Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 27 Yup

"Kak, lo nangis?" tanya gue karena lihat mata Kak Chika memerah dan terdapat bekas air mata.

"Caa ... gu--gue, hiks."

"Lo kenapa?"

Tanpa aba-aba, Kak Chika langsung menghambur memeluk gue.

"Raka, Caa. Raka jahat sama gue."

Mata gue langsung melotot dengar nama si mata garis. Dia apain kakak gue sampai nangis gini? Belum pernah ngerasain tendangan super gue yang bisa ngantar dia ke Alam Barzah kali, ya.

"Dia ngapain? Bilang sama gue!"

"Rak--Raka jalan bareng Mia, Caa."

"Lo tahu darimana?"

"Jadi, tadi itu teman gue si Aurora ke Kafe, terus lihat si Raka sama Mia mesra-mesraan di parkiran. Aurora juga kirim fotonya ke gue."

Kak Chika beranjak dari kasur, lalu menangis sambil menutup mulutnya.

"Gue salah apa, sih, sama dia? Kenapa dia selingkuhin gue!"

"Gue benci banget sama Raka!"

"Gue gak mau lagi ketemu sama dia."

"Gue mau putus!"

Tiba-tiba otak gue jadi eror, karena gak tahu mau ikutan sedih apa senang. Sedih karena lihat Kak Chika sedih gitu, atau senang hubungan Kak Chika akan berakhir.

Kak Chika kembali mendekati gue dan masuk ke dalam pelukan gue. Kepalanya ditenggelamkan ke leher gue.

Gue langsung mengusap-usap punggung Kak Chika, menenangkannya. Gue emang gak suka sama hubungan Kak Chika, tapi gue juga gak mau Kak Chika sedih kayak gini, apalagi dikhianati orang yang dicintainya.

"Emang dasar si mata garis, besok gue bakal kasih pelajaran ke dia."

"Ngasih pelajaran apa?"

"Matematika 200 soal!"

Takk.

"Ish, apaansih, Ca. Gue lagi sedih malah diajak bercanda."

"Gue serius mau ngasih dia pelajaran. Gue akan hajar habis-habisan."

"Udah deh, Ca. Jangan sok-sokan, lo itu gak sebanding sama Raka, lo pendek, kurus, masih kecil juga. Jadi jangan, ya. Entar malah elo yang kenapa-napa."

Ini Kak Chika kenapa malah hina-hina cowok ganteng, sih. Ah, gak terima gue dibanding-bandingin sama si mata garis itu.

"Apaansih, Kak. Lo kok ngomong gitu," kesal gue melepaskan pelukannya.

"Yah, Sya. Jangan ngambek, dong. Gue lagi sedih, nih, lo hibur gue, kek."

"Lagian lo dibelain malah hina gue kayak gitu."

"Ish, sejak kapan lo baperan gini, sih, Sya!"

Kak Chika tiba-tiba rangkul pundak gue lalu menatap muka gue dekat. Aduh, ini kenapa mukanya dekat banget, sih, sampai gue gak berkedip lihat matanya.

"Lo adalah adek terbaik gue. Gue sayang banget sama lo."

Duh, jantung gue mulai deh. Jangan kenceng gini, dong, entar kalau Kak Chika dengar bahaya.

"Lo sayang gak sama gue?" tanya Kak Chika.

"Y--ya ya sayanglah!"

Kak Chika tersenyum manis.

"Jangan pernah diemin gue lagi ya, Ca. Gue terima lo marah sama gue, tapi jangan sampai lo diemin gue. Nggak enak banget didiemin."

Bentar-bentar, gue mencium aroma-aroma persandiwaraan deh.

"Please, maafin gue, ya. Gue udah gak tahu lagi caranya buat bikin lo mau maafin gue."

"Maksudnya apaan, Kak?"

"Ya, gue terpaksa pura-pura nangis agar lo mau maafin gue."

Gue langsung lepasin rangkulan Kak Chika. Oh, gitu. Jadi semua ini hanya pura-pura.

"Termasuk si mata garis selingkuh, itu hanya sandiwara lo?"

"Iyalah. Gak mungkin banget Raka mau khianatin gue."

Oke good! Harusnya gue gak percaya sama dia tadi.

"Maaf ya, Kak. Gue gak bisa maafin lo. Cara lo bagus banget buat hati gue sakit."

Gue menatapnya tajam, lalu membuka pintu kamar gue.

"Sekarang lo keluar dari kamar gue!" suruh gue.

"Tapi, Sya. Gue cuma mau lo maafin gue."

"Keluar, Kak!"

"Sya, gue mohon maafin gue."

"Gue bilang keluar."

"Sya, please maaf--"

"Dengarkan saya bilang apa? Ke ... lu ... ar!"

Kak Chika menarik tangan gue pelan, tapi langsung gue tepis.

"Sya ...."

"KELUAR!"

"O--ke, gue keluar. Terserah lo mau maafin gue atau nggak. Gue gak akan minta maaf lagi sama lo!" Kak Chika natap gue sambil berkaca-kaca yang buat gue merasa bersalah dibuatnya.

Kak Chika akhirnya keluar dan membanting pintu kamar gue keras.

"ARGH!"

Kenapa jadi rumit gini, sih! Ini semua gara-gara mata garis itu! Dia yang buat gue merasakan kehilangan kasih sayang Kak Chika.

Pokoknya gue akan temuin si Raka itu besok! Harus!

***

"Selamat pagi, anak-anak Mama. Tumben-tumbennya jam segini udah siap."

Gue gak mengacuhkan ucapan Mama, gue fokus memakai sepatu gue.

"Mama bangga sama kamu, Caa. Udah gak telat lagi bangunnya. Bagus!"

"Ya udah, kalian sarapan dulu, yuk!" suruh Mama.

"Nggak, Ma. Aca buru-buru."

"Chika harus pergi sekarang, Ma."

"Loh, kenapa? Kok kalian gak mau sarapan dulu?"

"Nggak usah, Ma. Aca nanti sarapan di sekolah aja."

"Chika udah bawa bekal, Ma. Nanti Chika sarapan di sekolah."

"Oh, ya udah."

Gue langsung mencium punggung tangan Mama berpamitan.

"Kalian berangkat bareng, kan?"

"Nggak, Ma!" jawab gue dan Kak Chika serentak.

"Kompak banget. Terus Chika mau berangkat sama siapa?"

"Chika naik angkot aja, Ma."

"Hati-hati ya, kalian."

Gue mengangguk singkat, lalu mengambil tas dan berjalan ke bagasi mengeluarkan sepeda gue.

***

Setelah sampai di sekolah. Gue langsung narok tas di bangku gue duduk. Belum ada satu pun manusia yang datang, karena ini pagi banget, Guys!

Masih jam enam lewat sepuluh. Mungkin si Parjo masih buat pulau di rumahnya.

Gue berjalan keluar kelas. Namun, gue ketemu Shella di depan kelas. Dia baru datang kayaknya.

"Pagi, Rassya."

"Pagi."

"Tumben kamu udah datang. Kamu mau ke mana?"

Gue cuma tersenyum singkat ke Shella, lalu menepuk bahunya pelan.

"Gue pamit," ucap gue berlalu dari situ.

"Rassya, kamu mau ke mana?" teriak Shella yang masih bisa gue dengar.

Gue langsung keluar sekolah melalui pintu belakang, tadi gue parkirin sepeda gue di sini, karena jika gue parkir di parkiran gue gak mungkin boleh keluar lagi sama satpam.

Gue menaiki sepeda dan mulai mengayuhnya. Gue mau ke sekolah Kak Chika. Gue mau ketemu sama si mata garis.

Sekolah Kak Chika gak terlalu jauh dari sekolah gue, karena masih satu yayasan. SMP Pancasila dan SMA Pancasila.

Akhirnya gue sampai di depan gerbang SMA Kak Chika. Gerbang masih sepi, karena masih pagi. Belum banyak yang datang.

Gue dengan sabar menunggu di sini. Emosi gue sudah menggebu-gebu sejak semalam. Gue udah gak tahan lagi.

Tujuh menit gue menunggu tak sia-sia. Si Raka akhirnya datang bersama teman-temannya. Dia akan melewati gerbang ini, gue langsung halangi jalannya.

"Eh, hai, Bro! Lo mau ngapain ke sini?" tanyanya sok akrab. Mata gue menatapnya tajam. Si Raka tampak santai saja. Tanpa aba-aba gue langsung menonjok pipi si Raka yang buat dia mundur ke belakang.

"Woi! Apa-apaan lo!" protes temannya yang gak gue gubris.

Gue kembali melayangkan tinjuan gue ke si Raka sampai gue puas menghajar dia. Shitt! Gue jadi pusat perhatian, semuanya datang memperhatikan gue.

"Woi, bocil! Lo jangan main-main ya sama kita!"

Gue masih belum puas menghajar si Raka. Gue langsung menarik kerah baju si Raka dan mukul dia kembali.

Dia akhirnya membalas serangan gue, tapi berhasil gue tepis.

Satu pukulan lagi berhasil gue layangkan ke si Raka yang buat dia tersungkur. Gue puas banget! Gue kembali mendekati dia dan menarik si Raka, tetapi teman-temannya maju menyerang gue.

"Udah gak bisa dibiarin ini bocil!"

"Hajar aja udah!"

"Abisin!"

Gue langsung bersiap menghalangi serangan mereka. Teman-teman si Raka berjumlah empat orang. Mereka langsung mengkeroyok gue abis-abisan.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"Rassya!"

"BERHENTI!"

"CUKUP!"

Gue lihat Kak Chika datang dan berteriak, tapi serangan mereka buat gue kuwalahan.

Bugh!

Argh! Kenapa gue lengah, sih! Sudut bibir gue terkena pukulan mereka. Gue langsung balas, tetapi jumlah mereka sangat banyak gak sebanding sama gue.

Bugh!

Pukulan itu mengenai kepala gue yang membuat penglihatan gue mengabur sebentar. Lutut gue tak bisa menahan yang membuat gue terduduk.

"Rassya kamu gak papa?" teriak seseorang yang gak asing lagi suaranya. Ken--kenapa ada Shella di sini?

Gue rasanya gak kuat lagi untuk bangkit, kepala gue mendadak pusing.

Teman-teman si Raka mendekati gue kembali. Gue lihat Kak Chika dan Shella berlari ke arah gue pada saat teman-teman si Raka mau menghajar gue kambali. Buru-buru gue bangkit, menarik Kak Chika dan Shella agar tidak terkena pukulan mereka. Gue melindungi Kak Chika dan Shella dengan punggung gue yang gue arahkan ke teman-teman si Raka, alhasil punggung gue jadi sasaran pukulan mereka.

Bugh.

Pukulan keras itu buat gue terdorong ke depan. Gue udah gak kuat lagi, akhirnya gue gak mampu lagi bertahan. Semuanya mendadak gelap dan ....

Brukk.

"RASSYA!"

***

Hallo semua!

Maaf ya lama up-nya. Ehmm chapter ini udah mulai memanas ya. Detik-detik memulai masuk ke inti cerita nih, Guys.

Yg kemarin-kemarin kan masih adem ayem santai aja. Sekarang mode serius lagi guys. Maaf jika jarang ada jokes-nya karena Rassya-nya lagi mode kalem dulu ya hehe

Okelah. Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Aku up ketika pembacanya udah 1k ya.

Thanks

~Amalia Ulan


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro