Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Katastrofe

Mereka memekik.

Menimbulkan beberapa tanya pada benak masing-masing dari mereka. Tidak ada yang mengetahui ataupun menyangka ketakutan melanda mereka.  Sungguh ironis bila mereka saling mendorong demi keinginan egois mereka sendiri. Sebagian dari mereka memohon pada maha Kuasa, dan sebagian lain terisak sembari berpelukan dengan seseorang yang mereka kenal.

"Ampuni aku," Begitulah sebagian yang mereka katakan. "Selamatkan aku."

Sungguh mereka memekik pada siapa. Namun sesuatu yang jelas dihadapan mereka adalah bangunan dan pepohonan terlihat menari-menari,  membuat manusia mabuk karenanya, padahal manusia tidak meneguk sesuatu apapun yang memabukkan, ataupun menikmati alunan musik dan bergoyang bersama.

Langit mencoba menirukan pekikan mereka,  dengan cahaya menyilaukan dan suara yang meraung-raung bagaikan singa. Mungkin langit penasaran dengan mereka yang memekik seperti itu,  dan mencoba menirukan nya. Hanya saja langit tidak dapat meniru mereka menari dan bergoyang.

Tangisan dan pekikan tetap berlangsung,  bahkan lebih keras dari biasanya.

Bbbraaaaakk... Bbbrruuukkkk...

Sekarang waktunya mereka melarikan nyawa yang sedang dipertaruhkan, dan mencoba segalanya pada keberuntungan mereka masing-masing. Selain bergoyang, mereka mencoba berlari secepat yang bisa dilakukan, karena bangunan telah merasa tidak sanggup menahan godaan dari bumi, yang terus menerus memabukkan, dan memilih hancur daripada berdiri kokoh bersama manusia. Tampak bangunan itu akan menjatuhkan puing-puing miliknya.

"Lariiiiii!"

Begitulah yang mereka ucapkan seiring bangunan itu rubuh, yang sedari tadi dianggap dewa yang tidak akan runtuh. Mereka berada di samping bangunan itu sebelumnya,  jadi tidak mungkin sebagian besar mereka dapat melarikan diri. Sebagian dari tubuh bangunan saja yang menimpa sebagian dari mereka. Tetapi, cukup membuat darah mereka yang tertimpa berat sebuah puing-puing bangunan, berceceran ke mana-mana dan merasa jijik jika ada yang melihatnya.

Bumi belum cukup puas membuat mereka semua mabuk. Walaupun mengatakan cukup di sebagian besar hati mereka, tetap saja bumi masih ingin melanjutkan hasratnya,  yaitu membuat mereka semakin mabuk.

Pekikan dan tangisan memenuhi suasana diri mereka saat ini. Termasuk badrun yang memegang sebuah tangan berwarna darah. Badrun menangis ketika memegang tangan itu,  seraya mengatakan. "Mira... Miraaaaa!"

Yang perlu diungkapkan saat ini adalah seseorang yang tertimpa puing-puing bangunan,  walaupun tidak ada yang tahu sebabnya dia berada di sana, tetapi dipastikan dia tidak dapat menyelamatkan nyawanya, bahkan tubuhnya sudah menyatu dengan tanah,  akibat berat dari puing-puing bangunan, diperkirakan lebih besar dan berat dari manusia itu sendiri. Sedangkan yang selamat dari tertimpanya puing-puing, hanya menangis yang bisa mereka berikan kepada yang tertimpa puing-puing bangunan.  

"Mas... Mas... " Seseorang menepuk pundak Badrun. "Cepat tinggalkan tempat ini. Berbahaya!"

"Mana mungkin aku meninggalkan pacarku!" Ujar Badrun bersikeras.

Tanpa menunggu badrun yang bersikeras tidak ingin pergi. Dua orang pria memaksa badrun,  menarik tubuhnya walaupun badrun tidak melepas tangan penuh darah itu. Badrun yang meronta-ronta bagaikan bayi kehilangan susu,  cukup merepotkan untuk memaksanya pergi. Pada akhirnya badrun pasrah, ketika tubuhnya harus kalah melawan dua orang yang menyeretnya paksa.

"Meriii... Merrriii!" Badrun terus memanggil seakan tangan itu lebih berarti, daripada dua orang yang menyeretnya paksa.

Bumi sepertinya sudah beristirahat dan tidak membuat para manusia, atau beberapa yang di darat merasa memabukkan lagi. Orang-orang yang sedari tadi hanya berjalan tidak beraturan,  dapat menguasai pergerakan mereka lagi. Sebagian dari mereka memasuki kendaraan dan pergi entah kemana, sebagian yang lain terutama badrun, lebih memilih menangis sembari mencoba ke tempat itu,  tentu saja dua orang itu masih menahannya pergi.

Ngguuiiinnggg... Nguuiinnggg

Sirine dari kendaraan berkotak putih. Beberapa lainnya mobil yang ramping dan berwarna biru,  diperkirakan beberapa kendaraan itu sengaja memilih ke tempat ini. Beberapa orang keluar dari kendaraan itu,  dan tanpa perintah ataupun larangan mereka pergi ke tempat badrun, yang menangisi tangan itu.

"Selamatkan yang terluka!" Ujar mereka sembari berteriak.

Badrun yang tidak bergeming,  dan menghiraukan beberapa orang yang telah lewat. Seseorang berkata pada Badrun, "Kamu tidak apa-apa."

Perhatian badrun yang menuju ke satu arah,  yaitu tempat tangan yang dia pegang di sana. Badrun yang merasa ingin segera kembali lagi ke sana,  tetapi dia mengurungkan niat dan memilih pergi. Badrun berkata," Maafkan aku, Mira."

Badrun pergi ke arah tempat parkir, dan beberapa motor terlihat berantakan di sana: Terbanting, terbaring,  terjatuh. Kondisi kendaraan di lahan parkir tidak begitu baik. Badrun menuju ke kendaraannya, sebuah motor thunder  kesayangannya. Setelah dia memperbaiki lalu lintasnya dari kendaraan lain yang terlihat menyulitkan untuk lewat,  dia menaiki kendaraannya dan bersiap untuk pergi. Sebelum berangkat, badrun memainkan handphone miliknya. Dia berkata, "Sayang, kau baik-baik saja?"

Tidak berapa lama terdengar balasan dari handphone itu, "Aku baik-baik saja." Ujarnya sembari menambahkan." Bagaimana denganmu?"

"Aku baik-baik saja," Badrun menambahkan."Apa kau terluka sayang?"

"Aku juga baik-baik saja sayang."

Badrun sedikit tersenyum. Nampak di sisi  pipinya terlihat mengkerut dan berbentuk gelombang. Badrun berbincang dengan seorang perempuan melalui handphone miliknya. Terdengar jelas bahwa nadanya bersuara lembut dan tidak terlalu berat, selayaknya suara seorang perempuan. Sepertinya badrun seakan melupakan Mira.

"Maafkan aku sayang, karena harus segera pergi menemui keluarga." Ujarnya seraya menambahkan." Nanti aku hubungi lagi."

"Ya,  Hati-hati di jalan Rina sayang."

Hanya beberapa patah kata saja,  dan obrolan berakhir begitu saja, tetapi membuat badrun tersenyum puas dengan kerutan pipinya itu.  Badrun berkata di hatinya."Syukurlah dia baik-baik saja."

Badrun hendak melajukan motornya,  tetapi handphone miliknya kembali berdering. Mau ataupun tidak. Badrun tidak jadi melajukan motornya dan memilih menjawab sebuah panggilan.

"Haayy Lisa sayang." Sebelumnya Badrun sudah melihat nama yang tertera pada layar handphone,  agar dapat memastikan namanya.

"Bagaimana keadaanmu sayang?" Badrun dihujani pertanyaan."Apa kau baik-baik saja?"

Berkebalikan dengan yang tadi,  dan terdengar lebih mencemaskan badrun. Suaranya sama seperti tadi bahwa badrun berbicara dengan seorang perempuan.

"Aku baik-baik saja sayangku." Balas Badrun.

"Kamu ada di mana,  say?"

"Aku ada di pantai."

Sebenarnya badrun berbohong. Dia ada di pusat kota dan berada di salah satu pusat perbelanjaan yaitu mall. Walaupun mall sudah rusak parah dan seseorang yang dipanggil mira oleh badrun, telah tertimpa puing-puing bangunan mall itu dan tewas seketika.

"Segera pergi dari pantai, soalnya gempanya itu ada di laut." Ujarnya dengan suara sedikit nyaring dan merusak pendengaran."Segera pergi sayang!"

"Ohh ya,  aku akan mengunjungimu sekalian ya sayang." Ujar Badrun mesra.

Badrun mengakhiri pembicaraannya dan terlintas di dalam pikirannya, "Aku harus segera pergi, sebelum seseorang melihatku mengenal Mira."

Badrun menyalakan motornya dan mengikuti jalan menuju tempat keluar dari area parkir. Sesekali dia melihat masih banyak petugas dan mobil-mobil bersirine,  dengan suara sirine yang cukup nyaring. Jalanan masih cukup padat, kemungkinan orang-orang sudah tahu yang terjadi, dan memilih ke tempat yang jauh dari laut.

Untuk beberapa saat,  badrun akhirnya dapat menyatu dengan lalu lintas dan pergi dari area parkir. Sesekali dia membunyikan klakson,  pertanda dia ingin secepatnya pergi. Sebagian dari mereka berkata kasar dan tidak baik ditiru. Kemungkinan rasa stres akibat mabuk,  terlalu keras bagi mereka.

Bumi kembali menggoda dengan membuat mabuk lagi,  kali ini sedikit lebih keras dari yang tadi. Sebagian dari mereka berdoa pada maha kuasa dan sebagian lain saling meledek ataupun berkata kasar,  dengan satu sama lain. Badrun tidak sabar ingin segera melaju, dan memilih melewati daerah pejalan kaki.

"Woyy gobloookk lloo!"

Walaupun salah satu pejalan kaki membentaknya, badrun tetap melaju santai dan mengambil jalan ke kanan. "Setidaknya secepatnya pergi." Badrun bergumam.

Seharusnya jalanan  menjadi sedikit kendaraan yang melaluinya,  sekarang dari arah manapun sudah penuh sesak kendaraan berkumpul. Tidak terbayangkan seperti apa ributnya klakson mereka dan kepedulian mereka ketika membunyikan klakson.

Badrun kembali bergumam,"Sial banget hari ini."

Tiba-tiba sebuah motor di depannya badrun terjatuh, hingga mengagetkan kendaraan lain di sisinya. Secara tidak sengaja terjadilah beberapa orang yang terjatuh dari motornya, termasuk badrun. Mereka menidih satu sama lain.

"Aaaahhhhh!" Badrun berteriak bersama yang lain.

Lebih menyakitkan dari teriakan itu adalah mengenai bagian panas dari kendaraan,  yaitu knalpot sebuah motor, tentu saja badrun merintih kesakitan ketika betis kaki kirinya menyentuh knalpot miliknya.

"Siiaall!"

Lebih mengejutkan adalah pohon yang berada di sisi jalan,  mungkin kehilangan keseimbangan dan jatuh persis ke arah badrun.

"Aaakkhh"

Badrun merintih kesakitan ketika kepalanya mengenai badan pohon itu. Matanya tertusuk ranting pohon. Dia kejang-kejang bagaikan hewan sekarat,  kemudian badrun tidak bergerak lagi.

***

Kembali di saat rina hendak pulang, tetapi dia masih berdiri di tempat parkiran,  dan kondisi parkiran terlihat berantakan dengan motor yang berserakan. Beberapa orang membantu memposisikan kendaraan mereka seperti semula,  dan rina sedikit terbantu dengan kehadiran seseorang yang membantu memposisikan motornya.

Tuuttt... Tuuttt

"Kenapa Badrun tidak mengangkat ya?"

Beberapa kali dia menekan handphone miliknya, dan kelihatannya dia cukup kebingungan,  bisa dibilang beberapa kali dia mengeluarkan kata keluhan. "Iisshh."

"Angkat dong sayang." Dia kembali mengeluh."Aku menelpon Ibu saja."

Dia menyerah menelpon badrun, dengan diiringi kata-katanya. "Iiihhh!"

Entahlah,  mungkin itu terdengar lucu bagi yang mendengarnya. Dia memulai percakapan dengan seseorang. "Halo, Bu."

"Rina. Di mana kamu,  sayang?" Ujar seseorang di dalam percakapan handphone.

dipastikan dengan nada seperti itu dia adalah seorang wanita. Tetapi nadanya sedikit berat seperti tenggorokannya sakit dan sulit berkata-kata. Rina menjawab, "Aku baik baik saja, Bu. Tetapi aku menunggu jemputan Badrun dulu."

"Loh,  kenapa Rina?" Ujarnya penuh tanya.

"Motorku kehabisan bensin, Bu." Rina mengeluarkan sedikit tawanya. "He he he."

"Ya ampun!" Terdengarnya seperti Rina akan di marahi habis-habisan."Makanya sering sering cek bensin!"

"Maaf,  Bu." Ujar Rina terlihat menyesal. "Aku akan naik taksi nanti."

Setelah beberapa kata perdebatan,  rina menutup pembicaraan dengan helaan nafas. "Haaahh."

Rina menoleh ke kanan maupun ke kiri, seakan dia mencari sesuatu yang nampak di bola matanya. Benar saja,  ketika dia fokus dengan satu tujuan yaitu pria berseragam hijau di sana.

"Gojek pak." Ujar Rina.

Pria berseragam hijau itu saling pandang ke temannya,  sisi kiri maupun kanan. Salah satu pria berujar. "Maaf kami sudah ada dipesan."

"Oohh ya dah."

Rina terlihat kecewa dan tidak dapat berbuat apapun, jadi dia berlalu dan meninggalkankan mereka. Terdengar mereka berkata, "Maaf neng."

Rina kembali berjalan, kali ini menuju ke arah jalan raya yang tepat berada di sana. Posisinya lumayan jauh. Rina sempat terhenti karena bumi mencoba menghentikan langkahnya dengan goyangan memabukkannya.

Terdengar suara dari belakang Rina, "Awaaasssss!"

Sesuatu mengarah tepat ke atas kepala rina,dengan kecepatan yang tidak bisa diukur. Bahkan rina tidak akan punya kesempatan bergerak,  untuk menghindari benda itu.

Pleeettaaaakkkk...

Rina tersukur sembari bermandikan darah yang berasal dari kepalanya. Sempat beberapa kali tubuhnya kejang-kejang seakan menikmati tidur di kasur yang empuk,  mungkin tidak terlalu nikmat bila kasurnya adalah tanah keras. Rina berujar, "Aaakkhh!"

Pada akhirnya tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Beberapa orang terutama pria berseragam hijau,  menghampiri letak tubuh rina yang bersimbah darah.

"Innalillahi wa innalillahi rojiun." Mereka berkata demikian ketika melihat tubuh Rina.

***

Setelah Lisa berbincang dengan Badrun melalui handphone miliknya. Lisa memerhatikan rumahnya yang telah porak-poranda gegara bumi yang terlalu nakal malam ini. Bersama keluarga dan tetangganya,  lisa mencoba menghibur diri dengan berbincang-bincang dengan tetangganya.

Perbincangan kecil seperti, "Apakah kalian baik-baik saja?"

Kurang lebih seperti itu, tetapi sebagian yang lain lebih memilih menangis ketika bangunan kesayangannya yaitu rumah,  telah rata dengan tanah.

"Pusat gempanya rupanya bukan dari laut,  tetapi di darat. Tepatnya di gunung."

"Apa. Bagaimana bisa!?"

Nampaknya terjadi perdebatan yang menentukan arah bumi berguncang,  beberapa di antara mereka menganggap itu tidak penting, tetapi berbeda dengan lisa.

"Katanya dari laut. Bagaimana sih!?"

Lisa seakan memarahi seseorang. Dia beberapa kali mencoba menggunakan handphone miliknya. Lisa berkata, "Angkat dong sayang."

"Cieee yang lagi telponan." Salah seorang perempuan dari mereka tetiba saja menghampiri Lisa.

"Gimana neh. Aku bilang ama Badrun gempanya di laut." Ujar Lisa yang terlihat panik dari kata-katanya."Gimana kalo dia ke tempat tinggi. Pasti kena longsor."

"Ngomong-ngomong Badrun'kan bersama Mira,  jadi dia pasti baik-baik saja."

"Apa maksudmu!"

Lisa tetiba saja marah dengan perempuan di hadapannya. Mereka sedikit tersenyum dan terkesan ingin mengerjai lisa lebih banyak.

"Jadi dia sekarang bersama Mira!"

Beberapa dari mereka menganguk, pertanda ucapan 'iya' bagi mereka. Lisa terlihat geram, seakan dia ingin menyatukan giginya lebih dalam, hingga tidak terasa dapat melukai giginya sendiri jika ditekan lebih keras. Lisa berkata,"Semoga mereka berdua mati."

"Jangan begitu Lisa." Ujar salah seorang dari mereka.

"Kenapa. Emang aku salah apa!?"

Lisa merasa emosinya sedikit membuat temannya terasa takut. Salah seorang dari mereka menjawab. "Tidak lucu berkata seperti itu di saat bencana ini."

"Sama saja kalian."

Mereka bertengkar di antara keinginan selamat atau dihancurkan. Ataukah mereka masih menganggap hari esok lebih baik dari sekarang. Beberapa orang di antara mereka tengah sibuk menyiapkan tenda dan lainnya. Nampaknya mereka akan bermalam di luar dengan cuaca dingin seperti ini.

"Lisa. Ayo bantu mendirikan tenda."

"Iya Ayah."

Nampaknya lisa membuang perasaan kesalnya terhadap badrun dan mira. Atau mungkin masih merasa kesal,  lantaran dia sesekali menendang batu-batu kecil layaknya seseorang yang ingin melampiaskan amarahnya, terhadap sesuatu yang kecil dan lemah. Terpenting bisa dikalahkan.

Lisa untuk sementara belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada badrun dan mira.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro