Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6a. Tama Mahiswara


= Surabaya, hari ini =

Asha duduk tercenung di sofa kamar. Semenjak beberapa jam yang lalu, Khandra telah sadar dan dalam kondisi stabil sehingga dipindahkan ke ruangan biasa. Lelaki itu masih terpejam. Asha tahu, sebenarnya Khandra sudah beberapa kali bangun, namun tidak mau melihat ke arahnya. Setiap didekati, ia malah melengos dan lanjut menutup mata erat. Asha terpaksa berjaga dari jarak yang cukup nyaman bagi lelaki itu.

Melihat lelaki yang telah menjadi bagian hidup selama lima tahun itu tergolek lemah dengan tangan ditembus jarum infus, serta selang air seni menjuntai dari kemaluan menuju kantung yang digantung di tepi ranjang, hatinya terenyuh. Operasi berhasil menyelamatkan nyawa Khandra, akan tetapi bagian tubuh yang hilang tetap hilang. Khandra harus rela hidup dengan kondisi itu selamanya.

Diam-diam, bulir-bulir bening berguguran dari pelupuk wanita ayu berusia 27 tahun itu. Suasana seperti ini mengingatkan pada beberapa tahun lalu, saat putra semata wayangnya dirawat. Ia juga seperti ini, mengurus segalanya seorang diri, bahkan meratap dan tenggelam dalam ketakutan pun dijalani sendiri. Khandra selalu gagal hadir di saat putra tunggal mereka, Tama Mahiswara, membutuhkan pendampingan seorang ayah.

Desahan panjang mengiringi tubuh ramping yang dibaringkan ke sofa. Ia sadar benar, separuh dirinya jahat. Menganggap musibah ini sebagai balasan semesta atas perlakuan lelaki itu. Ah, dadanya selalu sesak setiap mengingat neraka yang dibawa Khandra ke dalam rumah tangga mereka.

"Ndra, pulang, dong? Tama panas tinggi. Tolong anterin ke rumah sakit," pinta Asha waktu itu melalui telepon.

Sore itu, setelah mengantar Tama yang baru berusia tiga bulan ke dokter praktik, lelaki itu langsung keluar rumah. Seperti biasa, tanpa menjelaskan ke mana tujuannya. Sekarang Asha baru tahu. Suara ribut-ribut yang menyeruak dari seberang membuatnya dapat menebak sedang apa lelaki itu.

"Aku masih sibuk." Khandra menjawab dengan ketus.

"Sibuk apanyaaaa? Kamu main badminton? Pulang cepet, anakmu demam tinggi!"

"Tadi udah minum obat, 'kan? Jangan-jangan kamu salah kasih."

Tentu saja Asha meradang. Ia sendirian di rumah kontrakan mereka. Mau mengetuk pintu tetangga, rasanya tidak enak. Masa punya suami malah mengganggu orang lain?

"Kok kamu nyalahin aku? Cepetan pulang, Ndraaaa!"

"Heh! Nggak usah pakai teriak-teriak gitu! Jangan-jangan anakmu panas karena pening dengar jeritanmu. Aku masih tanding satu kali lagi. Ini turnamen, Sha! Aku nggak enak sama teman."

Asha membanting ponsel ke kasur sembari memekik marah disertai tangis. Benar-benar malang nasibnya. Selama ini, boleh dikatakan hanya dirinya yang merasa mempunyai anak. Sedangkan Khandra tetap mempertahankan perilaku membujang tanpa merasa berdosa.

☆---Bersambung----☆

Hmm ... miris nggak sih dua orang ini?\

Mau double up? Beri emot api-api uang banyak yaaaa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro