Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2

|Chapter 2|

-When Two Hearts Are Meant For Each Other, No Distance Is Too Far, No Time Is Too Long, And No Other Love Can Break Them Apart-

Tawa Revan menyembur begitu matanya membaca deretan huruf pertama yang masuk di emailnya. Pagi ini, salah seorang sepupu Alina yang memang terkenal usil mengirimkan email yang tak terduga.

From: Aldebaran Bachtiar <[email protected]>

Date: Dec 1, 06.12

Subject: Lebih Dari Masalah (LDM)

To: Revan Stephano Mahardhika <[email protected]>

Van, hari ini gue mau ngingetin soal rumus Fisika. Lo siap belajar gak?

Rumus: S = Vxt

S = jarak

V = kecepatan

t = waktu

Dari rumus fisika tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa kecepatan berbanding lurus dengan waktu. Semakin cepat maka semakin lama waktunya.

Lo jangan nanya gue dapet ilham darimana, pokoknya terima aja! Oke Van?

Kita ambil contoh kecepatan membalas text, terserah deh mau BBM, SMS, WA, Line dan apapun itu.

Jadi bisa diambil kesimpulan : semakin cepat lo ngebales text, maka akan semakin lama hubungan lo terjaga. Sebaliknya, semakin lama lo ngebalas text, maka akan semakin cepat hubungan lo berakhir!

Oke Bro? Anggep aja otak gue keserimpet tadi subuh jadi Fisika favorit lo itu kecampur ama curhatan bini lo tadi malam. Hahaha...

Hanya ngingetin aja. Yep Bro?

Regards,

Al

Tawa Revan yang membahana berhenti pada saat yang tidak seharusnya. Dia menyadari makna tersirat dari email yang dikirim oleh sepupu istrinya tersebut kepadanya.

Apa aku jarang membalas pesan?

Atau aku jarang mengangkat telepon dan menghubungi balik?

Apa mungkin aku kelihatan tidak menjaga hubungan?

Ah...Bullshit.

Apa Alina merasa kurang diperhatikan?

Atau Alina yang kurang bisa menangkap perhatian yang aku berikan?

Revan tahu, dia bukanlah jenis lelaki yang bisa menunjukkan kasih sayang dan perhatian secara terang-terangan. Revan bukan penggemar Public Display Affection seperti halnya Al. Dia tak pernah merasa perlu menunjukkan ungkapan cintanya kepada Alina melalui bunga dengan pengirim misterius yang tiba-tiba muncul di kantor Alina. Tidak juga dengan sebatang coklat di hari yang kata orang hari kasih sayang sedunia, atau candle light dinner yang banyak dia dengar dari mana-mana sebagai cara untuk menyenangkan kekasih.

Tidak...Revan bukan tipe seperti itu.

Perhatian Revan ditunjukkan dengan cara yang lain, yang mungkin tak pernah terpikir bagi orang lain bahwa itu adlaah hal romantis yang Revan lakukan. Bagi Revan, kadang kala dia merasa perlu mengesampingkan keinginan atau pun mimpinya demi melihat senyum di wajah orang yang dia cintai. Dan bagi Revan, orang itu adalah Alina.


"Van...," panggil Alina.

"Hmm...?"

"Kamu jangan main game mulu dong."

"Emang kenapa?" Revan memutuskan untuk men-pause apapun yang sedang ada di hadapannya dan mengumpulkan senyum untuk mendengarkan ocehan Alina. Daripada pulang tanpa kepala akibat tendangan berputar Alina? Jelas Revan memilih alternatif yang pertama.

"Kamu udah nentuin jurusan kuliah?"

"Belum. Kenapa?"

"Coba aku punya otak sejenius kamu, Van. Aku pasti udah milih jurusan yang berguna bagi orang banyak."

"Misalnya?"

"Ilmuwan, peneliti, penemu...pokoknya apa aja yang berguna bagi dunia."

"Oh..."

"Van, kamu tau gak kalo Al keterima di FK UI?"

"Kedokteran?"

Alina menganggukkan kepala kuat-kuat.

Revan speechless. Bagi Alina, definisi lelaki yang hebat luar biasa ada pada kedua sepupunya. Salah satu hal yang membuat Alina selalu bersemangat adalah ketika dia bercerita tentang kedua sepupunya. Bercerita di sini bukan hanya menyebutkan hal yang baik, tapi kelakuan yang membuatnya geleng-geleng kepala, keusilan luar biasa sampai perilaku yang membuat Alina menyarangkan tendangan berputarnya kepada salah satu atau keduanya.

Hubungan mereka bukan hanya layaknya saudara sepupu, tapi persahabatan mendalam pun ikut melengkapi dalam setiap kesempatan bersama.

Dan sekarang, Al si anak tengil dan mesum itu menyusul jejak Agil yang telah kuliah di jurusan kedokteran umum di Pontianak setahun yang lalu.

"Kayak Agil?"

"Iya. Ih...mereka pinter sih! Gampang buat mereka lulus PMDK Kedokteran. Lah aku?" Alina langsung manyun begitu mengumandangkan kalimat terakhirnya.

"Emang kamu kenapa?"

"Kamu pura-pura lupa apa nyindir sih Van? Kamu lupa gimana dahsyatnya gelengan Pak Widono waktu aku bilang mau ngambil jurusan IPA?"

Revan terbatuk langsung, menyamarkan tawa sebenarnya. Dia tahu sekali bahwa Alina sangat membenci pelajaran Biologi dan Kimia. Bagaimana Alina menyebutkan dengan yakin bahwa organ reproduksi belalang letaknya di kepala. Karena itulah dulu Revan sering sekali menyebutnya otak udang.

Tapi jangan salah, untuk urusan seni menggambar tak ada seorang pun yang mampu menandingi kemampuannya. Menuangkan benda tiga dimensi ke dalam bentuk dua dimensi mampu dilakukannya cukup dengan tangan kiri saja. Jika ditanya kenapa menggunakan tangan kiri, maka Alina akan menjawab dengan cerdas bahwa tangan kanannya gunanya untuk menonjok orang.

"Lagian emang kamu minat jadi dokter?"

"Minat sih, cuman..."

"Ngapain? Kamu kan udah sering cerita bahwa begitu Agil kuliah kedokteran, aktivitas dia cuman empat macam. Kuliah, praktikum, ngerjain tugas sampe begadang dan satu lagi...," kata Revan menggantung kata.

"Apaan?"

"Puasa ngomong."

Alina terkikik mendengar jawaban Revan.

"Kalau Agil, begitu dia inget buka puasa ngomong tau-tau udah jenggotan," gurau Revan. "Lagian kalo kamu masuk kedokteran nanti gak sempet latihan taekwondo."

"Iya sih Van, bisa ilang kemampuanku menghajar orang ya?"

"Menghajar orang? Cih...begitu selesai langsung panik minta anterin ke rumah sakit. Bukannya bagian bedah atau patah tulang kek, malah menjeritkan kuku kamu yang patah. Kan kampret, Lin!"

Kali ini bukan hanya terkikik, Alina terbahak lepas sampai keluar air mata mengingat kelakuannya sendiri. Bagi Alina, seganas apapun kelakuannya penampilan harus tetap nomer satu. Kehabisan tabir surya saja bisa membuat Alina kebakaran jenggot seperti habis stok pembalut sementara menstruasi sedang deras-derasnya.

"Bukan untuk menghajar orang, tapi untuk melindungi diri sendiri, Alina."

Alina terdiam beberapa saat, kemudian melanjutkan, "Kembali ke soal piliha jurusan. Kedua sepupuku jadi dokter. Mereka berguna bagi orang banyak pada akhirnya ya, Van?"

"Sure."

"Lalu aku?"

"Kamu akan berguna bagi banyak orang dengan bakat yang kamu punya, Lin."

"Maksud kamu aku berguna jadi debt collector gitu?" Alina berjengit dalam pertanyaannya.

"Nggak. Kamu tau, kalo dokter mana pun baru akan bisa bekerja dengan tenang jika mereka dilindungi oleh bangunan kokoh, kuat dan aman dan nyaman? Nah...tugas kamu lah untuk mewujudkan tempat mereka bernaung itu."

"Van...?"

"Aku tau kalo kamu suka sekali mendisain bangunan seperti itu, Lin. Hampir semua bukumu ada coretan abstrak berbagai bangunan terkenal di dunia lengkap dengan catatan modifikasinya."

"Van...?"

"Jadilah arsitek, Lin. Buat orang merasa nyaman dan betah sekaligus terlindungi dalam setiap bangunan yang kamu rancang. Berguna bagi banyak orang kan?"

Mata Alina mengerjap basah. Tak menyangka Revan bisa mendefinisikan bakatnya dengan begitu akurat.

"Ka..kalau kamu Van?" tanya Alina takut-takut. Karena dia tau keinginan terbesar Revan adalah bergabung dengan salah satu perusahaan penghasil game terbesar di Jepang.

Tiba-tiba pintu kantin terbuka, segerombolan lelaki dengan jas putihnya yang khas masuk. Rupanya mereka adalah utusan dari kampus dalam program pengenalan jurusan-jurusan yang ada di perguruan tinggi.

Mata Alina terpaku tanpa kedip ke arah mereka. Mulutnya sedikit terbuka.

"Aku akan menerima tawaran FK Unpad, Lin. Mereka sudah mengirimkan tawaran beasiswa yang tinggal kutandatangani."

Mata Alina beralih menatap Revan tak percaya. Kali ini dia ternganga membentuk bulatan. Dan mulai saat itu, Revan berjanji tak akan membiarkan lelaki berjas putih mana pun mencuri perhatian Alina. Cukup dia. Meskipun itu harus dibayar dengan mengorbankan mimpi terbesarnya.


Lamunan Revan terputus karena dering ponselnya.

"Ya Hallo, Nda?"

"Van...," terdengar jerit histeris di ujung sana. Suara Reval yang mengamuk tampak melatari.

"Alina ada apa?"

Pertanyaan Revan dijawab dengan isakan Alina. Ditingkahi oleh jeritan Reval yang terdengar sangat menderita.

Jantung Revan langsung berdegup kencang, "Hei...Alina, ada apa?"

"Va...n...Reval..."

"Iya Reval kenapa? Cerita yang jelas, Lin." Suara Revan terdengar naik benjadi bentakan.

"Dia...dia jatuh dari perosotan. Dia...anu...tangannya."

"Kok bisa?"

"Aku juga gak ngerti, Van. Tadi dia main di taman deket rumah. Tau-tau aku denger jeritan Reval."

"Lah...emang kamu di mana? Ngapain kok bisa sampai Reval jatuh?"

"Aku lagi ngasi Gaza makan. Gaza agak rewel, Van. Makanya aku bawa ke taman kali makannya bisa banyakan."

"Oni mana?"

"Oni masih beres-beres di rumah.

"Astaga...Alina, harusnya kamu tau kalo kamu gak yakin bisa ngawasin keduanya kamu harus ngajak orang lain. Apa gunannya ada Oni sama Ijah di rumah, Lin!"

"Van! Kamu kok nyalahin aku sih?" Kali ini Alina yang meradang.

"Aku gak nyalahin, Alina. Cuman kamu yaa..."

Suara Al tiba-tiba bisa di dengar Revan, "Alina, kita bawa Reval ke rumah sakit."

"Al...," kata Alina kemudian melempar ponselnya ke sofa karena melihat Al yang sudah meraup Reval dalam gendongan dan menuju mobil yang sudah siap disupiri Agil.

Meninggalkan Revan yang berteriak panik di ujung sana. Revan tahu, bukan saatnya dia mencari salah siapa, tapi seorang ayah yang paling jenius sekalipun akan menjadi bloon seketika mendengar lengkingan jerit kesakitan anaknya.

Ketika ponselnya berbunyi untuk kedua kalinya, dan Reval sangat berharap itu kabar dari keluarganya. Namun ternyata, salah seorang rekan kerjanya yang menghubungi.

"Dokter Revan? Ada kecelakaan kerja di North Mine Workshop. Bisa ke TKP sekarang, Dok?"

-oo0oo-

68 missed calls

17 new messeges

Revan menelan ludah. Saking terburu-burunya dia menuju TKP dia meninggalkan ponselnya di atas meja.

Tangan Revan bergetar begitu melihat daftar missed call teratas adalah nomer ponsel Alina, Agil, Al dan mertuanya. Mulut Revan langsung komat-kamit memohon pengabulan doa. Dia membuka SMS yang masuk dari urutan terlama.

Van, kamu dimana? Tangan Reval retak. Aku telponin kamu gak angkat-angkat.

Jantung Revan mencelos. Membaca kata 'tangan Reval retak' mampu membuat kakinya berubah menjadi jelly. Lemas seketika. Pasti sakit sekali ya, Bang? bisik Revan.

Revan melanjutkan membuka pesan berikutnya.

Van, kamu bisa pulang? Reval nyariin kamu.

Van, kamu kok gak bisa dihubungi?

Van, aku butuh kamu.

Telpon balik begitu membaca pesan ini.

Revan Stephano!

Revan segera menekan speed dial nomer satu di ponselnya. Tak lama kemudian, suara dingin Alina mengucapkan kata hallo.

"Alina, maaf tadi..."

"Gak usah minta maaf, Van!"

"Maaf ponselku ketinggalan, tadi aku..."

"REVAN! DARI DULU AKU INGIN BILANG KALO SUATU SAAT GAME TIDAK BERGUNA KAMU ITU BAKAL MENJADI MASALAH BUAT HUBUNGAN KITA. SAAT AKU BENER-BENER BUTUH KAMU, KAMU GAK ADA!"

"Alina...Sayang, denger..."

"Gak perlu! Aku gak perlu denger penjelasan apapun dari kamu, Van! Kami bertiga gak ada artinya dibanding mainan kampret kamu itu."

"ALINA. Dengerin dulu!"

"Gak usah, Van! Aku capek!"

"Alina, astaga...tadi itu ada kecelakaan kerja dan aku..."

"Lebih penting kejadian di kantor kamu daripada kondisi anak kamu sendiri, Van?" tanya Alina dalam bisikan.

"Bukan begitu, aku...tadi..."

"CUKUP, VAN! CUKUP! AKU GAK MAU DENGER APAPUN DARI KAMU LAGI. KAMU TAU, REVAL KESAKITAN DAN TERIAK-TERIAK NYARIIN KAMU. BARU SETELAH AGIL NGASI DIA ANESTESI DIA DIEM. BEGITU DIA SADAR, KAMU YANG PERTAMA KALI DIA TANYAIN VAN. HATI KAMU TUH DIMANA?"

"Astaga...Oke, Lin. Oke. Terserah apa kata kamu. Kita bicarain di Jakarta."

Sambungan ditutup tanpa sahutan. Revan bergegas mengemasi barangnya, berniat berangkat ke Jakarta sekarang juga. Pulang, dia harus pulang. Keluarganya membutuhkan dia.

Begitu Reval menyelesaikan panggilan ke General Affairs Departemen, menginstruksikan helikopter Optima siap diluncurkan menuju Jakarta, pintu ruang kerjanya terbuka.

Revan menoleh ketika satu suara berkata, "Dokter Revan, ditunggu di meeting investigasi rear coalition sekarang juga. Manajemen ingin mendengar pertanggungjawaban anda mengenai operator yang anda berikan status layak untuk bekerja padahal hasil Medical Record-nya buruk sekali."

-oo0oo-

FootNote:

Rear Coalition: Jenis kecelakaan kerja berupa hantaman bagian belakang unit besar kepada unit di belakangnya (sejenis sodomi :D). Biasanya berpotensi membuat operator yang di dalam kabin unit di belakang meninggal dunia akibat terhimpit dua unit alat besar yang berhantaman.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro