Part 23
2021
Wanita itu selalu dibalut gaun cantik yang memeluk tubuhnya sempurna. Dress hijau pupus dengan belah tinggi sebatas paha, belum lagi berpotongan dada rendah. Wajahnya yang terlahir sempurna tanpa celah. Sorot matanya tajam juga misterius. Tak sedikit yang tertarik melihatnya lebih jelas namun, wanita itu hanya menginginkan satu orang.
Yang menjadi tujuan langkahnya kini; Riga Angkasa.
Berdiri sembari memegang gelas berhias irisan lemon di tepiannya. Sesekali pria itu tertawa kecil ditambah matanya menatap sang lawan penuh lekat. Gestur tubuhnya tak kenal gentar bicara baik pada lawan juga kawan. Beberapa kali pula, pria itu berjabat tangan penuh percaya diri pada orang-orang yang menghampirinya.
Hal itu tak luput dari penglihatan sang wanita. Seringai tipis ia sungging sebagai bentuk kebanggaan tersendiri. Malam ini, mereka menghadiri pesta peluncuran produk baru Djena grup. Dan sebagai pengukuhan pula, hubungan mereka dalam taraf tak main-main lagi. Kaliandra, sang wanita cantik itu sangat yakin kalau tak lama lagi, Riga akan menikahinya.
Khalayak tau, betapa mereka sangat mesra dan pasangan serasi tanpa terkecuali.
"Riga," sapa Kali kelewat ramah. Tangannya dengan sengaja menyusup pada lengan Riga. Membuat pria itu sedikit terkejut namun buru-buru keterkejutannya itu diganti senyum kecil sebagai sambutan.
"Sudah merapikan make up-nya?"
Seloroh Riga disambut kikik geli dari lawan bicaranya. Arseno Wiraatmadja beserta pasangannya, pemilik Roisan grup, tempat di mana Djena kerja sama dalam pengadaan bahan baku.
"Kalau Kaliandra enggak butuh retouch make up, kok. Sudah cantik banget gitu," kata Indira yang menggamit mesra suaminya. Menanggapi hal itu, Kali hanya tersenyum tipis.
"Sekadar cantik di mata Riga enggak cukup. Iya, kan, Sayang?" tanya Kali mengusap pelan punggung lengan Riga. Menyentuh halusnya bahan dasar blazer mahal yang Riga kenakan.
Riga terdiam sesaat, lalu berdeham kecil, mengimbuhi ucapan Kali barusan. "Kaliandra benar." Ia menatap sekilas, kembali lagi menatap dua lawan bicaranya. "Harus pintar dan pandai membawa dirinya."
Mereka kompak mengangguk. "Enggak sabar menunggu kapan undangan kalian disebar."
Riga pias, sementara Kali tersenyum penuh arti. Beberapa waktu berlalu di mana Kali menemani Riga berbincang ringan penuh strategi bisnis. Berusaha sebisa mungkin mengimbangi obrolan yang tercipta di antara mereka. Tak terlalu memaksakan diri untuk larut, dengan cara yang elegan, yang justeru membuat aura cantik milik Kaliandra kentara sekali.
Pesta itu berlangsung cukup lama. Banyak hal yang mesti Riga lakukan termasuk me-lobby banyak kenalan baru untuk Djena. Bukan untuk dirinya sendiri walau ia merasa, tak ada yang salah kalau memiliki niat seperti itu. Namun Riga memahami satu hal; dirinya masih harus membayar hutang kewajiban terhadap Hanif. Pun sebagai balas, karena ia yang tak becus menjaga Xena.
"Kita langsung pulang?" tanya Kali sesaat setelah dirinya masuk ke dalam sedan mewah Riga.
"Iya."
Helaan kasar keluar dari Kali tanpa bisa ia kendalikan. "Kapan, sih, ada kemajuan dari hubungan kita, Riga?"
Ucapan itu sontak membuat Riga menoleh. Terdiam sesaat sebelum akhirnya ia nyalakan mesin mobil. Suara deru halus yang keluar, membuat Riga harus bersiap dalam konsentrasi untuk menghadapi jalan Jakarta di malam hari. "Memang kamu maunya seperti apa?"
Decak kesal terdengar sempurna dari wanita yang sebenarnya memang cantik secara visual ini di mata Riga. Tak ada yang meragukannya. "Aku bukan kaset rusak yang selalu mengulang apa inginku, Riga."
Riga mengatupkan bibir. Memilih menikmati audio yang terputar otomatis di mobilnya.
"Kita beda kelas, Kal. Kamu tau itu dengan pasti."
Hanya lirikan yang Kali beri sebagai respon.
"Kuran dari setahun lagi, segala yang saya kenakan, saya serahkan pada suara terbanyak."
Kali tau arah bicara yang sedang Riga utarakan ini. "Terus?"
Pria itu menoleh sekilas, menatap bimbang wanita di sampingnya itu. "Saya akan kembali menjadi Riga yang biasa, Kal. Sementara kamu? Jangan karena saya segala impian kamu jadi tertunda atau rusak."
Kali berdecak lagi. tangannya bersidekap dengan sorot mata terluka. Menatap Riga yang tak terganggu dengan setirnya. "Berapa kali juga aku bilang, aku enggak peduli." Penuh penekanan Kali bicara. "Kamu masih bisa berjaya, Riga. Aku yakin itu. Enggak di dalam Djena pun, aku enggak pernah menjadikan itu masalah."
Kembali senyap menghampiri mereka.
"Kenapa?" Akhirnya hanya itu yang bisa Riga utarakan. Jenis pertanyaan ini entah sudah berapa kali didengar seorang Kaliandra. Ia memilih merotasi matanya jengah, enggan menanggapi.
"Kamu serius sama aku, kan?"
Mobil yang Riga kendarai sudah memasuki pelataran parkiran apartement sang wanita. Mengambil slot parkir yang kosong di sisi kirinya.
"Kamu tau jawaban apa yang akan saya katakan, Kal."
"Riga," erang Kali frustasi. "Sekian lama? Enggak bisa kah melihat perjuangan aku? Cinta aku?
"Hati enggak bisa dipaksakan, kan, Kal?"
Sorot benci namun juga penuh luka, bisa Riga saksikan terpancar dari Kaliandra. "Enggak bisa kah dicoba dulu? Berjuang mencintai aku? Apa, sih, kurangnya aku? Bilang, Riga, bilang." Kini, mata yang indah walau terhalang soft lens kelabu, menitikkan air mata. Tak peduli lagi betapa ia seperti pengemis akan hatinya pada pria yang masih enggan bersuara ini.
"Berapa tahun aku tunggu kamu sebatas ... suka sama aku, lah. Enggak usah bicara cinta. Aku tau itu mahal harganya. Hargai dulu perjuangan aku, Riga. Susah?"
Isak itu kembali terdengar walau lirih. Berulang kali Riga perhatikan dari ekor matanya, Kaliandra mengusap sudut matanya yang basah. Agak lama ia biarkan agar Kali cukup tenang. Ingin sebatas menyentuh bahunya, Riga urungkan niat itu dalam-dalam.
Tak ada yang salah dengan sosok Kaliandra. Siapa yang tak ingin memiliki pasangan seperti wanita di sampingnya ini? Hampir seluruh kenalan Riga selalu mengatakan betapa ia beruntung memiliki kekasih seperti Kaliandra. Banyak pria di luar sana yang berbaris rapi berebut menarik perhatian model ternama itu. Selain cantik, Kaliandra cukup bisa mempergunakan isi kepalanya untuk terus berkreasi. Tak hanya dikenal sebagai seorang model papan atas namun, pemilik beberapa cabang butik ternama di Jakarta. Yang kini sudah merambah baik di pulau Jawa maupun luar Jawa. Bisa dibilang, Kali cukup dikenal di jajaran pebisnis pemula.
Memejam sejenak, sebelum akhirnya Riga bersuara. "Oke, saya coba."
Isak itu terhenti saat itu juga. Kali mengusap buru-buru pipinya yang basah. Menatap dengan sorot tak percaya pada sosok pria di sampingnya ini. "Kamu ... enggak bercanda, kan?"
"Apa saya terlihat bercanda?"
Senyum Kali tercipta tanpa butuh komando apa-apa. Segera ia tubruk tubuh pria di sebelahnya itu walau sedikit kesulitan. Membuat Riga mengerang pelan; terkejut.
***
Kali menutup matanya pelan, desah seirama dengan tiap sentuh yang menjalari tubuhnya. Tanpa busana. Yang Kali ingat, dress hijau pupus berbelahan tinggi itu sudah menjadi penghuni lantai kamarnya. Membalas pagut yang Riga lakukan atasnya. Bibir mereka bertemu seperti pelepas dahaga setelah melakukan perjalanan demikian panjang.
Mereka sering berciuman namun, bukan dengan rasa seperti ini. Biasanya Riga mendesaknya tanpa ampun. Memberi jeda hanya sebatas mengisi paru-parunya dengan banyak udara. Kali pasrah saja diperlakukan seperti itu. Dan sekarang, rasanya jauh lebih mendebarkan dari yang pernah Kaliandra ingat.
Penuh kelembutan, pelan, tak ada kesan buru-buru, juga rasanya ... Riga seperti menikmatinya. Mulai dari menyapanya dengan ujung lidah hingga mengisap sudut demi sudut area bibir berpemulas merah itu. Ketika kecup itu turun mengarah pada puncak tengkuknya, seluruh bulu halus yang Kali miliki, meremang. Menimbulkan sensasi yang membuatnya pening mendadak.
"Riga," erangnya pelan. Membuka mata dan mendapati seringai kecil tercipta di sudut bibir yang tampak menghitam milik sang pria.
"Do you like it?"
Riga bertanya padanya? Ya Tuhan! Itu artinya, Riga benar-benar merealisasikan ucapannya. Belajar menerima dan mencintai Kaliandra. Seperti rengekannya tadi. Perjuangannya tak ada yang sia-sia. Berbuah manis di malam ini, semanis cara Riga bertanya.
"Again, please."
Tak mau kalah dari aksi Riga yang menyentuh Kaliandra di mana-mana, jemari lentik berpemulas nude itu pun bergerak. Melepaskan tiap kait kancing yang masih terpasang sempurna pada tubuh pria yang kini menjadi miliknya.
Iya, miliknya. Kali meyakini hal itu dengan pasti. Bagaimana pembicaraan sepanjang pulang, masih bisa ia ingat dengan jelas. Juga ... caranya memperlakukan ia kini. Seolah tembok yang sejak lama Kali pukuli, runtuh perlahan. Membuat hatinya membuncah tak keruan.
"Riga," erangnya setiap kali Riga mengisap dengan agak keras di lehernya. Dan bersamaan dengan jatuhnya kemeja yang membalut tubuh kekar sang pria di hadapannya ini. Otot-ototnya tercetak sempurna, bisa Kaliandra rasakan dengan telapak tangan yang kini ia gunakan sebagai mesin penjelajah.
Pagutan mereka diurai sejenak oleh Riga. Menggunakan ibu jarinya, ia mengusap pelan bibir Kaliandra yang sudah luntur pemulasnya. Basah. Seksi. Menggoda. Semua tampak nyata di depannya kini. Ia pernah melihat Kaliandra tanpa busana. Ulahnya tentu saja. Namun kala itu, Riga tak sanggup mengusir bayang masa lalunya. Vally. Ah ... sepertinya bukan.
Senyum manis dari gadis kecil yang ia simpan rapi di tepian hatinya.
"Sudah tak ada yang perlu disesali, Riga. Semuanya sudah terlambat. Xena sudah dimakamkan. Tugas kita mencari tau, dalang di balik semua ini."
Ronald benar. Tugasnya mengurai benang kusut yang tinggal beberapa waktu lagi kesempatan yang ada. Selama ia menjabat di sisa surat wasiat, ia tak akan menyerah mencari keadilan untuk Xena. Karena di matanya, ada seseorang yang ingin melenyapkan mereka. Namun ... Xena tak mungkin kembali, kan?
Hidupnya harus tetap berjalan. Termasuk menyimpan kenangan bersama Xena di sisi hatinya yang lain. Belajar menerima Kaliandra karena selama ini, sosoknya lah yang mendukung Riga. Setidaknya ... keputusan tadi tak ada salahnya untuk dicoba.
Belajar mencintai seorang Kaliandra Sofyan.
"Ini ... masih di ruang tamu, Kal. Ka—"
"Aku mau make out di mana aja, enggak jadi masalah asal kamu enggak tinggalkan aku begitu aja," sela Kali cepat. Membuat Riga tersenyum kecil.
"Untuk kali ini ...," Ia usap pipi yang tampak merona juga irama napas yang sedikit terengah, dengan perlahan. Memberi satu kecup cukup lama di kening si pemilik wajah. "Kita lakukan dengan benar."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro