Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

---10. Pagi Pertama---



"Udah nangisnya, dong, In. Kita tidur, yuk," bujuk Irham. Dikecupnya beberapa kali puncak kepala Ina untuk meredakan perasaan bersalah. Waktu menerima saran ibunya tempo hari, ia hanya berpikir bahwa menikahi Ina memang diizinkan secara agama dan undang-undang. Ia tidak siap mental untuk menghadapi emosi-emosi di tempat tidur. Tahu dirinya menyakiti Ina, ia benar-benar merasa seperti pedofil. Astaga!

Bagi Ina, dekapan Irham terasa hangat dan menenteramkan. Ia seperti memutar balik waktu, kembali ke masa kecil di mana ada ayah dan ibunya memeluk dari kiri dan kanan. Tenang dan nyaman.

Tangis Ina mereda seiring napasnya yang semakin teratur. Mungkin tubuhnya memang membutuhkan banyak tidur karena masih dalam masa pemulihan. Mungkin pula ia kelelahan karena pengalaman mendebarkan sepanjang hari ini. Mulai dari dirias pagi-pagi, ijab kabul yang menguras air mata karena tanpa kehadiran orang tua, hingga terkaget-kaget dengan pengalaman baru sebagai istri di ranjang. Tidak perlu waktu lama, Ina melayang ke negeri kapuk.

Irham membiarkan kepala Ina berada di lengannya walau mulai merasa kebas. Dielusnya lembut punggung mungil Ina. Sisa air mata ia bersihkan dengan jari. Lalu dengan segenap jiwa dikecupnya kening Ina. Rasa sayang dan dorongan untuk melindungi itu masih begitu kuat sehingga rasanya ia belum sepenuhnya bisa mengubah perasaan kepada Ina dari sebagai adik menjadi istri. Apalagi saat istrinya meringkuk dalam pelukan seperti ini. Ia ingat menggendong dan memangku Ina kecil. Saat itu umurnya 22 tahun sedangkan Ina belum genap empat tahun.

❧❧❧

Ina terbangun karena panggilan alam yang menuntut untuk dituntaskan. Saat membuka mata, hal pertama yang dicari adalah Irham. Setelah menajamkan penglihatan, ternyata lelaki itu tidak di tempat tidur. Ia menemukan suaminya tengah duduk menghadap laptop di meja kerja. Sibuk mengetik sesuatu. Sambil bangun, Ina meraih ponsel untuk melihat jam. Ternyata masih pukul dua dini hari. Ia heran, kapan Irham bangun?

Ina bergegas membereskan urusan di toilet, lalu mendekati Irham.

"Mas?" panggilnya.

Yang dipanggil menoleh sekilas, lalu kembali menekuni laptop. "Kok udah bangun?"

Ina mengangguk. "Kebangun buat pipis. Mas Ir baru bangun juga? Tadi bangun jam berapa?"

"Mmm, nggak lihat jam," sahut Irham. Ia kembali menoleh. Kali ini mendongak karena Ina sudah berdiri tepat di sisinya. "Kamu tidur lagi aja."

Disuruh tidur begitu, ada yang menggunduk di ulu hati Ina. "Trus Mas Ir kapan tidurnya?"

Irham tersenyum sembari menarik tangan Ina. "Ntar kalau udah beres. Nanggung, nih."

Ina menjulurkan kepala untuk melihat layar laptop. Ketikan di layar itu menggunakan bahasa Indonesia, tapi isinya tidak mudah dimengerti. "Mas Ir ngerjain apa, sih?" tanyanya dengan kening berkerut.

"Aku baru modifikasi kernel dan bikin modul buat aplikasi," jawab Irham seadanya. Tidak mungkin menjelaskan bahwa ia tengah membangun sistem operasi baru. Percuma, Ina tidak akan paham.

"Kernel?" ulang Ina sembari meringis. "Apa tu kernel?"

Irham terkekeh lirih. "Susah ngejelasinnya. Udah, tidur sana. Ntar aku nyusul."

Ina malas naik ke ranjang sendirian. "Udah ilang ngantuknya. Mas Ir nggak ngantuk? Mau aku bikinin kopi?"

"Nggak usah. Tinggal bentar lagi, kok. Ayo, sana!" perintah Irham, kali ini setengah memaksa. Tiga perempat isi otaknya masih berputar mengurus kernel dan modul sehingga interupsi semacam ini membuat blank.

Mata Ina meredup. Ia terpaksa balik kanan dan naik ke ranjang dengan hati kecewa. Padahal ia masih ingin dipeluk seperti tadi. Masa sekarang cuma mendapat bantal?

Ina termangu di kasur sembari memandangi punggung Irham. Lelaki itu memang pekerja keras. Ia sudah tahu hal itu karena telah mengenal Irham sejak kecil. Hidupnya tidak akan terlantar. Irham pasti akan berupaya maksimal untuk menjamin masa depan mereka. Tapi, apa seperti ini yang dinamakan pernikahan? Kelihatannya saja sekamar, namun mereka seperti terpisah kota jauhnya.

Entahlah. Ina belum sempat memikirkannya sebelum ini. Yang ada di benaknya hingga dua hari yang lalu adalah bagaimana mencari uang dan menyelesaikan kuliah tepat waktu. Sekarang ia tidak yakin di mana tempatnya dalam hidup Irham.

Kamar yang temaram, kasur yang empuk, dan selimut yang lembut serta harum ternyata dengan mudah membuat Ina terlena. Saat ia membuka mata kembali, pagi sudah datang. Langit yang telah semburat biru terlihat dari celah gorden. Ina menggeliat karena kakinya terasa kebas. Ternyata kaki Irham menindihnya. Lelaki itu tidur pulas sembari mendengkur halus.

Sekarang Ina bisa memandang wajah rupawan itu dengan saksama. Ia menemukan tahi lalat di leher sebelah kiri itu. Ujung jarinya bergerak perlahan untuk menyentuh. Tonjolan mini yang diameternya kira-kira hanya 2 mm itu menggemaskan.

Ina mengangkat tubuh sedikit. Tidak puas hanya menyentuh dengan ujung jari, Ina memajukan bibir.

Sekali kecup.

Ina ketagihan.

Bersambung

Nah, nah, berhasil nggak kali ini?
Buat Sobat yang penasaran dan nggak sabar nunggu apdetan sampai berbulan-bulan, langsung aja cuus ke Karya Karsa atau KBM. Bisa baca maraton di sana sampai tamat.
Sebelumnya, Fura ucapin makasih buat dukungannya ❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro