Ada yang Perhatian nih di Bagian 28
AUTHOR POV DULU YA.
"Sebenarnya apa yang terjadi, sih, Sayang? Kenapa Rassya ke sekolah kamu?" tanya Ranti---Mama Chika.
"Chika juga gak tahu, Ma. Tiba-tiba aja Chika liat Aca udah berantem."
"Mungkin Shella tahu," lanjut Chika menatap Shella yang ada si hadapannya.
"Aku juga gak tahu, Kak, Tan. Tadi pas Rassya datang, dia langsung pergi gitu aja, karena aku penasaran Rassya ke mana, aku ikutin aja dia sampai sini," jelas Shella.
"Terus, di mana anak itu sekarang?" tanya Ranti.
"Di UKS, Ma. Masih tidur."
"Ehm, jadi bagaimana, Bu? Apakah kasus ini bisa diselesaikan?" tanya Pak Tio---kepala sekolah---yang sejak tadi diabaikan saja, karena Ranti malah sibuk sendiri.
"UKS-nya di mana?" tanya Ranti tak memedulikan ucapan Pak Tio.
"Hekhem." Pak Tio akhirnya berdeham mencoba memberi kode.
"Bapak ini kenapa, ya? Kok daritadi hekhem-hekhem mulu. Bapak batuk? Flu atau sariawan? Kena muncratnya, nih, muka saya!" tegur Ranti malah memarahi Pak Tio yang semakin tersedak.
Shella hanya melongo melihat sikap Ranti---tak jauh beda dari Rassya, pantasan anaknya begitu, pikir Shella.
"Ja--jadi bagaimana, Bu? Kasus ini bagaiman--"
"Ssstt. Nanti dulu ya, Pak. Saya mau lihat anak saya dulu, kasihan kalau sekarat gak ada yang yasinin."
Mengelus dada. Ya, hanya itulah yang bisa dilakukan oleh Pak Tio.
"Maafin, ya. Mama gue emang begitu, kadang sikap ngeselinnya keluar, kayak si Rassya. Tapi aslinya Mama gue baik, kok," ucap Chika kepada Shella.
"Hehe, iya, Kak. Gapapa, kok." Shella tersenyum.
"Ya udah, yuk! Kita lihat Rassya. Pasti kena amukan Mama, tuh."
"Ayo, Kak!" Shella langsung bergegas, ia sudah cemas karena cowok itu pingsan tak kunjung sadar. Shella khawatir dibuatnya.
"Udah, gak usah panik gitu. Si Rassya aman, kok. Gue yakin tuh anak cuman masih molor."
Chika merangkul Shella berjalan. Shella jadi malu dibuatnya, Kakaknya Rassya sangat baik padanya.
"RASSYA! BANGUUUN!" Ranti berteriak nyaring seperti biasanya membangunkan Rassya di pagi hari.
"RASSYA!"
Namun, cowok itu masih diam menutup matanya tak bergeming sama sekali.
"Rassya!" panggil Ranti lagi.
"Kak, kayaknya Rassya masih pingsan, deh," ucap Shella tak tega melihat Rassya yang masih terlelap di ranjang.
"Rassya, Mama tahu, ya, kamu udah bangun!"
"Rassya!"
"Duh, apaansih, Ma? Orang masih ngantuk juga, entar lagi entar lagi," ucap Rassya memutar posisi tidurnya, membalikkan badan ke samping. Ranti berkacak pinggang. Tuhkan, anaknya itu pasti sudah bangun!
"RASSYA!!!"
"Eh, eh, iya, Ma!" Akhirnya Rassya bangkit, lalu duduk sembari mengangkat kedua tangannya ke atas.
"Cepat pulang! Mama mau ceramah akbar di rumah!" suruh Ranti.
"Ta-tapi, Aca masih ngantuk, Ma. Kasur ini sangat susah ditinggalin, seperti ada perekat aku dan dia," ucap Rassya malah berpuitis.
"Cepat!"
"Iya-iya. Galak banget, sih, emak siapa, nih."
Rassya lalu bangkit, tetapi ia masih merasakan punggungnya sakit.
"Sshh, Argh. Ma, punggung Aca sakit," ucap Rassya menunjuk punggungnya.
"Udah, ah, manja banget," ucap Ranti berlalu keluar UKS.
Shella langsung bergegas menghampiri Rassya.
"Sya, kamu gapapa?"
"Kok lo di sini?" tanya balik Rassya.
"Kamu ada yang sakit, gak?"
"Jawab dulu pertanyaan gue," suruh Rassya.
"Aku ngikutin kamu tadi. Ta-tapi, sekarang gimana rasanya, ada yang parah gak?"
"Gue gapapa."
"Syukurlah. Aku khawatir banget."
Mata Rassya beralih menatap Chika yang diam saja sejak tadi di dekat pintu.
"Pulang, yuk!" ajak Chika canggung. Rassya langsung membuang mukanya, tak menatap Chika.
"Argh!" ringis Rassya merasakan punggungnya yang ngilu saat ia mencoba berdiri turun dari ranjang.
"Bisa, gak? Sini gue papah," ucap Chika mendekati Rassya.
"Gak usah." Ketus. Sangat ketus jawaban Rassya yang membuat Chika terdiam.
"Shell, bisa tolongin gue, gak?" tanya Rassya.
"Tolong apa, Sya?"
Rassya mendekati Shella, lalu memegang pundak gadis itu yang membuat Shella menegang.
"Bantuin gue jalan," bisik Rassya pelan. Shella mengangguk pelan, lalu merangkul punggung Rassya pelan.
Shella mengajak Rassya berjalan pelan. Mereka berjalan melewati Chika. Gadis itu menatap Rassya, begitu pun sebaliknya. Rassya hanya menatap datar dan kembali membuang mukanya agar tak menatap Chika.
Chika mengembuskan napas pelan, ternyata adiknya itu masih marah dengannya. Bagaimana caranya agar Rassya mau memaafkannya?
***
"Aku pulang, ya!" pamit Shella setelah mengantarkan Rassya sampai rumah. Ya, Shella ikut pulang ke rumah Rassya dibawa oleh Ranti.
Gadis itu berbalik, tetapi tangannya ditahan oleh Rassya.
"Eum ... makasih, ya." Rassya tersenyum singkat.
"Sama-sama. Cepat sembuh, Sya."
"Udah sembuh, kok."
Shella hanya terkekeh. Ia lalu melambaikan tangannya dan berpamitan pada Ranti dan Chika.
"Makasih ya, Shella. Mau Tante antar pulang, gak?"
"Gak usah, Tante. Shella bisa pulang sendiri, kok."
"Ya udah. Hati-hati, ya."
"Baik, Tante."
Shella akhirnya pergi meninggalkan rumah Rassya. Kini, tinggal Rassya dan Chika di ruang tamu.
"Masih sakit, ya?" tanya Chika menatap Rassya. Cowok itu langsung menoleh ke sembarang tempat, agar tak menatap Chika.
"Lo masih marah, ya, sama gue?" tanya Chika.
"Kan gue yang marah sama lo, kenapa lo balik marah lagi sama gue?" tanya Chika lagi heran.
"Ah, serahlah!" ucap Chika berlalu dari situ bersikap bodo amat.
"Apaansih," dengkus Rassya pelan.
"Duh, gimana caranya ke kamar coba?" tanya Rassya, karena punggungnya masih sakit, susah untuk berjalan, seakan ada beban di punggungnya yang memberat dan membuatnya terjatuh jika berdiri sekarang.
Tiba-tiba, Chika balik kembali ke ruang tamu. Mengulurkan tangan ke Rassya walaupun dengan ekspresi masam yang ditunjukkan.
Rassya menatap uluran tangan itu, lalu beralih menatap mata Chika yang juga menatapnya.
"Cepetan!"
Rassya akhirnya menerima uluran tangan itu. Chika langsung memapah adiknya itu berjalan. Jantung Rassya berguncang hebat, entah kenapa saat bersama Chika sedekat ini membuat jantungnya selalu tidak aman.
Chika membantu Rassya berbaring di ranjangnya. Lalu menarikkan selimut untuk adiknya itu.
"Istirahat dulu sana!" suruhnya ketus. Walaupun ketus, tetapi perhatian.
Ekspresi Chika yang seperti itulah malah tampak menggemaskan bagi Rassya.
"Kenapa lo senyum-senyum? Emang lo pikir gue lagi ngelawak, ha?" Chika menggembungkan pipinya menunjukkan jika ia tengah merajuk.
Rassya ingin sekali mencubit pipi menggemaskan Chika, apalagi dibuat seperti itu. Tetapi ego masih berpihak padanya.
"Udahlah! Gue juga mau tidur, capek!" ucap Chika masih dengan intonasi ketus yang dibuat-buat.
Rassya menarik tangan Chika, menahannya pelan. Gadis itu berbalik, menoleh menatap Rassya. Mereka malah hanyut dalam tatapan.
Bibir Rassya tertarik membentuk senyuman kecil. "Makasih ya, Kak."
"Sama-sama," jawab Chika cepat.
Lalu, Rassya melepaskan tangan Chika kembali. Kakaknya itu kembali melangkah meninggalkan kamar Rassya. Sampai di depan pintu ketika ingin membuka gagang pintunya. Chika menoleh ke belakang menatap Rassya kembali.
Ia menatap adiknya itu yang kesakitan, Rassya mengusap sudut bibirnya yang memerah, meringis menahan sakit di punggungnya. Tiba-tiba Chika berlari mendekati Rassya kembali, lalu mengusap rambut adiknya itu pelan.
Rassya terdiam. Masih tak percaya jika Chika kembali dan mengusap rambutnya.
Dan ... tiba-tiba Chika mencium puncak kepala Rassya yang membuat cowok itu menegang.
"Cepat sembuh, ya!" ucap Chika. Rassya masih tertegun. Masih tak menyangka jika Chika melakukan itu.
"Kakak sayang Aca."
....
....
....
Seketika Rassya ingin pingsan kembali rasanya.
****
BERSAMBUNG DULU, YA!
HAI, GUYS!
Maaf banget aku gak update-update ini cerita. Huaa lagi sibuk-sibuknya. Btw terima kasih 1k-nya semoga bisa kayak LYB 100k ya. Hehe. Aamiin.
Makasih banyak yang udah mau baca, ditunggu komennya. Vote jangan lupa, ya. Gratis kok.
Thank you guys!
~Amalia Ulan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro