Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part. 6

Kampus, Maret 2018.

Xena tak menyukai banyak pandangan mengarah padanya. Ia masih ingat, betapa malunya karena dijemput Antony dan merasa kalau semua yang ada di kafe itu membicarakannya. Bukan tak mungkin hal itu lantas menjadi bahan gunjingan di kampusnya terkait ia yang menggunakan jasa pengawal.

Ini semua karena Riga namun ia tak bisa mengelak terutama ketika diingatkan peristiwa yang mengerikan itu. Ia pun tak ingin mengambil risiko macam-macam lagi. Hanya satu yang dipinta Xena setelahnya, "Kalau aku enggak langgar jam malam, aku sedikit dibebaskan menghirup udara luar, ya, Kak Riga."

Itu saja. Dan itu sangat dimanfaatkan seorang Roxeanne Arizona. Bukan lantas ia memiliki banyak teman, tidak. Xena terlalu takut memulai. Hingga ...

Buru-buru langkahnya mendekat pada satu gerombolan yang menyudutkan salah satu di antaranya. Xena mengernyit dan mengingat gadis berambut pirang yang rasa-rasanya Xena mengenalnya. Ah ... benar, itu rekan satu kelasnya di kampus. Juga satu jurusan. Jesslyn Rasopati namanya. Itu pun kalau Xena tak salah ingat.

"Jess," panggil Xena yang membuat gerombolan itu menoleh. Jess yang menatap dengan pandangan garang, saat bersitatap dengan Xena mulai membenahi dirinya. Rambutnya sedikit berantakan entah kenapa.

"Kamu ... kenapa?"

"Oh ... lo mau bersikap sok jagoan, Nona Putri?"

Xena memejam sejenak. Benar dugaannya. Pasti karena tragedi di kafe itu, namanya tersohor lantaran memiliki pengawal.

"Ayo, Jess." Xena mengulurkan tangannya, berharap Jess segera menerimanya karena sungguh, Xena sendiri gemetaran. Ia belum pernah berkonfrontasi dengan banyak orang sebenarnya. Hanya saja, ia sempat melihat tatapan tak suka juga berani dalam diri Jess namun Xena tetap harus membantunya.

Jess melawan lima orang sekaligus, yakin berhasil lolos? Lorong ini pun sepi, tak ada orang kecuali Xena yang senang mondar mandir karena menyukai kesendiriannya di perpustakaan.

Beruntung, harapan Xena terkabul. Jess bergerak mendekat dan sedikit menumbrukkan bahunya pada salah seorang di antara mereka.

"Eh, kalian berdua jangan sok, ya." Salah satu di antara mereka berkata. Yang paling modis Xena rasa. Berbeda jauh dengan dirinya yang lebih menyukai mengenakan celana panjang longgar juga kaus yang nyaman. Rambut panjangnya juga lebih suka diikat tinggi agar tak mengganggu aktifitasnya di kampus.

Sementara yang berucap tadi? Selayaknya model kampus. Glamor dan modis.

"Maaf, saya terutama enggak mengenal kalian. Kalian dari fakultas mana juga saya enggak tau. Semester berapa juga, saya enggak tau. Tapi kalau cara kalian keroyokan entah karena masalah apa, namanya enggak fair. Satu lawan satu. Bukan satu lawan lima." Xena bicara dan sangat berharap suaranya tak ada getar gugup di sana. Matanya memandangi mereka satu persatu dengan genggaman tangan pada Jess, dipererat.

"LO!" tudingnya tanpa ragu. Xena kembali memejam walau dirinya gemetar ketakutan. Kenapa juga ia bersikap sok berani seperti ini, sih? Entah kenapa hatinya tergerak kali ini. Jess di matanya, selama di kelas pribadi yang riang. Sesekali ia membagikan roti buatannya. Katanya promo terselubung dari hasil uji cobanya di dapur.

Enak. Xena suka. Mungkin karena roti itu lah, yang membuat Xena tak ingin Jess mendapat masalah.

"Ada apa ini?"

Semesta sungguh baik hati. Mereka kompak menoleh dan mendapati seorang pengurus organisasi kampus, berdiri tak jauh dari mereka. Tak hanya seorang, tapi ada empat orang di sana. Menatap Xena cukup tajam juga gerombolan yang tadi mnegurung Jess.

"Enggak ada apa-apa, Kak Seno," kata salah satu dari si gerombolan itu. xena tak tau nama mereka dan tak ingin tau juga.

Merasa mendapat lengah dari mereka, Xena gegas menarik Jess menghindar. Urusan berterima kasih, nanti saja. Toh, seseorang yang bernama Seno ini hanya bertanya, kan?

Helaan napas lega Xena keluarkan ketika mereka sudah di taman samping gedung kampusnya. Saat melirik, Jess pun demikian. Lalu senyum Jess terukir sempurna.

"Eh, makasih lho tadi sudah bantuin gue lepas dari mereka."

"Mereka siapa, sih?" Xena menyeka dahinya yang berkeringat. Ternyata berjalan cepat dari koridor perpustakaan ke taman cukup menguras energinya. Sepertinya juga, ia memang lama tak berolah raga. Buktinya napasnya terengah-engah mirip seseorang yang dikejar anjing g!la.

"Lo enggak kenal?"

Xena menggeleng tanpa ragu.

Hal ini sontak membuat Jesslyn tergelak. hingga matanya basah air mata. "Parah lo enggak kenal mereka."

"Memang penting?" Xena masih kebingungan menemukan korelasi yang tepat, antara ia harus mengenal gerombolan itu dengan Jesslyn yang hampir dirundung tadi.

"Yah ... enggak juga, sih. For your information, mereka gerombolan cewek-cewek cantik di kampus."

Gadis berambut hitam panjang itu hanya mengangguk kecil.

"Dan seharusnya tadi lo enggak perlu nyamperin gue, sih. Gue memang menunggu mereka berhadapan sama gue."

Kening xena berkerut. Ini ... sungguh Jessly? Kepala Xena tak memahami bagaimana cara melawan dengan perbandingan yang timpang tadi?

"Gue sering banget dihina sama mereka perkara roti. Padahal gue itu lagi tester roti yang mau gue pasarkan bulan depan. Kafe gue di depan kampus, Amore', lo pasti tau. Setiap hari pasti ngelewatin, kan?"

Xena terperangah. "Punya kamu atau kamu kerja di sana?"

"Duh ... formal banget, sih. Santai aja ... ehm, gue manggil lo apa, ya? Nama lo susah juga." Jess nyengir sembari menggaruk tengkuknya. Dan sembari merapikan rambutnya yang agak ebrantakan. "Sial, Evelyn. Bikin rambut gue kayak singa," dumelnya sebagai tambahan.

Ah, selama ini Xena jarang sekali terlibat obrolan lebih dari dua menit. Ia memilih sendirian mengerjakan sesuatunya. Namun kali ini?

"Xena."

"Ah, iya. Xena. Lo enggak usah formal banget ke gue. Kayak sama siapa aja, sih." Lalu Jess mengulurkan tangannya. "Kenalan?"

Xena terkekeh. "Kenalan. Aku ... ehm, gue ya? Gue Xena."

Jess tertawa cukup keras. "Jesslyn, lo boleh panggil gue Jess."

Untuk kali pertama, mungkin ini yang disebut perkenalan sebagai teman. Yang Xena belum pernah lakukan sebelumnya kecuali sebatas kenal. Entah lah, apa perkenalan mereka ini akan panjang atau tidak.

"Kita mampir ke kafe gue, yuk. Gue traktir."

"Lo belum jawab pertanyaan gue. Lo kerja di sana?"

Lagi-lagi Jess tergelak. "Gue yang punya."

Xena melongo.

Dan sisa siang jelang sore itu, mereka berdua duduk bersama di sudut kafe. Lengkap dengan banyak hidangan yang ternyata rasanya enak juga patut diacungi jempol. Bahkan Xena menjatuhkan menu; pasta siram keju sebagai favoritnya.

"Jadi, Xena ... gosip yang beredar di kampus yang bilang lo pakai jasa pengawal itu benar?" tanya Jess demikian enteng yang membuat Xena tersedak. Buru-buru ia sambar iced capucinno-nya sekadar meloloskan satu suap pasta. Harusnya ia ambil botol mineral tapi yang ada di depannya adalah es kopi.

"Enggak."

Kening Jess berkerut.

"Itu orang suruhan Om gue."

"Hah?"

Xena mengangguk kecil. "Iya, orang suruhan Om gue."

"Gue enggak paham, Xena. Maksudnya gimana. Coba ... lo cerita. Kok, Om lo? Om atau tunangan?"

Akan tetapi, Xena belum ingin bercerita pada Jess yang baru saja ia kenal. Baginya, peringatan Riga kembali bergaung di kepala. Identitasnya jangan terlalu banyak orang yang tau. Ia tak tau kapan ancaman akan datang kembali. Menjaga itu lebih baik, kan?

****

Komentnya mana? 🤪🤪

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro