Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

First Love (18+)

***






Hari berikutnya, masih tetap sama. Setiap Senin hingga Jum'at, Sarah tidak berdiam di rumah, dirinya sibuk untuk menimba ilmu di Art Center College of Design. Hari ini adalah hari Kamis, sehari setelah kemarin Sarah akhirnya bertemu dengan Ray. 


Malam kemarin, Sarah berusaha untuk menghindari Ray. Dirinya sengaja untuk tidak mengaktifkan ponselnya. Sebenarnya itu bukan sepenuhnya hal yang diinginkan oleh Sarah. Hanya saja dirinya masih bingung, masih memikirkan saat yang tepat untuk menerima semuanya. 


Sarah tentu saja menginginkan Ray. Sarah menyukai setiap hal yang ada pada dirinya. Namun seketika pemikirannya kembali pada hal dimana dirinya pernah berjanji bersama dengan Felicita, dimana keduanya ingin mengejar impian masing-masing dan akan mengesampingkan kehidupan asmara mereka terlebih dahulu. 


Sarah pun beranggapan bahwa Felicita pasti akan membencinya jika mengingkari janji. Namun di sisi lain, dirinya berharap bahwa Felicita sudah melupakan janji itu agar dirinya bisa merasakan cinta bersama dengan Ray. Otaknya kini memang terasa sudah dipenuhi oleh bayangan lelaki bermanik mata abu-abu indah itu. Hatinya pun tampak ingin sekali merasakan cinta Ray. Begitu pula dengan tubuhnya, yang membutuhkan pelukan atau pun sentuhan hangat pria itu. Oh Tuhan, Sarah memang terlanjur jatuh cinta pada Ray. 


"Sarah?" Felicita menyahut Sarah yang tampaknya sedang melamun. "Apa tadi kau mendengarku?" 


Sarah mengerjapkan mata, terlihat gugup. "Uh, ya." Dirinya mengangguk ragu-ragu karena sebenarnya Sarah tidak mendengarkan apa yang dibicarakan sahabatnya tadi. 


"Sarah, kau berbohong!" Felicita seperti biasa selalu menghalangi langkahnya untuk melanjutkan perjalanan. Gadis meksiko itu kini tengah menatap Sarah dengan serius sembari menyilangkan kedua tangannya di dada, berdiri tepat di hadapan gadis Inggris itu. 


Sarah menghembuskan nafas berat. "Oke, aku kalah! Sepertinya aku hanya tidak merasa dalam kondisi yang baik saat ini. Maafkan aku, sobat."


"Kau bisa menceritakan padaku tentang kondisimu, sobat." 


Sarah menghela nafas dengan lesu. "Oke, sebenarnya aku terus menerus memikirkan Ray sepanjang hari ini. Mungkin aku hanya merasa bersalah karena mengabaikannya semalam."


"Tidak! Itu bukan perasaan bersalah, sobat. Kau sedang jatuh cinta padanya! Namun di sisi lain, kau masih menyayangi dirimu sendiri, takut terluka akan dirinya. Maka dari itu, kau terus memikirkan hal ini." 


Sarah kini mulai merasakan kepalanya sedikit berputar-putar. "Entahlah, sobat."


"Well, lagipula semalam aku berkata padamu, Ikutilah kata hatimu. Ya, maksudku jika kau merasa Ray adalah pilihan yang tepat.. umm, kenapa tidak?" Felicita mencoba menenangkan kegundahan hati sahabatnya. Lantas dirinya kini melontarkan senyum hangat pada Sarah.


"Benarkah? Tapi kau tidak akan marah jika aku mengingkari janji?" 


"Janji?" Felicita bingung. Dirinya tampak menautkan salah satu alis. 


"Well, kau sudah melupakannya??" 


Felicita tampak tertawa renyah. "Tentu saja, tidak! aku mengingatnya. Kita pernah berjanji bahwa kita tidak akan mengutamakan kehidupan asmara sebelum impian kita tercapai. Tapi, sudahlah! Mungkin ini memang saatnya kau merasakan cinta dari seorang pria. Yup, merasakan cinta pertama dari Ray!" Felicita memainkan kedua alisnya dengan jarak muka yang didekatkan pada Sarah, mencoba menggodanya. Sarah mulai menampakkan tawa geli melihat tingkah sahabatnya.


Sarah terharu dengan nada suara yang terdengar bercanda. "Oh, aku merasa terharu! Kau memang yang terbaik, Feliz mamacita!" Dan kedua sahabat itu kini tertawa lepas dikarenakan Sarah yang memanggil nama Felicita dengan sebutan Feliz mamacita. 


Sarah dan Felicita kemudian melanjutkan perjalanan pulang. Seperti hari kemarin, keduanya tiba-tiba menghentikan langkah di depan pintu gerbang. Itu semua tentu saja dikarenakan sosok Ray yang kini terlihat tengah bersandar pada mobil Porsche miliknya, melemparkan senyuman seksi pada Sarah kemudian mendekatinya. 


"Hey, manis. Bagaimana kabarmu hari ini?" 


"Wah, sepertinya aku tidak ingin mengganggu." Sarah hanya terdiam, dan malah Felicita-lah yang menjawab sahutan Ray. "Aku pulang duluan, oke!" Felicita akhirnya berpamitan pada Ray dan Sarah. Dirinya sempat mengedipkan mata pada Sarah seolah-olah ingin berkata Semoga Sukses. 


"Umm, kau bisa pulang bersama kita, sobat!" Ketika Felicita sudah hampir menjauh, Sarah berteriak, berusaha menawarkan tumpangan pada sahabatnya. 


"Tidak, terima kasih, sobat! Selamat bersenang-senang!" Felicita berteriak, membalas ucapan Sarah. Ray menggelengkan kepalanya lagi dengan senyum tawa, melihat tingkah sahabat Sarah. Keduanya –Sarah dan Ray kini tampak hanya berduaan kembali seperti hari kemarin.


"Hey, ada apa denganmu, manis?" Ray menggerakkan tangannya pada bagian dagu Sarah, seperti berusaha mengangkat wajah wanita itu yang tengah menunduk. "Kau terlihat lesu, mau beritahu aku?" 


"Umm, tidak apa-apa." Sarah menyingkirkan sentuhan tangan Ray perlahan, dan dirinya kemudian menggenggam jari Ray seperti tidak ingin kehilangan sentuhan lembut pria itu dengan begitu cepat. "Ayo, kita pulang." Sarah tersenyum pada Ray. Lantas Ray membalas senyuman Sarah sembari mengangguk, pertanda setuju dengan ajakan Sarah untuk pulang.


Kedua insan berlawan jenis itu sekarang berada di perjalanan pulang menuju apartemen Sarah. Tentu saja, Ray akan mengantarkan Sarah pulang terlebih dahulu. Suasana di dalam Porsche biru itu terkesan hening beberapa menit lalu. Sarah dan Ray tampak larut dalam pikiran masing-masing. Tapi kini, Ray sepertinya tengah berusaha untuk memecah keheningan. 


"Sarah, apa yang kau lakukan semalam? Maaf, aku hanya ingin tahu." Ray bertanya dengan pandangan fokus ke arah depan. Bukannya Ray tidak mau menatap wajah Sarah saat berbicara, namun dirinya kini tetap harus memperhatikan keadaan dimana dirinya tengah mengemudi. Ya, dirinya harus tetap berusaha untuk berkonsentrasi. 


"Umm, maaf .. aku ketiduran semalam. Aku merasa lelah.. Maafkan aku, Ray. Aku sepertinya masih belum bisa memberimu jawaban." Sarah berkata dengan begitu lirih, dirinya merasa bersalah karena telah sepenuhnya berbohong. 


"Oke, tidak apa-apa. Aku mengerti dan aku hanya berharap semoga kau tidak sedang membohongiku." Ray menoleh sebentar pada Sarah dengan senyuman hangat, dan senyuman itu tampaknya mampu membuat Sarah berada di puncak rasa bersalah. Oh Tuhan, mengapa Ray harus selalu tahu dengan apa yang tengah dirasakannya? Ingin sekali, rasanya Sarah untuk berada di dalam pelukan pria itu dan memintanya untuk berhenti mengucapkan kata-kata yang mampu membuat Sarah merasa semakin berada dalam kesalahan.


"Tidak, Ray.. aku bersungguh-sungguh. Aku tidak membohongimu." Sarah melontarkan senyuman tipis dengan nada suara masih terdengar lirih. 


"Well, aku hanya sedang berpikir jika kita akan pergi keluar di malam sabtu ini. Kau tahu, aku ingin mengajakmu berkencan, manis." Ray menoleh lagi pada Sarah meskipun hanya sebentar, kali ini dengan nada suaranya yang terdengar bersemangat. Ray memang sedikit aneh tapi dia tetap saja tampan dan seksi, pikir Sarah. 


"Umm, ya itu terdengar seperti ide yang sangat bagus." Sarah tersenyum dan terdengar bersemangat juga. 


"Ya, tentu saja. Itu pun jika kau mau menerima cintaku malam sabtu ini." Ray seperti sedang berusaha menyindir Sarah. Alhasil Sarah kini mulai kembali dirundung rasa bersalah."Oke, kali ini aku akan memberikanmu jawaban yang sesungguhnya. Ya, itu pasti." Sarah menampakkan senyuman meyakinkan pada Ray. 


"Ya, kita lihat saja nanti. Dan jika kau tidak datang, aku akan menyimpulkan bahwa kau menolakku. Setelah itu, aku akan memastikan padamu bahwa aku akan pergi untuk menjauh, perlahan mundur untuk mendapatkanmu. Setuju, manis?" 


Pernyataan Ray yang akan segera pergi meninggalkannya jika dia tidak datang malam sabtu ini, sepertinya benar-benar mampu membuat Sarah termenung. Entahlah, mungkin di dalam lubuk hatinya yang terdalam, Sarah tidak rela jika harus berpisah dengan Ray. Sarah merasa takut untuk kehilangannya. Sarah benar-benar tidak siap untuk menghadapi hal itu. Maka dari itu, dirinya harus segera menentukan pilihan sebelum hari dimana pria itu memberikan kesempatan terakhir padanya benar-benar tiba. Dan sepertinya, Sarah sudah mulai mengetahui apa yang harus diputuskan olehnya. Dirinya ingin mencoba untuk mengikuti kata hati seperti yang dikatakan oleh Felicita.


"Setuju."


Dari : Meredith Sarah Isabelle

Ke : Felicita Evelyn

Subjek : First Date

Hey, sobat! Coba tebak? Malam ini adalah kencan pertamaku dengan Ray! Well, maafkan aku baru mengatakannya padamu hari ini :(

Kemarin aku tidak merasa dalam kondisi yang baik. Maka dari itu, aku melewatkan kelas Mrs. Ramirez, dosen favoritku. Dan maaf jika aku baru memberi kabar.

Ugh, aku merasa begitu banyak mengucapkan kata maaf padamu hari ini :(


Dari : Felicita Evelyn

Ke : Meredith Sarah Isabelle

Subjek : First Date

Woah, rupanya aku telah melewatkan banyak hal. Jadi, kau dan Ray akhirnya resmi berpacaran? Jika iya, well, selamat sobat!! Aku turut bahagia mendengarnya!! :D Dan kemana kau dan Ray akan berkencan by the way?


Dari : Meredith Sarah Isabelle

Ke : Felicita Evelyn

Subjek : First Date

Oh, tidak! Aku dan Ray belum resmi berpacaran. Hanya saja dia memberikan kesempatan terakhir, seperti jika aku datang ke suatu tempat yang diperintahnya malam ini berarti dia menyimpulkan bahwa aku mau menjadi miliknya. Tapi jika aku melakukan hal sebaliknya, maka dia akan berkesimpulan bahwa aku telah menolaknya.

Dan aku masih belum tahu kemana aku dan Ray akan pergi kencan :( Dia belum juga memberitahuku :(


Dari : Felicita Evelyn

Ke : Meredith Sarah Isabelle

Subjek : First Date

Apa?? Jadi, Ray tidak memberitahumu akan pergi kemana? Lalu bagaimana dia akan tahu jika kau datang? Apa dia berusaha menjebakmu atau apa?

Sarah, aku hanya mengira bahwa Ray adalah orang yang benar-benar aneh. Well, maafkan perkataanku ini, sobat. Tapi kurasa kau harus hati-hati padanya!


Dari : Meredith Sarah Isabelle

Ke : Felicita Evelyn

Subjek : First Date

Oh, yay! Tidak, sobat! Kurasa dia tidak aneh! Coba tebak? Aku baru saja mendapatkan pesan darinya. Dan dia mengajakku menonton! Kau tahu Fifty Shades of Grey? Film yang tentu saja sedang banyak dibicarakan orang-orang?

Ya, ku rasa aku akan menikmati malam ini bersamanya! xO hahaha xD


Dari : Felicita Evelyn

Ke : Meredith Sarah Isabelle

Subjek : First Date

Oh, Tuhan! Ini benar-benar tidak baik. Kau lama-lama terlihat mirip dengannya. Kau aneh! Hahaha.

Well, kurasa Fifty Shades of Grey bukanlah pilihan yang bagus. Karena aku berani bertaruh jika kau menonton film itu bersama dengan seorang lelaki, kau tidak akan pulang dalam keadaan virgin lagi, sobat!

Jadi, kumohon coba pikirkan lagi ;D Aku menyayangimu xO No homo, okay? Haha!


Dari : Meredith Sarah Isabelle

Ke : Felicita Evelyn

Subjek : First Date

Baiklah, sobat! Aku akan mencoba untuk membujuknya agar tidak menonton film itu. Aku yakin aku bisa! Doakan saja, sobat! Semoga malam ini semuanya berjalan dengan semestinya :D

Hahaha aku menyayangimu juga, sobat! Begitu pula dengan Ray xD Oh ya, sepertinya aku sudah mulai mencintainya xD

Sampai jumpa lagi, sobat! Aku akan segera kembali!


Dari : Felicita Evelyn

Ke : Meredith Sarah Isabelle

Subjek : First Date

Well, tunggu disitu, sobat! Aku akan datang dan mengantarkanmu dengan Lamborghini.

Oh, oke.. jangan tanyakan padaku soal Lamborghini ini. Karena tentu saja ini milik ayah dan aku akan mencoba merayunya supaya kau bisa pergi dengan selamat!

Aku tidak akan pernah membiarkanmu terluka sedikitpun! Mengerti, sobat? So, tunggu saja kedatanganku ;D 

Aku akan datang dalam sepuluh menit!


Dari : Meredith Sarah Isabelle

Ke : Felicita Evelyn

Subjek : First Date

Woahhhh, Terima kasih sobat! Kau sangat manis! Aku benar-benar menyayangimu! xD Sampai jumpa sepuluh menit lagi !


Sarah mulai log out dari akun G-mail-nya, seperti hendak bersiap-siap pergi. Ya, bisa dibilang malam ini adalah kencan pertamanya dengan seorang lelaki. Seorang pria berambut hitam, bermanik mata abu-abu yang indah, dan bentuk tubuhnya yang seksi. Pria itu pastinya adalah Ray Frederick.


Sarah membuka lemari pakaiannya, mencoba mencari pakaian apa yang cocok baginya untuk kencan. Oke, perlu dipertegas lagi bahwa ini adalah KENCAN PERTAMA.


Sarah memang terkesan seperti seorang gadis yang sangat old-schooled. Oke, mungkin dikarenakan Sarah yang baru saja mengenal apa itu berpacaran ketika usianya menginjak ke dua puluh tahun. Dirinya belum pernah berhubungan dengan siapapun selama ini, terkecuali bersama sahabatnya, Felicita. Mereka berdua sudah saling mengenal dan membina hubungan persahabatan selama 8 tahun.


Lalu Sarah berpikir ini sungguh aneh ketika pada akhirnya dirinya akan segera merasakan cinta dari seseorang yang dia rasa dia pun menginginkannya. Sarah selalu tidak pernah mengira bagaimana bisa seorang gadis yang dulu terlihat jelek bahkan gemuk, pada akhirnya bisa memiliki seorang penguntit yang kemudian berujar bahwa dirinya mencintai Sarah? Bagaimana bisa? Sarah masih tidak mengerti.


Pemikirannya kadang selalu berbalik pada masa dimana ketika itu dirinya masih berusia sekitar 16 tahun. Saat pertama kali masuk SMA, Sarah pernah merasa dijebak dalam sebuah permainan yang dibuat oleh teman-temannya. Ketika Sarah berada dalam kekalahan permainan sebuah botol yang mengarah padanya. Oke, itu adalah permainan truth or dare, dan Sarah saat itu memilih dare. Maka dari itu, dirinya harus mendapati tantangan dari teman-temannya untuk memberanikan diri dalam mengungkapkan perasaan.


Jika tidak salah, saat itu Sarah menyukai seorang teman sekelasnya, dan namanya adalah David. Dan David bisa dibilang adalah seorang laki-laki tampan bagi Sarah saat itu. Dengan keberanian yang coba dikumpulkan Sarah, dirinya pun mengungkapkan semua perasaan sukanya pada lelaki itu. Alhasil momen memalukan itu benar-benar menimpanya, David hanya merespon rasa suka Sarah dengan tawaan menggelegar berkata, 'Oh, Tuhan yang benar saja! Kau jelek dan tidak pantas untukku,' dan setelah itu teman-temannya –David malah ikut menertawakan Sarah. Sejak saat itu, Sarah selalu merutuki diri sendiri bahkan benci jika harus memiliki perasaan suka terhadap lelaki tampan. Dirinya selalu berpikir, Oh, Tuhan, aku memang tidak pantas! Ya, Sarah benar-benar tidak mau mempermalukan dirinya lagi.


Tapi untuk hal ini, benar-benar berbeda. Ray adalah pria tampan pertama kali yang mau mengakui keberadaannya. Bahkan Ray juga memperlakukannya dengan sangat manis, dan tak segan berucap bahwa dirinya mencintai Sarah pada hari itu.


Sarah memang tidak ingin mempercayai perkataan Ray secepat itu, namun tentu saja dirinya percaya bahwa keajaiban akan datang, dan Tuhan Maha Adil. Dan yang dibutuhkannya sekarang adalah menjalani semuanya. Membiarkan cerita hidupnya mengalir begitu saja seperti air.



***



Suasana di luar gedung ArcLight Cinemas - Pasadena itu tampak ramai. Mungkin dikarenakan pula bahwa malam ini adalah sabtu malam. Malam dimana orang-orang yang tengah memadu kasih bebas berkeliaran keluar. Dan kebanyakan orang-orang yang berdatangan sudah dipastikan telah memiliki pasangan.


Dentingan jam terdengar dari balik jam tangan bermerek Alexandre Christie yang menempel di tangan Sarah. Suara dentingan jam itu memang terdengar kecil, namun bagi Sarah suaranya terdengar nyaring, itu pun dikarenakan dirinya saat ini tengah dilanda kebosanan, dan jika seseorang tengah merasakan hal yang tidak mengenakkan hati, biasanya hal sekecil apapun tampak atau terdengar jelas.


Kira-kira sudah sekitar 30 menit lalu, Sarah menunggu kehadiran Ray yang hingga sekarang belum juga menampakkan diri. Dirinya merasa kesal dan sepertinya tampak menjadi-jadi ketika Felicita yang berada di sampingnya, di dalam Lamborghini itu mengatakan sesuatu.


"Lihatlah! Sekarang Ray belum juga datang! Sepertinya dia benar-benar ingin menjebakmu!"


"Sudahlah! Kita coba sekitar 30 menit lagi, dan jika dia tidak benar-benar datang, kita pulang!" Entah mengapa, Sarah menyesal dengan perkataannya barusan. Tentu saja, dirinya belum ingin pulang. Dirinya seperti tidak bisa jika tidak melihat pria itu sehari saja. Oke, Sarah sadar bahwa sepertinya perasaan itu sudah benar-benar berlebihan. Tapi, mau bagaimana lagi? Semuanya sudah terlanjur terjadi. Sarah tidak boleh menyalahkan keadaan, karena semua yang dialaminya tentu saja adalah rencana Tuhan. 


Sarah harus bisa mengucapkan rasa syukur karena setidaknya hidupnya kini telah berubah. Dirinya sekarang bukanlah Sarah yang jelek dan gemuk seperti saat itu, melainkan tampaknya kini Sarah sudah berubah menjadi seorang wanita cantik dengan ukuran badan yang ideal. Ya, setidaknya itulah ungkapan yang didapatinya saat ini, pujian mulai datang menghampiri. Terutama ketika Ray menyebut Sarah dengan panggilan manis, rasanya benar-benar seperti ingin sekali dirinya melayang tinggi menuju langit ketujuh.


"Sarah?" Felicita menjentikkan jarinya di hadapan Sarah. Lantas membuatnya tersadar dari lamunan. "Kau melamun lagi?" 


"Uh, tidak!" Sarah menggeleng keras, mencoba meyakinkan sahabatnya bahwa dirinya tidak melamun meskipun sebenarnya iya. 


"Well, terserah!" Felicita memutar bola matanya, dan kini dirinya menunjuk ke arah luar, dimana dirinya melihat sesosok pria yang ditunggu Sarah sedang bersandar di depan mobil Porsche-nya, seperti sedang mengetikkan sesuatu pada ponselnya. "Coba, lihat! Siapa yang datang!" 


"Oh, Tuhan. Itu Ray!" Sarah terdengar sedikit memekik. Dirinya sungguh senang, dikarenakan pria yang sedari tadi ditunggunya akhirnya datang. 


"Ayolah, cepat keluar! Dia menunggumu!" Felicita mendorong Sarah agar keluar. "Semoga beruntung, sobat!" Felicita kemudian melemparkan senyum pada Sarah, ketika dirinya telah keluar dari Lamborghini itu. 


"Well, terima kasih, sobat!" Sarah terlihat gugup ketika mengucapkan kata-kata itu melalui kaca jendela mobil. Alhasil Felicita pun terkekeh melihat tingkahnya, sebelum pada akhirnya gadis meksiko itu telah pergi meninggalkan Sarah. 


Sarah terlihat menghela nafasnya agar rasa gugupnya segera hilang. Tubuhnya kini mulai berbalik dengan perasaan terkejut ketika seseorang memanggil namanya sembari menyentuh bahunya semula secara tiba-tiba, menampakkan sesosok pria tampan, dan pria itu adalah Ray.


"Hey, kau di sini rupanya. Ku pikir kau tak'kan datang." Ray melontarkan senyuman bahagianya pada Sarah. Mungkin senyuman itu tercipta dikarenakan dirinya menemukan Sarah yang pada akhirnya datang. Dan tentu saja, itu bisa diartikan bahwa kedatangan Sarah merupakan pertanda baik. "Jadi, apa ini jawabanmu, manis? Kau menerimaku?"


Tatapan mata abu-abu indah itu sepertinya mulai mengarah pada keseluruhan tubuh Sarah. Ray memandangi Sarah dari atas kepala hingga ujung kaki. Wanita dihadapannya tampak sempurna, mengenakan jaket jeans biru muda yang menutupi tanktop berwarna orange seksinya dengan mengenakan celana berbahan jeans denim, lengkap dengan high heels berwarna biru tua. Ya, semua wanita sepertinya senang mengenakan itu –high heels, pikir Ray.


Sarah rupanya hanya mengangguk dengan senyum manisnya, tampak seperti malu-malu. Pasangan itu kemudian tertawa bersama. 


Ya, Sarah sudah memberikan kepastian pada Ray bahwa dirinya menerima cinta lelaki itu. Keduanya bisa dibilang telah resmi berpacaran malam ini. 


Dengan begitu manis, Ray mendekat ke arah Sarah dan meraih punggung gadis itu, merangkulnya. Ray mencoba menuntun Sarah ke dalam gedung bioskop, dan Sarah sepertinya merasakan sentuhan panas dalam tubuhnya ketika Ray menyentuhnya. 


Oh ya, Ray memang hot. Terutama ketika Sarah melihat penampilannya malam ini, dengan mengenakan kemeja berbahan jeans, keseluruhan pakaiannya menggunakan jeans, bentuk rahangnya yang terlihat kokoh, dan sungguh pria itu terlihat maskulin. Oh, Tuhan. Mengapa Ray selalu terlihat mempesona setiap harinya? dan Sarah kini mulai merutuki dirinya sendiri lagi dan lagi. 


"Kau yakin, kita akan menonton Fifty Shades of Grey?" Sarah tengah menelan ludah, dirinya sedang berpikir bagaimana caranya menyangkal. Otak Sarah ternyata masih mengingat salah satu nasihat sahabatnya –Felicita, bahwa dirinya tidak boleh menonton film yang berbau seks dengan seorang lelaki. Itu pun jika dia masih ingin menjadi seorang virgin ketika pulang. Dan Sarah sebenarnya memang belum pernah menonton film itu. Tapi menurut penuturan beberapa temannya di kampus, Fifty Shades of Grey memang film yang menyajikan beberapa adegan seks di dalamnya. Begitu pula dengan Felicita yang sudah mengetahuinya terlebih dahulu tanpa menonton film itu melainkan mendengar dari beberapa omongan mulut ke mulut, sama seperti Sarah. "Karena kurasa menonton film ber-genre action itu terlihat lebih menyenangkan!" Sarah menampakkan senyum anehnya pada Ray mencoba meyakinkan, meskipun Sarah tahu jika Ray tidak akan semudah itu yakin pada alasannya.


"Benarkah? Setahuku, kau belum pernah menonton film ini. Dan tadi sore kau bilang 'ya', dan itu artinya kau setuju. Lalu aku telah menyimpulkan bahwa kita akan tetap menonton film ini. Plus, aku lihat, kau tentu saja bukan tipe seorang wanita penggemar film action." Ray mendekatkan wajahnya pada Sarah, mengedipkan salah satu matanya seperti berusaha menggoda. Dan Sarah memang telah tergoda akan hal itu. 


"Uh, umm, oke, kau menang." Sarah kini tampak tertawa dengan aneh lagi, mungkin dirinya merasa bodoh karena dengan begitu mudahnya dikalahkan oleh Ray. Ray pun ikut tertawa dengannya. Dan tak lama kemudian setelah keduanya selesai memesan bangku dan tiket, Ray kembali membimbing Sarah masuk ke dalam ruangan bioskop. Ruangan itu terasa dingin tetapi ketika Ray menyentuhnya lagi, kali ini pada bagian pinggang, wanita itu benar-benar merasakan kehangatan yang menjalar dalam tubuhnya. 


Sarah dan Ray mulai berjalan menuju bangkunya. Dan bagi Sarah, ini benar-benar sedikit menakutkan ketika dirinya baru menyadari bahwa Ray telah memesan bangku bagian terbelakang. Selain itu, dirinya dan Ray tentunya akan menonton tayangan Fifty Shades of Grey, yang penuh dengan seks.


Oh, well, ini benar-benar sempurna! Tamatlah riwayatnya! Dan Sarah sepertinya mulai kembali merutuki dirinya. 


"Oh, Tuhan. Apakah ini tidak terkesan terlalu belakang?" Sarah memprotes pilihan Ray, tapi kenyataannya wanita itu malah menjatuhkan dirinya pada bangku tersebut. Dan Ray pikir itu sangat lucu. 


"Tidak, sayang." Pria itu menampakkan senyumnya pada Sarah, mencoba meyakinkan bahwa bangku yang dipilihnya adalah yang ternyaman dengan cara memanggilnya Sayang. Oh, oke cukup, Ray! Berhentilah menggoda gadis itu lagi, karena sepertinya Sarah memang benar-benar akan merasakan perubahan tubuhnya menjadi.. meleleh! 


"Umm, kau tahu? Aku mungkin.. tidak akan bisa fokus menonton filmnya.. Karena kepala orang-orang itu terlihat menghalangi." Alasan bodoh itu sengaja dilontarkan oleh Sarah. Bagaimana tidak bodoh? Bangku-bangku itu terlihat semakin menjulang ke atas bila diperhatikan dari bagian depan ke belakang, dan sepertinya setiap orang bisa saja menonton, meskipun itu bagian bangku paling belakang. Dan wanita itu sepertinya sudah tidak peduli jika terlihat bodoh di hadapan Ray. Karena pada kenyataannya, Sarah memang bodoh. Terutama ketika dirinya harus selalu mengalah dan dibuat gugup jika harus berhadapan dengan lelaki yang kini sudah menjadi kekasihnya itu. 


"Oh, tidak, sayang. Lagipula aku tidak yakin kau akan menikmati filmnya."


"Uh, aku tidak mengerti?" Sarah benar-benar tidak paham, lantas dirinya segera menautkan salah satu alisnya.


"Kau jelas tidak akan menikmati filmnya." Ray menampakkan senyum seksinya lagi, dan mulai mendekatkan wajahnya pada Sarah. Lantas secara refleks dan entah mengapa, Sarah memejamkan kedua matanya. Sarah sungguh berpikir bahwa Ray akan menciumnya. Dia akan mendapatkan ciuman pertamanya. Tapi, ternyata tidak! Oh, well, sepertinya Sarah harus benar-benar merasa malu sekarang karena dirinya telah salah mengira. "Karena kau akan menikmati diriku." Ray melanjutkan ucapannya dengan berbisik di telinga gadis itu, dan terdengar sangat seksi. Sarah pun hampir mendengarnya seperti sebuah desahan.. 


Oh, tidak! Apa yang sekarang tengah dipikirkannya? 


"Uh, umm.." Sarah tentu saja telah membuka kedua matanya lagi, sesaat setelah Ray membisikkan kata-kata yang mampu membuat darahnya berdesir. Dirinya entah mengapa merasa bergairah. Maka dari itu, dirinya begitu bingung bahkan tidak tahu harus merespon apa. Karena tentu saja Sarah tahu arah percakapan lelaki itu menuju kemana. Cara bicara Ray mengindikasikan bahwa dirinya ingin melakukan seks dengannya. Tapi itu pun tidak menutup kemungkinan pula bahwa Ray hanya ingin menggodanya atau pun Sarah kembali salah mengira. Ya, semoga saja Sarah kembali salah persepsi dan Ray benar-benar hanya bercanda. 


"Sayang, apa kau memikirkan hal yang sama denganku?" Kali ini, Ray tampak menyelipkan rambut Sarah ke dalam daun telinganya dengan gerakan lembut. Ray sepertinya berusaha untuk melihat wajah cantik kekasihnya dari jarak dekat. Sementara Sarah tampak tidak berani menatap wajah kekasihnya. Dirinya takut terlihat gugup dan mungkin akan pingsan di tempat, jika berhasil menatap mata indah lelaki itu. 


"Sarah, kau mendengarku?" Ray masih berujar dengan lembut dan seperti tengah mengharapkan sesuatu. Dan sepertinya Sarah mengetahui apa yang diinginkan kekasihnya. Sarah masih tidak merespon, hingga akhirnya film Fifty Shades of Grey yang akan ditontonnya bersama dengan Ray pun di mulai. Oke, Sarah kali ini kau selamat!


"Ya, dan filmnya baru saja dimulai, Ray." Sarah pun akhirnya bisa bernafas lega dan bersyukur akan hal itu. Sementara Ray terdengar mendengus. Entahlah, mungkin Ray tengah merasa kesal dengan tingkah laku Sarah barusan. 


Sarah dan Ray kini tampak terdiam. Keduanya terlihat begitu khidmat dalam menikmati tayangan film di ArcLight Cinemas tersebut. Fifty Shades of Grey sepertinya menceritakan tentang seorang pria bernama Grey yang memiliki kelainan dalam berhubungan seks. Grey tampaknya mulai tertarik pada seorang mahasiswi bernama Anna, yang mewawancarainya. Grey menatap seorang Anna dengan penuh arti. Tatapan itu seperti mengartikan bahwa Grey ingin melakukan hubungan seks dengan Anna. 


Dan oh ya, tentu saja film ini adalah tentang seks. Benar-benar seks. 


Sampai pada suatu ketika, terjadilah adegan seks diantara Anna dan Grey. Dan Anna seperti sangat menikmati setiap gerakan yang diberikan Grey padanya.. 


Oh, tidak! Rupanya Sarah mulai merasa risih dengan adegan-adegan panas itu. Namun di sisi lain, mengapa Sarah merasakan sesuatu yang membuatnya bergairah? Kenapa tiba-tiba pandangan dalam layar itu berubah menjadi adegan seks yang terjadi di antara dirinya dengan Ray? 


Apa yang kini dipikirkan Sarah? Apakah dirinya benar-benar ingin bercinta dengan kekasihnya? Dalam waktu secepat inikah? Oh Tuhan, apa yang terjadi pada dirinya? Dirinya bahkan baru saja berpacaran dengan lelaki itu. Terbilang hubungannya baru berjalan sehari, oh tidak, beberapa jam yang lalu! Sadarlah, Sarah, sadar! Ini bukanlah dirimu yang sebenarnya! Jangan biarkan nafsu itu menguasai dirimu! Ingat, ikutilah kata hatimu dan tentu saja gunakan otakmu!


Sarah merasa bahwa sisi malaikat dan iblisnya saat ini saling bertarung, mempertahankan argumen di dalam hati dan pikirannya. Lantas Sarah harus segera memilih, dan tentunya Sarah lebih memilih untuk menahan dan membiarkan sisi malaikatnya menguasai diri. 


Sarah sekarang berusaha mengerjapkan matanya dari lamunan tadi. Dirinya benar-benar harus terbangun dan sadar bahwa yang tadi melanda pikirannya adalah kesalahan. Ya, kesalahan besar! 


"Sayang? Kau tidak apa-apa?" Sarah mencoba untuk menoleh pada Ray yang menyahutnya, menggenggam punggung tangannya dengan lembut. Pandangan keduanya kini berhasil bertemu. Sarah menelan ludah dan kembali gugup. Lensa mata hazelnya seperti menangkap kekhawatiran pemilik lensa mata berwarna abu-abu itu, yang ujungnya selalu saja menemukan sebuah hasrat. Gairah yang tampak berapi-api. 


Sarah mengerti keberadaan hasrat itu tentu saja berasal dari film yang ditonton oleh Ray tersebut. Sebuah film yang menyajikan adegan surga dunia. Dan Ray tentu saja adalah seorang pria normal yang akan segera terpancing birahinya bila menyaksikan adegan tersebut. Sama halnya dengan Sarah, dirinya adalah seorang wanita normal yang ingin merasakan sentuhan seorang pria. Tapi, Sarah berpikir ulang bahwa semuanya tidak akan terjadi malam ini. Ya, tidak akan! 


"Ya, aku baik-baik saja.. sayang." Sarah terdengar sedikit ragu-ragu mengucapkan kata sayang pada Ray. Tapi Ray tampak tidak begitu mempedulikan nada bicara kekasihnya. Karena yang tengah berada dalam dirinya kini adalah gairah terlarang. 


"Baiklah, apa kau ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan?" Ray mulai membelai wajah halus Sarah dengan perlahan. Sarah tampak memejamkan matanya seperti menikmati setiap inci gerakan yang diberikan oleh kekasihnya itu. Wanita itu juga kemudian menangkap tangan Ray yang menyentuh pori-pori wajahnya. 


Tatapan Sarah sekarang terlihat parau tertuju pada Ray. "Seperti.. apa.." Nada suaranya terdengar lesu namun bagi Ray itu lebih terdengar jelas seperti desahan. 


Ray mencoba untuk menunjukkan pada Sarah apa itu sesuatu yang menyenangkan. Lantas pria itu mulai mendekat ke arah Sarah untuk membelai rambutnya dengan gerakan lembut, kemudian menatap dengan begitu lekat pada wanita pemilik mata hazel itu. Dirinya seperti berusaha untuk menghipnotis, mencoba menjinakkan gadis itu agar mau mematuhi apa yang diinginkannya. 


Setelah dirasa Ray, wanita itu sepertinya sudah mulai patuh, dirinya pun bergerak perlahan mendekati wajahnya. Dan Sarah juga entah mengapa, mau merapatkan wajahnya pada milik Ray. Keduanya tampak memiringkan posisi kepalanya, seperti berusaha menyalurkan gairah awal masing-masing. 


Sarah dan Ray sudah saling menautkan kedua bibir masing-masing. Mata keduanya tampak dipejamkan agar lebih bisa merasakan sensasi kenikmatan itu. Dan Sarah pada akhirnya telah berhasil mendapatkan ciuman pertamanya bahkan merasakannya dengan begitu nikmat.


Rasa bibir Ray seperti sebuah minuman keras yang memabukkan. Begitu pula dengan bibir Sarah yang terasa seperti buah cherry, begitu manis dan menenangkan. Ray dan Sarah sepertinya sudah mulai dirasuki oleh nafsu masing-masing. Lantas Ray mulai mencoba untuk mengigit bibir Sarah yang tampaknya mampu membuat wanita itu sedikit mengerang, dan Ray sepertinya suka itu. 


Keduanya tampak masih melanjutkan kegiatan itu. Bahkan kini Ray mulai berani memasukkan lidahnya pada Sarah, dan wanita itu pun mempersilahkannya. Ciuman Ray kemudian mulai turun perlahan menuju leher mulus wanita itu, seketika saja Sarah mendesah seperti merasakan kenikmatan yang timbul dalam dirinya. 


Ray masih berusaha memanjakan Sarah. Ciumannya pun kembali turun menuju payudara seksi wanita itu yang masih tertutupi tanktop berwarna orange. Pikiran Ray seketika itu mulai liar, dirinya tentu saja berkeinginan untuk menelanjanginya bahkan menidurinya. Pria itu ingin membiarkan tubuhnya benar-benar bersentuhan dengan tubuh wanita itu tanpa sehelai benang. Ingin sekali merasakan bagaimana jika kepunyaannya memasuki kepunyaan wanita itu hingga mencapai klimaks. Oh ya, tentu saja Ray sangat menginginkan itu terjadi. Ray menginginkan Sarah sekarang juga. Ray ingin bercinta dengan kekasihnya, tapi tidak di sini. Dia ingin bercinta dengan Sarah di sebuah ranjang.. 


"Sarah," Ray menghentikan ciumannya secara tiba-tiba dengan gairah yang tampak masih berapi-api. "Ayo, kita pulang. Kita selesaikan ini." 


Sarah sepertinya merasa kecewa dengan kegiatan yang tadi diinginkannya seketika itu saja dihentikan Ray. Dirinya terlihat shock, dan saat ini sepertinya dia mulai sadar. Dan Sarah sepertinya menyesal dengan apa yang tadi dilakukannya. Ya, Sarah sudah benar-benar melakukan kesalahan.


"Apa yang tadi kita lakukan? Kau menciumku?" 


"Bukan aku, tapi kita. Kita berciuman tadi dan kau tampak menyukainya." Ray tersenyum dan bagi Sarah senyuman itu tampak tidak bisa mempengaruhinya, untuk meneruskan apa yang diinginkan lelaki itu. Dan Sarah tahu apa yang diinginkan Ray. Ray menginginkan seks. 


"Ayo, sayang. Kita selesaikan ini.." Ray berujar lirih, terdengar seperti masih menginginkan Sarah untuk bercinta dengannya. 


"Maaf, sepertinya aku mau pulang dan tidur.. Aku pusing.." Sarah memegang kepalanya, berusaha memijit pelan. Pikiran Sarah mulai terasa kacau, mungkin itulah penyebab kepalanya yang secara tiba-tiba terasa berdenyut. Dirinya bingung dikarenakan secara tiba-tiba nasihat dari seorang Felicita mulai bermunculan di kepalanya. Namun di sisi lain, Sarah sepertinya masih menyimpan nafsu untuk meneruskan sebuah percintaan di atas ranjang bersama dengan Ray. Dan Sarah tidak bisa menentukan pilihan. Dirinya menyayangi kedua orang tersebut –Ray dan Felicita. Maka dari itu, kepalanya tiba-tiba terasa seperti terhantam beban. Dan Sarah pada akhirnya memang harus pulang kemudian pergi tidur. 


Ray hanya bisa terdiam dan kecewa. Dirinya seperti terlihat tidak begitu peduli pada Sarah. Ray bahkan tidak menggubrisnya sesaat mengeluhkan sakit pada bagian kepala. Lantas Sarah merasa sedikit kesal dan kemudian mengambil kesimpulan bahwa dirinya lebih baik pulang sendiri, tanpa harus mengharapkan atau pun merengek pada pria itu agar mau mengantarkannya pulang seperti anak kecil yang manja. 


"Ray, kau tidak mendengarku? Oke, kalau begitu aku akan pulang sendiri. Terima kasih untuk malam ini." Sarah mulai bangkit dan berujar dengan sarkastik.


Ray mulai menggenggam lengan Sarah, yang hendak melenggang pergi. Pria itu perlahan bangkit, kemudian mengarahkan posisi tubuhnya berhadapan dengan kekasihnya. "Oke, maafkan aku. Aku tidak bermaksud merusak semuanya. Aku hanya lepas kontrol tadi. Apa kau mau memaafkanku, manis?" 


Keduanya tampak saling bertatapan kembali. Kali ini senyuman hangat terlihat menghiasi wajah wanita itu. "Tidak.. Kupikir maafkan aku juga.. Aku hanya tidak siap untuk melakukan hal ini lebih jauh lagi di hari yang sangat singkat.. Kau mau memaafkanku, sayang?" Sarah terlihat memelas.


Senyuman itu tampaknya mulai terlontar pula pada wajah tampan Ray, sesaat kekasihnya menyebutkan kata sayang di akhir ucapan. "Baiklah, aku akan tetap menunggu hingga kau siap. Aku tidak akan secepat itu menyerah, manis." Ray tampak mencolek ujung hidung Sarah yang mancung itu. Dan Sarah mulai tertawa, Ray pun ikut tertawa. Keduanya kini sudah memulihkan keadaan yang semula tampak tegang. 


"Aku mencintaimu, Sarah." Seketika itu Ray mencium kening Sarah. "Ayo, kita pulang."


Sarah terlihat terkesiap dengan perlakuan manis Ray. "A.. aku juga mencintaimu, Ray."










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro