Ada Uwuu di Bagian 9 Nih
"Ayo, sini gue anterin!" Shella langsung terkejut dan gak percaya gitu, karena gue muncul tiba-tiba di depan dia.
"Loh, kamu gak jadi pulang?"
"Gue balik lagi ke sini, padahal tadi udah sampai rumah." Shella langsung senyum salting gitu.
"Ya udah, ayo cepetan naik!"
"I-iya." Shella langsung naik sepeda gue. Dia terpaksa berdiri di belakang, karena sepeda gue gak ada tempat boncengannya. Dia langsung megang kedua pundak gue biar gak jatoh.
"Pegangan yang erat!" suruh gue.
"Iya, Sya."
Gue langsung mengayuh sepeda, menuju Mall yang gak jauh-jauh amat dari sini.
***
Rame banget, Cuy! Gue pikir gak serame ini juga. Gue langsung parkirin sepeda gue di tempat parkir mobil. Kenapa gak di tempat parkir motor? Suka-suka gue, dong. Toh, sepeda gue maunya nyempil di barisan mobil, masalah buat lo pada?
Si Shella berjalan di belakang gue, kayak anak ayam. Emang gue induk ayam diikutin kek gitu.
Gue langsung berhenti berjalan yang buat si Shella nabrak punggung gue. Dia meringis pelan.
"Lo kenapa jalan di belakang gue? Jalan di samping gue, dong!"
"Eh, bo-boleh?"
"Emang gue ngelarang? Mau gandeng juga gapapa," ucap gue ketawa sambil ngulurin tangan. Si Shella malah malu-malu gitu.
"Malu," ucapnya.
"Ya udah, kalau malu."
"Tapi, aku mau." Mata gue langsung natap dia yang juga lagi natap gue. Kita kompak ketawa, entahlah gak tahu ngetawain apaan. Buat kalian yang belum tahu, karena gue belum ngasih tahu. Gue punya gingsul! Jadi, kalau gue ketawa kalian bisa bayangin betapa manisnya? Ah, jangan dibayangin! Gue kagak mau kalian pada kejang-kejang ngebayanginnya.
"Ya udah, sini! Kita gandengan kelingking aja, gue masih ingat umur." Shella makin ketawa dan gue baru sadar ketawanya sangat manis.
"Oke, kita gandengan kelingking, ya!"
"Iya."
Shella langsung ngasih kelingkingnya ke gue dan gue mengaitkan kelingking kami. Kita berdua berjalan bersamaan dengan kelingking yang saling berkaitan.
Begini rasanya pacaran? Ah, mantap.
***
"Emangnya lo mau beliin si Markonah itu apaan, sih?"
"Ehmm, menurut kamu bagusnya apa?"
"Mana gue tahu, dia teman gue juga kagak."
"Ssstt, Sya. Gak boleh gitu! Mimi itu, kan, sahabat aku. Teman sekelas kamu juga. Walaupun orangnya suka gak jelas, tapi dia baik, kok." Gue mendengkus pelan. Ini si Shella belain apa ngehina temannya, sih? Dia aja ngakuin, kalau si Mimi itu gak jelas orangnya.
"Hai, Rassya. Ah, kita bisa ketemuan gak sengaja gini. Tanda apa coba?" Ahelah, ini orang tiba-tiba muncul ngasih teka-teki lagi. Malas banget gue jawab.
"Eh, itu tangan ngapain coba." Tuh, cewek malah ngelepasin kaitan kelingking gue sama Shella. Mana si Shella pasrah gitu aja lagi.
"Kok lo lepasin, sih!" kesal gue.
"Lo cocoknya sama gue, Rassya. Bukan sama cewek cupu gini."
"Kata siapa gue cocoknya sama lo? Kalau gue maunya sama yang cupu, lo bisa apa?" Gue langsung narik tangan Shella dan genggam erat. Mata Felin langsung melebar macam kuntilanak.
"Duh, Rassya. Buka mata lo, dong. Gue lebih cantik, lebih menarik daripada si cupu ini."
"Lah, daritadi gue buka mata, kok. Kalau gue nutup mata ngapain di sini? Mending rebahan di kamar."
"Ih, Rassya!"
"Udah, ah. Gue mau ngajak pacar gue jalan-jalan dulu, ya. Bye!"
Gue langsung narik Shella dari sana, masih menggenggam tangannya erat.
"Sorry, ya." Gue langsung lepasin tangan Shella. Gue gak mau ngambil kesempatan lama-lama, udah gue bilang, gue juga ingat umur.
"Iya, gapapa."
"Ya udah, yuk! Kita mau ke mana lagi?" Gue kembali ngulurin kelingking gue, dia langsung tersenyum dan ngaitin kelingkingnya. Gandengan gini aja udah cukup kok.
"Yuk!"
Shella ngajak gue ke tempat baju-baju cewek. Kayaknya dia mau beliin si Mimi baju deh.
"Lo mau beliin baju?"
"Iya, lihat-lihat dulu."
"Oke."
Shella ngelepasin kelingkingnya, lalu mengambil baju bewarna hijau.
"Kira-kira, baju ini muat gak, ya?"
"Kekecilan itu. Si Mimi, kan, selebar gorden warteg."
"Gak boleh gitu, gak baik!"
"Iya-iya, bercanda doang."
Shella meletakkan baju itu lagi, lalu berjalan mendekati gue.
"Kayaknya aku gak usah beliin baju, deh. Nanti kalau kekecilan malah gak kepake, kalau beliin yang besar, nanti kebesaran dianya tersinggung."
"Terus, mau beliin apaan lagi?"
"Beliin dia buku diary aja kali, ya? Dia, kan, suka nulis diary gitu."
"Boleh-boleh."
Kelingking Shella nyenggol kelingking gue. Yaelah pake kode segala, gue yang langsung paham nyatuin kelingking kita.
Sejak tadi Shella gak berhenti tersenyum. Senang banget kayaknya gue ajak jalan. Gue jadi ikutan senang kalau lihat dia senang gini.
"Sya, ini aja kali, ya? Bagus, gak?"
"Eh, iya, bagus."
Shella mengangguk, lalu tanpa nyari pilihan lain langsung bawa, tuh, diary ke kasir. Emang, ya, pilihan pandangan pertama itu gak sia-sia. Gue biarin dia sendiri ke kasir buat bayarnya. Gue berjalan-jalan ke toko perhiasan di sebelah.
Mata gue menyipit melihat gelang yang indah banget. Gue langsung lihat gelang itu. Hmm, cocok banget, nih, buat Kak Chika. Warna putih berkilau dengan liontin love kayaknya bakal bagus banget di tangan Kak Chika.
Tanpa pikir panjang gue langsung beli, tuh, gelang dan masukin ke saku celana.
Gue kembali menghampiri Shella yang kayaknya udah selesai bayar diary-nya.
"Udah?" tanya gue.
"Udah. Mau ke mana lagi?"
"Enggak ada." Gue lihat Shella megangin perutnya. Lapar dah, nih, anak.
"Ya udah, makan dulu, yuk!"
"Hayuk!" jawabnya semangat, sesaat kemudian dia nutupin mulutnya yang buat gue ngakak.
***
"Lo suka udang?" tanya gue, karena Shella mesan makanan udang semua.
"Suka banget."
"Oh."
"Kamu mau nyoba?" katanya nyodorin sendoknya buat nyuapin gue.
Duh, gimana, nih? Gue, kan, alergi makanan seafood. Tapi gue juga gak tega nolaknya, apalagi si Shella pengen banget nyuapin gue gitu.
"Gak, makasih." Dia langsung berubah kecewa. Tuh, kan.
Gue langsung ambil satu sendok nasi goreng di piring gue, lalu nyodorin ke mulut dia. Shella kaget gak percaya, kalau gue mau nyuapin.
"Nih, makan!"
Shella malu-malu nerima suapan dari gue. Kok, gue jadi deg-degan gini, sih. Ah, ada masalah, nih, sama jantung gue. Nanti periksa sama Papa, ah.
"Sya, aku boleh tanya sesuatu, gak?"
"Lo mau tanya soal apa?"
"Soal ... itu."
"Itu, apa?" tanya gue yang makin bingung.
"Kamu sebenarnya ... suka beneran gak, sama aku?"
DAMMN.
Gue gak tahu mau jawab apa. Sendok di tangan gue tiba-tiba terlepas jatuh ke piring.
Tolong gue!
Gue harus jawab apa?
***
Bersambung
See you next chapter!!!
Jangan lupa vote and commentanya ya, Guys!
Thank you
~Amalia Ulan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro