Bagian 22 Ke Pantai, yuk!
Lama di perjalanan, akhirnya gue sampai juga di rumah Shella. Gue langsung ketuk pintu rumahnya, tak lama kemudian pintu terbuka.
"Sore, Tante," sapa gue menyalimi Tante Shella.
"Sore, Rassya. Masuk dulu, yuk."
"Iya, Tan."
"Eh, muka kamu kenapa?"
"Ah, kepentok dikit tadi, Tan," jawab gue mencari alibi.
"Oh, gak diobatin dulu?"
"Eng--" Belum sempat gue jawab Tante Shella langsung berteriak memanggil Shella yang buat gue kagak jadi ngomong.
"Shell, bawa kotak P3K, ya!"
"Eh, gak usah, Tan. Rassya gak papa, kok," ucap gue gak enak. Malu juga, Cuy, diobatin sama Tante cewek sendiri.
"Kamu malu Tante obatin, ya? Ya udah, biar Shella aja," ucap Tante Shella berlalu ke belakang.
Tak lama kemudian Shella datang sembari membawa kotak berukuran sedang.
"Astagfirullah, Sya. Kamu kenapa?" tanya Shella berlari mendekati gue.
"Gue gak papa," jawab gue meringis pelan.
"Itu bibir kamu berdarah, loh, Sya. Sini, aku obatin dulu!" ucap Shella langsung memegang pipi gue.
Shella langsung membasahi kapas, lalu membersihkan bercak darah di samping bibir gue. Shella kok perhatian banget sama gue? Dia juga kelihatan cemas banget.
"Pake ini, ya," katanya menitikkan alkohol ke kapas yang baru.
"Tahan dikit, ini lumayan perih," ucap Shella dengan telaten mengobati gue.
Shella mengobati luka gue pelan-pelan. Ia juga sesekali meniup pipi gue dan mengipaskan pelan agar tidak terasa perih. Gue tersenyum melihatnya.
"Makasih, Shell," ucap gue setelah dia selesai mengobati gue.
"Iya. Sama-sama."
"Ya udah. Kita pergi sekarang, yuk!" ajak gue, takut nanti kemalaman.
"Tapi kan kamu lagi sakit, Sya."
"Kan lo obatnya," ucap gue spontan. Eh? Kok gue bisa ngomong gitu, sih. Gue lihat Shella langsung menunduk sambil tersenyum. Tuhkan buat anak orang salting aja deh.
"Yuk!" ajak gue lagi.
"Beneran kamu gak papa?"
"Gapapa. Aman kok."
"Ya udah. Aku ambil tas dulu, terus pamit sama Tante."
"Oke."
Sembari menunggu Kak Shella, gue memainkan Hp gue. Ada tujuh panggilan tak terjawab dari Kak Chika. Gue langsung mengubah mode pesawat pada pengaturan Hp. Gue lagi gak mau diganggu siapa pun dulu.
Selang beberapa waktu, Shella datang menghampiri gue.
"Tante lo mana? Gue mau pamit."
"Tante lagi mandi, hihi. Udah aku salamin kok."
"Oh, oke."
Gue langsung keluar dari rumah Shella. Eh, entar dulu. Gue, kan, kagak bawa motor. Lah, gue mau naik apa, ya, ke pantai.
"Kenapa, Sya? Kok melamun?" tanya Shella.
"Ah, ng-nggak. Gue cuma mikir, kita ke pantai naik apa, ya. Soalnya gue ke sini pake taksi, gue kan baru pulang dari Bogor," jawab gue.
"Naik angkot aja, yuk! Pantai, kan, gak terlalu jauh dari sini."
"Oke. Hm, tapi gue tinggalin tas gue di sini aja, ya."
"Oh iya, boleh."
Gue langsung ngasih tas gue ke Shella dan dia meletakkannya di dalam.
"Ya udah, yuk!" ajak gue memberikan kelingking gue yang langsung dikaitkan sama kelingking Shella.
"Yuk!"
***
Gue dan Shella menaiki angkot. Terpaksa duduknya mepet-mepet, karena supirnya kagak berhenti-hentinya memaksa memasukkan penumpang. Padahal udah penuh banget, cuy. Gue aja udah sesak napas.
"Dek, dek, geser lagi, Dek!" suruh bang supirnya. Ah, elah mau geser ke mana lagi.
Terpaksa gue geserin badan dempetan sama Shella. Gue kasihan sama Shella yang udah kepentok sama speaker angkot. Gue memasukkan tangan gue dari belakang punggung Shella, lalu menghalangi speaker itu menyentuh lengan Shella. Kasihan cewek gue kepentok, mana speakernya keras lagi.
Shella langsung natap gue yang kayaknya kaget, karena gue merangkulnya.
"Kamu lindungi tangan aku?" tanya Shella.
"Iya."
Gue lihat Shella tersenyum. Ah, menggemaskan. Tiba-tiba, nih, angkot berhenti mendadak yang buat gue terdorong ke depan, begitupun Shella yang terdorong ke bahu gue.
"Awhh."
"Lo gapapa?" tanya gue nyentuh kening Shella.
"Iya, gapapa." Shella mengelus keningnya pelan.
"Hati-hati dong, Dek!" ucap salah satu penumpang yang mewakili gue banget.
"Ya, maaf-maaf, Bu. Tadi ada lalat di hidung saya." Etdah, alasan apaan tuh. Masa gara-gara lalat nyawa gue terancam.
"Lo sering naik angkot kayak gini?" tanya gue ke Shella.
"Sering banget."
"Besok jangan naik angkot lagi, biar gue yang antar-jemput lo," ucap gue yang buat si Shella menganga gak percaya.
"Seriusan, Sya? Kamu kok jadi baik?"
"Emang gue jahat? Sembarang lo!" ucap gue mendorong Shella pelan sambil terkekeh.
"Makasih, ya. Aku senang kamu makin baik sama aku."
"Emang gue baik, kok, wleee." Shella terkekeh dan udah berani dorong gue balik.
"Eh, udah hampir sampai, tuh," ucap Shella.
"Eh, iya. Bang berhenti, Bang!" teriak gue.
"Kiri, Bang!" teriak Shella bersamaan sama gue.
***
Gue dan Shella berjalan di sekitaran pantai dengan kelingking yang masih bergandengan.
"Kenapa lo ngajak gue ke pantai?" tanya gue.
"Aku udah lama gak ke sini, terakhir waktu SD."
"Udah lama juga, ya. Gue dari TK."
"Lebih lamaan kamu. Emangnya kamu gak suka pantai?" tanya Shella.
"Tergantung, sih, sebenarnya."
"Tergantung apa?"
"Tergantung bersama siapa ke pantainya." Shella lalu menatap gue.
"Terus, kamu suka, gak, aku ajak ke pantai?"
"Enggak." Shella langsung menunduk dengar jawaban gue.
"Enggak salah lagi," lanjut gue yang buat Shella kembali natap gue.
"Beneran?"
"Iyalah."
Shella tertawa pelan. Gue langsung ajak dia berlarian di tepi pantai. Kami mulai bermain dengan ombak yang datang mengejar ke tepi pantai.
Gue senang lihat tawa Shella yang begitu lepas. Kayaknya dia jarang banget ketawa selepas itu.
"Shell. Kejar gue!" suruh gue langsung berlari.
Gue dan Shella asyik menikmati waktu di pantai. Ternyata bermain bersama dia bisa menghilangkan semua beban di pikiran gue.
Penat berlari-larian, kami berjalan santai saja sekarang. Gue melihat ikat rambut yang mengucir rambut Shella. Dengan usilnya gue lepasin ikat rambut itu yang buat rambut Shella teurai, bersamaan tertiup angin yang buat gue terpesona, karena damage Shella gak main-main.
"Kok dilepas?" tanya Shella.
Gue gak menjawab, tangan gue menarik tangan Shella lalu menggenggamnya.
Kali ini, tangan kami sudah menyatu, bergenggaman erat mengayun bersama. Gue menatap Shella lalu tersenyum. Rambutnya berterbangan ditiup angin. Shella tampak cantik banget, gila!
"Shell ...."
"Iya?" tanya Shella menyibakkan rambutnya ke belakang yang menutupi keningnya.
"Gue ...."
"Apa, Sya?" tanya Shella heran.
"Gue ...."
...
...
"Gue suka sama lo."
...
See you next chapter
Mau keuwuuan lain di pantai, gak? Baca chapp selanjutnya, ya.
Eits. Jangan lupa vote and comment dulu chapter ini.
Gimana, kalian setuju gak kalau Rassya sama Shella?
Yuk, dong, komen. Kalau sepi aku jadi gak semangat upnya hehe.
Thank you
~Amalia Ulan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro