---56. Terkuak (1)---
Irham berangkat ke Jombang bersama timnya sejak subuh tadi. Dalam waktu yang hampir bersamaan, sebuah mobil keluar dari sebuah rumah mewah di Malang. Kartini meluncur menuju Surabaya diantar oleh sopir pribadi. Tujuannya adalah indekos Ina. Bila melalui video call tidak berhasil mendapat informasi, ia merasa berjumpa langsung pasti lebih efektif.
Kartini sampai di tujuan sekitar dua jam kemudian. Ia sempat berbasa basi dengan Rosanti yang ditemuinya di halaman. Setelah itu, ia langsung menuju kamar Ina. Kartini masih cantik di usia 65 tahun. Tubuhnya ramping dan tidak terlalu tinggi. Ada wibawa memancar dari wajahnya yang membuat Ina segan.
"Mama?" sapa Ina sembari mempersilakan wanita itu masuk.
Wanita yang wajah dan warna kulitnya diwariskan ke Irham itu tersenyum hambar. Melihat gelagat Ina yang ketakutan, ia bisa menduga bahwa sang menantu telah membuat kesalahan besar.
Ina bergerak masuk hendak mengambil minuman, tapi Kartini mencegahnya.
"Duduk saja di sini," titah Kartini.
Ina pun duduk di depan ibu mertua dengan menunduk dan tangan tertaut di pangkuan. Ia tahu badai telah datang dan akan segera melibasnya.
"Kamu jujur sekarang, perbuatan apa yang sudah kamu lakukan sampai Irham semarah ini?" Suara Kartini yang tegas memenuhi ruangan itu.
Ina terisak tanpa membuka mulut. Bibirnya tidak sanggup menceritakan aib yang telah melukai Irham dengan sangat dalam.
Kartini menjadi kehilangan kesabaran. "Ina! Kamu pikir bisa terus-menerus bohong sama Mama? Ayo jawab!"
Ina tertunduk semakin dalam. Mulutnya berkali-kali meminta maaf. Sudah pasti, tangis Ina tidak mempan untuk mengurangi rasa ingin tahu Kartini.
"Kalau berbuat salah itu harus berani jujur mengakui, lalu memperbaiki! Jangan malah menambah dosa dengan berbohong pada orang tua!"
"Maaf, Ma ...," isak Ina.
"Kamu selingkuh?" Kartini langsung menembak pada sasaran.
Ina tersentak. Ia menggigit bibir, masih tidak berani menjawab. Sikap diam itu diyakini Kartini sebagai pengganti kata "iya".
"Kamu selingkuh sama siapa? Jawab!"
Ina menggigil. Ia lebih takut dimarahi Kartini daripada Irham. Hal itu karena selama ini ia menghormati Kartini sebagai penolong keluarganya. "Sa-sama kakak kelas," jawab Ina lirih dan terbata.
Kartini tercenung. Ia tidak menyangka anak yang sudah dikenal sejak lahir dan terlihat lugu serta baik ini bisa melakukan perbuatan nista. "Oooo, terus Irham cemburu?"
"I-iya."
"Kalian kepergok Irham waktu pacaran?"
"I-iya."
"Di mana kepergoknya?"
"Di rumah Mas Dika."
Kening Kartini langsung kusut berkerut. "Kakak kelas kamu itu namanya Dika?"
"Iya."
"Kalian kepergok di ruang tamu atau di kamar tidur?"
Lemas sudah seluruh tulang Ina. Tinggal menunggu waktu saja sampai Kartini menggilasnya. "D-di kamar tidur."
"Di kasur?"
"I-iya."
Napas Kartini langsung sesak. "Kamu pakai baju atau telanjang?"
"Te-telanjang ...."
Dalam benak Kartini, terbayang adegan miris di mana putra satu-satunya, kesayangan sekaligus separuh nyawanya, harus menghadapi kenyataan pahit, melihat istri sendiri tengah hohohihe dengan lelaki lain. Ia bisa merasakan jiwa Irham yang remuk redam. Ulu hatinya kontan sesak, seperti diseruduk gajah.
"Inaaaaaaa!" pekik Kartini. Dunia mendadak berputar. Segalanya menjadi gelap. Kartini roboh tak sadarkan diri.
////////////////
Nah, gimana masib Ina setelah Kartini turun tangan?
Tunggu updet besok pagi jam 01.00 WIB
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro