Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Yang Benar Saja

Beberapa jam yang lalu ....

Elai mengangkat wajahnya. Menatap pada cermin yang berada tepat di hadapannya. Memerhatikan penampilan dirinya. Pulasan make up-nya. Dan tentu saja tatanan rambutnya.

Untuk beberapa kali, Elai memalingkan wajahnya secara bergantian. Ke kanan dan ke kiri. Dan hal itu tentu saja membuat semua pelayan serta penata rias di dalam ruangan itu menjadi kecut seketika. Ekspresi wajah mereka sama. Yaitu menunggu dengan gemetaran. Dan tentu saja, itu bukanlah hal yang berlebihan mengingat mereka semua sudah mengenal Elai dengan sangat baik. Nona muda banyak maunya? Penghargaan itu sudah pasti jatuh pada Elai.

Hampir semua pelayan yang berada di ruangan itu telah bekerja untuk keluarga Elai sejak lama –terkecuali para pelayan hotel, tentunya. Maka sudah bisa dipastikan bahwa mereka telah hapal betul dengan sifat Elai. Dan kalau bisa diwakilkan dengan satu kata, maka kata itu pastilah: menjengkelkan.

Bukan tanpa sebab, tapi semua orang tau bahwa Elai benar-benar tidak mudah untuk dipuaskan. Gadis muda itu sungguh jelmaan nona muda penuntut. Ingat ya? Penuntut. Bukan penurut. Maka sudah bisa dipastikan bagaimana tegangnya mereka ketika Elai mengamati penampilannya. Hingga kemudian, suara Elai terdengar memberikan penilaiannya.

"Ehm ... ini bagus."

Kompak. Mereka semua mengembuskan napas lega. Walau mereka sedikit tak percaya bahwa saat itu tak ada sedikit pun keluhan Elai. Tapi, setidaknya mereka mencoba berpikir positif. Toh lagipula kalau mereka sedikit mengakui, bisa dikatakan bahwa seharian itu Elai tampak tak banyak berulah. Ia nyaris benar-benar menuruti setiap arahan periasnya. Tanpa melayangkan hardikan-hardikannya seperti biasa. Hingga membuat mereka berpikir.

Segininya coba efek mau tunangan berpengaruh ke Non Elai.

Maka ketika Elai sudah selesai didandani, beberapa orang pelayan tampak keluar dari sana. Menyisakan dua orang pelayan yang akan membantu Elai untuk berganti pakaian. Mengenakan satu kebaya bewarna kuning keemasan.

Elai bangkit dari duduknya. Membiarkan mereka mengenakan atasan kebaya itu pada tubuhnya sementara Elai lantas bertanya pada mereka.

"Ngomong-ngomong, orang tua aku ada di mana?"

Salah satu dari mereka menjawab.

"Tuan dan Nyonya ada di ruang sebelah, Nona. Ada apa?"

Elai mengerjap sekali. "Mereka sedang bersiap?"

"Iya, Non. Mungkin sebentar lagi selesai."

Elai mengangguk-anggukkan kepalanya. Tampak menarik napas sejenak, lalu ia kembali berkata.

"Ehm ... kamu bisa ke sebelah? Nanti kalau mereka sudah selesai bersiap, suruh ke sini. Ada yang mau aku bilangin ke Mama dan Papa."

"Oh, baik, Nona."

Maka setelahnya pelayan tersebut pergi. Menutup pintu dari luar dan membiarkan Elai berdua saja. Dengan pelayan hotel yang tengah menarik resleting pada atasan kebaya yang gadis itu kenakan.

"Ehm ... aku mau ke toilet bentar," kata Elai kemudian. Tepat ketika dilihatnya pelayan tersebut yang tampak akan beranjak meraih kain bawahan kebayanya. "Aku udah nggak tahan mau pipis."

Pelayan itu mengangguk. "Mari, Nona."

Tak menunggu lagi, Elai pun beranjak pada toilet yang terletak pada ruangan tersebut. Masuk dan membiarkan pelayan tersebut menunggu di depan pintu. Hingga beberapa saat kemudian, terdengar suara Elai dari dalam toilet.

"Eh, kamu bisa masuk nggak? Ini kayaknya kebaya aku nyangkut."

Pelayan tersebut mengerjap sekali. "Oh, iya, Non."

Setelah menyahut panggilan Elai, tangan pelayan itu terulur. Meraih daun pintu. Memutarnya dan lantas mendorong pintu itu untuk membuka. Tapi, ketika selangkah ia masuk, ia mengerutkan dahinya. Bingung lantaran tidak menemukan Elai di sana.

"Eh? Nona?"

Tapi, sedetik ketika ia melirihkan kata itu, maka sedetik kemudian pula ia mendadak merasakan satu benda yang basah dan beraroma menyengat dengan teramat kuat mendarat di wajahnya. Menutupi mulut dan juga hidungnya. Sontak saja membuat ia memberontak.

"Argh!"

Elai menggeram. Dari balik pintu, ia langsung merengkuh pelayan itu. Berjuang sekuat tenaga agar pelayan itu tak mampu melepaskan dirinya. Lebih dari itu, tangan Elai malah justru semakin kuat mencengkeram. Menahan lehernya dan semakin menekan saputangan yang telah basah karena kloroform di wajahnya.

"Umph .... Umph .... Umph ...."

Pelayan itu masih memberontak sekuat tenaga. Dorongan alamiah ketika merasakan gejolak di dalam perutnya lantaran aroma kloroform tersebut. Dan sementara itu, di belakang tubuhnya, Elai justru merutuk di dalam hati.

Ah, sialan!

Udah selama ini dia belum juga pingsan?

Yang benar aja!

Katanya kloroform itu untuk ngebius orang?!

Yang sebenarnya adalah ... memang. Kloroform memang telah lama digunakan sebagai obat bius. Dulu pun digunakan untuk kegiatan medis. Hanya saja sekarang sudah tidak dianjurkan lagi karena efek sampingnya yang cukup membahayakan kesehatan. Lebih dari itu, Elai yang hanya bermodalkan adegan picisan di film-film tidak mengetahui bahwa sebenarnya membius seseorang dengan menggunakan kloroform tidak semudah itu. Dibutuhkan dosis yang tepat dan waktu yang lama untuk kloroform bisa berfungsi, terutama bila dilakukan dengan metode saputangan seperti yang ia lakukan. Adegan film? Ckckckck. Mungkin sebaiknya Elai mencari panduan di Google saja.

Maka jangan heran bila hingga saputangan itu perlahan mulai mengering –lantaran kloroform yang pelan-pelan menguap-, pelayan tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda akan pingsan.

Ampun dah!

Kalau keburu Mama dan Papa datang, ini bisa gawat.

Aku udah berusaha setengah mati seharian ini untuk akting jadi cewek yang penurut.

Aku udah nggak bisa bertahan lebih lama lagi di sini.

Dan sibuk dengan pemikiran paniknya, tanpa sadar membuat rengkuhan Elai pada pelayan itu mulai mengendur. Hal yang tentu saja tidak akan disia-siakan olehnya. Hingga di detik selanjutnya, Elai terkesiap mendapati bagaimana pelayan itu berhasil melepaskan diri darinya.

"Nona ...."

Pelayan itu dengan napas terengah-engah berusaha menjaga jarak dari Elai. Mundur dengan kaki yang gemetaran. Pun dengan matanya yang tampak mengerjap berulang kali. Masih terasa gamang lantaran aroma kloroform tersebut.

Dan ... walau kloroform tidak benar-benar bisa membius, nyatanya bahan kimia itu tetap mampu memberikan efek bagi orang yang menghirupnya. Perut mual dan kepala pusing, itu setidaknya adalah dua efek yang bisa diderita. Terutama bila kloroform benar-benar mendarat di depan hidung.

Elai meneguk ludahnya dengan panik. Sekarang ia bingung harus melakukan apa. Karena jelas, pelayan itu berusaha untuk keluar dari toilet. Tampak dari kakinya yang bergerak melangkah. Tepat pada lantai yang sedikit basah. Dan ....

Kaki pelayan itu gemetaran. Tak mampu berpijak dengan mantap seperti biasanya. Terutama karena pandangannya yang sedikit terasa berkunang-kunang. Lalu ....

"Bruuukkk!"

Elai melihat pelayan itu terpeleset. Dan seketika saja kepalanya membentur lantai hingga menimbulkan suara yang mengerikan. Bahkan sampai membuat Elai bergidik ngeri karenanya. Spontan, Elai lantas menghampiri pelayan itu. Panik.

"Mbak, kamu nggak apa-apa?"

Elai bertanya dengan gemetaran. Mengguncang tubuh itu. Tapi, pelayan hotel itu sama sekali tidak bergerak. Seperti dia yang sedang jatuh ... pingsan.

Pingsan?

Elai seketika membelalakkan matanya. Baru tersadar dengan sesuatu yang penting.

Ya ampun, Elai.

Kan kamu emang mau dia pingsan.

Lah sekarang dia pingsan, kok malah kamu yang panik?

Buruan pergi!

Maka detik selanjutnya, ia pun bergerak. Dengan cepat melepaskan kebaya di tubuhnya. Menggantinya dengan seragam pelayan hotel tersebut. Dan menutupi tubuhnya dengan sehelai handuk yang kebetulan ada di sana.

"Maafkan aku. Tapi, aku benar-benar terpaksa melakukan ini. Mudah-mudahan kamu amnesia. Biar kamu lupa tentang tindakan aku."

Setelah memastikan semuanya aman, Elai lantas meraih ponselnya di atas meja rias. Membuka pintu dengan pelan. Celingak-celinguk beberapa saat. Dan kemudian langsung melarikan diri dari sana.

Sementara itu, beberapa saat setelah Elai melarikan diri, maka beberapa orang tampak masuk ke ruangan tersebut. Yang pertama adalah seorang wanita muda. Tampak lebih tua dari Elai dengan forum wajah yang bisa dikatakan hampir mirip. Dialah Olivia Rawnie. Seseorang yang seharusnya menjadi tokoh utama dalam pesta pertunangan yang akan diselenggarakan sebentar lagi. Tapi, sayang. Ia dan cowok yang dijodohkan sama-sama tidak menerima perjodohan itu. Dan sebagai gantinya, maka Elai yang akan mengisi posisi itu. Tentu saja dengan pria yang berbeda. Pria yang langsung bersuara dengan nada tak yakin.

"Elai?"

Ketika mereka masuk, tatapan mereka langsung memutari sekeliling ruangan. Mencari keberadaan Elai. Namun, tak ada tanda-tanda keberadaan gadis itu. Hingga membuat seorang wanita paruh baya, yang tak lain dan tak bukan adalah ibu Elai, tampak cemas. Pamela berkata.

"Mu ... ngkin dia ada di toilet."

Beberapa pasang mata langsung menatap pada dirinya. Di antaranya Bramanto –ayah Elai dan Olivia-, serta Diana dan Widodo –calon besan mereka-.

"Ah," lirih Olivia. "Aku cek ke toilet sebentar."

Olivia pun lantas langsung beranjak menuju ke toilet. Membuka pintu dengan harapan akan menemukan adiknya. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Tanpa mampu dicegah, ia menjerit.

"Aaah!!!"

Jeritan Olivia seketika membuat semua orang langsung menuju ke toilet. Dan mereka sama-sama terperanjat ketika mendapati seorang pelayan hotel yang tampak tidak sadarkan diri hanya ditutupi oleh sehelai handuk. Tanpa perlu dijelaskan lagi, semua orang sudah bisa menduga apa yang telah terjadi.

"Ini gimana, Bram? Kamu bilang Elai menerima perjodohan ini?"

Masih diselimuti syok karena fakta memalukan yang telah disebabkan oleh anak gadisnya, Bramanto justru mendapati Widodo yang mendesak dirinya. Raut wajah pria itu tampak mengeras. Dan Bramanto paham dengan jelas, hal itu wajar sekali.

"Ini nggak seperti yang kamu pikir, Wid. Aku yakin Elai cuma gugup dan---"

"Sampe melakukan hal seperti ini?!"

Bentakan itu membuat semua orang yang berada di dalam sana menjadi terdiam. Untuk beberapa saat, hanya ada deru napas yang terdengar. Mengabaikan beberapa petugas hotel lainnya yang menangani pelayan wanita yang pingsan itu, dua keluarga tampak sama-sama memijat dahinya masing-masing.

Bingung? Itu sudah pasti. Hingga kemudian, Olivia bangkit dari duduknya. Berkata dengan suara rendah, berusaha untuk menenangkan semua orang di sana.

"Aku keluar dulu. Mudah-mudahan aja Elai belum lama perginya."

Tapi, tak ada seorang pun yang merespon perkataan Olivia. Layaknya mereka yang sudah bisa menebak akhir malam itu akan menjadi seperti apa. Yaitu, kegagalan pesta pertunangan.

Hingga setelah Olivia pergi dari ruangan itu, tampak Widodo kembali berkata.

"Sudah! Kalau begini, kita batalkan saja perjodohan ini."

Bramanto dan Pamela langsung terhenyak di tempatnya duduk. Terlihat sama panik. Berusaha untuk menenangkan pria itu.

"Wid, kamu jangan emosi. Bagaimanapun juga, kita sudah sepakat untuk menjodohkan mereka berdua."

Diana tampak meraih tangan suaminya. "Pa, Mama yakin Elai cuma terlalu gugup. Mereka berdua udah lama nggak ketemu. Jadi, wajar saja kalau Elai ketakutan."

Mendengar pembelaan dari calon besan wanitanya, Bramanto dan Pamela tampak merasakan secercah harapan. Bagaimanapun juga, mengalami dua gali kegagalan pertunangan untuk anak gadis mereka, jelas bukanlah hal yang diharapkan oleh setiap orang tua di dunia ini.

"Tapi, Elai sudah ke---"

"Pa."

Satu suara terdengar menginterupsi perkataan Widodo. Membuat mereka semua menoleh pada sumber suara. Pada seorang pria yang tampak rapi dan tampan dalam balutan jas formalnya. Didominasi warna hitam, alis mata tebal dengan manik gelap itu terlihat menyorotkan tekad yang tak terbantahkan.

"Aku nggak bakal membatalkan pertunangan aku dengan Elai."

Beberapa detik, semua orang tua itu tampak diam. Layaknya yang terintimidasi kompak oleh aura pria itu ketika berkata. Lalu, mengabaikan semuanya, ia tampak merogoh ponselnya. Menghubungi seseorang.

"Aku kasih nomor ponsel. Tolong lacak secepatnya."

Hal yang membuat Pamela lantas tak mampu menahan desakan hatinya untuk bertanya pada calon menantunya itu.

"Kamu mau ngelacak Elai?"

Ia mengangguk. "Dia pasti udah ngebuang nomor dia yang sekarang. Elai pasti kayak gitu," katanya seraya menyeringai tipis. "Tapi, aku ingat dia selalu nyimpan nomor ponselnya yang dulu. Saat ia masih SD."

Keempat orang tua itu saling pandang. Tak berkomentar apa pun selain bertanya-tanya. Bagaimana bisa seseorang menyimpan nomor ponsel selama itu?

Tapi, kemudian lamunan mereka dibuyarkan oleh satu dering yang langsung disambut oleh satu pertanyaan.

"Sudah ketemu?"

Dan satu seringai miring tercetak di wajahnya. Tepat sebelum ia bangkit dari duduknya. Berkata pada orang tua dan juga calon mertuanya.

"Apa pun yang terjadi, kami tetap akan menikah."

*

Dan sekarang ....

"Ini, Mas. Kembaliannya ambil aja."

Perkataan itu bagai mematok kedua kakinya di lantai. Tapi, juga membuat ia seperti yang merasakan lututnya seperti kosong. Sementara rasa dingin layaknya menghinggapi tekuknya.

M-M-Mas?

Sesuatu terasa menggumpal di pangkal tenggorokannya. Membuat ia merasakan hawa panas yang terasa membakar dadanya.

Jangan bilang kalau dia lupa aku?

"Mas? Ini duitnya."

Kali ini, suara lembut itu membuat ia mengangkat wajahnya. Membuat ia bisa melihat wajah cantik yang tampak segar itu. Hanya berbalut jubah mandi dan rambutnya terlihat berantakan. Sudah cukup untuk menjelaskan bahwa ia baru saja menikmati mandi keramasnya.

Mengerjapkan matanya sekali, pria itu tampak menghirup udara dalam-dalam. Berusaha untuk menahan gejolak perasaannya –syok, tak percaya, dan juga emosi-, pada akhirnya ia hanya bisa mengucapkan nama gadis itu.

"Edelai Rawnie ...."

Sedetik setelah ia mengucapkan nama gadis itu, maka sedetik itu pula tangan yang mengulurkan uang itu tampak jatuh lunglai. Wajahnya yang segar dengan segera berubah memucat pasi. Seolah dirinya yang sedang melihat hantu.

"Ka-ka-kamu ... siapa?"

Tapi, tentu saja. Pertanyaan yang dilontarkan oleh Elai lebih mengerikan lagi di telinga pria itu. Berusaha untuk tidak berteriak di depan wajah Edelia, ia hanya bisa mengumpat di dalam hati.

Dia benar-benar ngelupain aku?!

Yang benar aja!

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro