akhir rencananya, karena pemuda itu menggunkan semua uang tabunganya tanpa marah sedikit pun. Mengejar-ngejar Tyssa sedemikian rupa, hingga akhirnya berhasil mendapatkan hatinya.

Hati yang kemudian ia bawa pergi tanpa dikembalikan dengan baik. Zian tak bisa memungkiri perasaan bersalah yang tiba-tiba saja muncul saat matanya bersitatap dengan manik hitam yang digenangi air itu tempo hari. Padahal saat ia memutuskan pergi tanpa pamit, Zian pikir seluruh debaran yang ia rasakan pada gadis itu telah sirna, berganti rasa kesal karena terus diatur olehnya.

Di tempat lain, Tysaa masih termenung. Mengintip penasaran pada ekspresi Zian yang berubah-ubah dengan cepat. Kadang tertawa geli, kadang juga sendu mengiringi. Jika saja tangan Ochi dan Djenar tak mengenggamnya erat, Tyssa mungkin sudah akan berlari hanya untuk bertanya pada pemuda itu.

Bagaimana? Apa lo suka dibuat menunggu seperti itu Zian?

Zian melirik jam dinding, sudah tiga puluh menit berlalu sejak ia duduk di kursi ini. Gadis yang ia tunggu tak juga menampilkan diri, Zian bukan takut kalau ia disuruh datang hanya untuk menunggu sendiri, tapi pertemuan kali ini sangat penting baginya untuk meluruskan sesuatu yang terasa salah di antara mereka. 

Pemuda itu sendiri bingung dengan perasaannya. Mengapa ia merasa terkekang tapi juga merasa kehilangan sekarang. Tak ada yang benar-benar mengerti cinta, maka ia harus pastikan sendiri.

"Natyssa, gue harap lo bener-bener datang," gumamnya seraya memejamkan mata, hingga pintu depan terbuka dan membuat Zian spontan berbalik. Melihat kehadiran seorang gadis yang juga sempat melirik ke arahnya dengan canggung.

🎵🎵🎵



Niss's Note

Akhirnya bab penuh makanan ini publish juga. Sedikit fun fact, aku nulis sambil makan daging sisa Idul Adha, dari yang enak sampe sekarang berasa eneg, wkwk.

Special thank to Kak VitaSavidapius
yang meminjakan warung makan beserta Mika untuk rencana menciptakan karma buat Zian, hehe.

Terima kasih juga buat tokohfiksi_ yang Langit-Rinjani-nya sempat muncul di Bab 3 dan Manna punya Tasyayouth yang ada di Bab 7. Kemarin-kemarin lupa mention, wkwk.

Kalian mampir dong ke semesta Song Series lain, hehe.

Oh ya, yang belum muncul tinggal Ava-Alby, nih, sabar ya tuteyoo aku cari kesempatan dalam kesempitan lagi nanti, haha. Buat sekarang, aku kasih intip cuplikannya dulu, deh.

*
*
*
*

"Kau bisa berdiri?"

Alby sialan. Di saat aku sedang membencinya, kenapa dia harus sepeduli ini padaku. Apa dia bermaksud mengikis tembok pertahanan yang susah payah kubangun dan belum kering semennya?

"Sebentar. Aku akan pergi sebentar lagi." Aku memejamkan mata lagi. Biasanya ini akan meringankan nyeri di kepalaku. Namun, kali ini rasanya sia-sia saja. Apalagi dengan Alby di dekatku. Bahkan ketika aku membuka mata, dia masih memandangku.

"Aku akan pingsan sekarang," racauku. Kelopak mataku sangat berat untuk dibiarkan terbuka. Hingga akhirnya kubiarkan diriku jatuh menimpa sesuatu yang bidang dan hangat. Aku mulai merasa hangat sebelum kesadaranku sirna dan semuanya gelap.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro