Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part. 12

Sedannya terparkir mulus di basement apartement Riga. Untuk saat ini, dirinya memastikan kalau Riga tak akan mampu menolaknya. Dua cup coffe sebagai barang bawaan sudah di tangannya. Melenggang anggun menuju unit yang sudah dihapal di luar kepalanya. Sesekali membalas sapaan ramah dari para petugas keamanan yang ada di beberapa sudut lobby.

Seringnya ia ke sini membuat hapal wajah-wajah orang yang bekerja di sini, pun mereka.

Mengecek sekali lagi penampilannya yang dirasa sudah maksimal namun, tak ada salahnya untuk sekadar memastikan. Lipstik merah menyala dipulas sedikit lagi. Tubuhnya tertutup coat cukup tebal dengan panjang hampir sebetis. Membalut sempurna lekuk indah dirinya yang semampai. Parfum yang ia kenakan sudah memenuhi ruang besi yang membawanya naik.

Kali menghidu sebentar, "Ehm ... pasti Riga suka."

Ponsel yang sejak tadi ia genggam, segera digunakan sekadar memberitahu si penerima kalau sebentar lagi dirinya tiba. Malam ini, Riga miliknya. Dan akan ia buat seterusnya, bahkan selamanya.

Ia tak butuh membunyikan bel. Password apartement ini ia hapal di luar kepala. Riga termasuk pria yang enggan direcoki urusan sepele. Hanya satu yang sukar sekali disingkirkan; Roxeanne Arizona. Gadis menyebalkan yang tak tau diri itu. Kalau mengingat Xena, mendadak darah Kali mendidih otomatis. Bibirnya mencebik tak suka namun buru-buru ia tepis amarahnya.

Malam ini, malamnya dengan Riga. Tak mau Xena menginterupsi baik sosoknya juga bayangnya dalam pikirannya.

Begitu pintu terbuka, sosok pria yang sejak tadi memenuhi kepalanya ada di ujung saja, dekat balkon. Menyendiri dengan kepulan asap sebagai peneman. Penuh percaya diri, Kali mendekat. Senyumnya terulas sempurna.

"Hai, Sayang." Peluk Kali dari belakang. Suaranya sengaja ia hantar tepat di belakang cuping telinga Riga. Aroma asap manis yang biasa Riga kepulkan, menyapa penciumannya. Tangan Kali pun melingkar sempurna pada pinggang Riga setelah memastikan cup kopi tadi ia letakkan dengan benar di meja ruang tamu.

"Berat, Kal." Riga berupaya melepaskan diri, tetapi Kali lebih pandai membuatnya tak bisa berkutik. Saat pria itu berhasil melepaskan diri dari tautan tangan Kali, ia kurang memperhitungkan kalau wanita cantik itu sudah berada di depannya. Jemari lentik berkelir merah itu sontak menangkup wajahnya. Melayangkan satu kecup berubah cium yang panjang serta penuh tuntut pada Riga.

Pada mulanya, Riga jelas menolak namun apa daya. Ketika bibir lembut itu mulai menjelajahi dirinya dengan teramat perhitungan, dirinya goyah. Riga segera mendekatkan diri, sedikit menekan Kali pada bibir balkon tapi tetap ia tahan geraknya dengan tangan yang lain pada pinggang. Cium itu disambut dengan sama menggeloranya.

Hal yang paling Kali sukai saat ciumnya terbalas adalah cara Riga memperlakukan dirinya. Penuh tuntut dan tak ingin kalah. Dominasi Riga memang luar biasa membuat Kali selalu memasrahkan diri. Tak memedulikan hati pria yang ia rasa, jemarinya mulai menjelajahi tubuh Kali.

Kali bersorak riang saat ini.

"Jangan berhenti. Lepaskan, Riga." Kali melepas sejenak, sekadar mengisi dadanya dengan udara yang berembus. "Ada aku." Bibirnya sengaja ia gerakkan persis di atas bibir Riga yang terbuka. Mata mereka bertemu dengan sorot yang berbeda. Bergerak sesensual mungkin, memasrahkan diri dengan perhitungan.

"Jangan salahkan saya malam ini kalau begitu."

Kali terkekeh kecil. "Kapan aku menyesalinya? Aku malah menunggu dengan setia, kan?" Tangan yang tadi ia gunakan untuk menangkup wajah Riga, sudah ia kalungkan pada leher sang pria. Seolah menegaskan pada dunia, tak akan yang boleh memisahkan mereka berdua malam ini.

Dadanya membusung tinggi pernuh percaya diri. Terkadang bersentuhan dengan dada Riga yang masih tersembunyi dari balik kemejanya. Penuh lembut, jemari Kali ia pergunakan untuk menyusuri ceruk leher Riga. Turun dengan teramat pelan dengan memberi begitu banyak sensasi dalam seiap detik sentuhnya.

Sering Kali saksikan betapa menggiurkan dada Riga di sana. Otot-ototnya sempurna terbentuk, membuat dirinya tak pernah terpuaskan hanya sekadar diberi izin menyentuhnya. Kali rasa, mengusap ke seluruh permukaan dada Riga dengan ujung lidahnya, bisa memuaskan dirinya saat ini. Tentu saja dengan persetujuan Riga. Pria itu selalu menyenangi dominasi. Di mana Kali lebih sering terbaring pasrah dan menunggu. Berharap saat ini, malam ini, Riga mau melanjutkan segala hal yang selalu ia tuntaskan tanpa ada penyelesaian.

Satu demi satu, kancing kemeja itu ia buka dari lubangnya. Sesekali netra Kali mendongak dan mendapati mata Riga yang hanya diam saja tanpa protes. Mengulum senyum kecil dengan gerak sedikit menggigit ujung bibirnya, "Aku lanjutkan, ya?" tanya Kali bukan untuk memastikan. Untuk lebih menggoda Riga lebih tepatnya.

Terutama karena geraknya sudah sampai pada kancing kemeja terakhir. Hanya tinggal satu kali gerak, kemeja itu bisa Kali loloskan dan buang ke sembarang arah. "Tapi jangan di sini. Dingin, Riga."

Riga masih menatap Kali tanpa putus. Nyata sekali gairah itu ada di mata wanita cantik berambut gelombang ini. Dengan pungung tangannya Riga memberi satu sentuh yang membuat Kali memejamkan mata. "Di kamar saya hangat. Kamu tau itu dengan pasti."

"With my pleasure, Darl." Kali tertawa penuh godaan.

Kali ini, Riga yang melayangkan cumbuan lebih dulu. Bukan sekadar tuntut lagi yang ia pinta tapi balas yang tak kalah menggebu harus ia dapatkan dari Kaliandra sekarang. Untuk perlakuan Kali malam ini, tak pelak Riga lakukan satu hal demi menghargai dirinya. Diloloskan satu tangannya ke dekat lutut dengan sedikit menunduk, dan Kali sudah berada dalam gendongannya. Ada kesiap kecil yang Riga dengar tapi segera berganti dengan kekehan dari wanita cantik itu.

Demi menuntaskan apa yang sudah mereka mulai, Riga berjalan dengan buru-buru. Membiarkan Kali membuka pintu dan menutupnya dengan segera. Sedikit kasar, Riga jatuhkan Kali di ranjang besarnya. Kali masih mempertahankan tawanya apalagi kemeja yang tadi sudah ia buka kancingnya, dilepas dengan sempurna oleh Riga. Menampilkan dadanya yang dipenuhi dengan bulu.

Tegap. Kekar. Seksi. Belum lagi terlihat begitu menantang di depan Kaliandra. Debar jantungnya sudah tak terhitung lagi. Membuatnya tanpa sadar, menggigit ujung bibirnya pelan. He is really damn hot!

Riga menunduk setelahnya. Menyapa kembali bibir Kali yang sudah sedikit berantakan karena perbuatan mereka tadi. Mengisap lembut tapi seiring detik berjalan, isapan itu penuh dengan hasr@t. Melumat satu per satu bagian yang terus saja menggoda untuk sekadar dijelajahi bagi Riga. Yang sebenarnya bagian tersebut sudah ia hapal di luar kepala mengingat Kali tak pernah segan ataupun malu melayangkan cumbuannya tiap kali sedang bersama. Pun ketika lidahnya mendobrak masuk. Kali menyambutnya dengan sorak sorai. Beradu satu sama lain, tak ingin kalah seolah saat ini Kaliandra yang harus menang.

"Ehm ... Riga," desah Kali pelan. Napasnya terengah kemudian. Pagutan itu terlepas sejenak namun efeknya cukup membuat berantakan.

Jeda itu dipergunakan Riga dengan baik. Tangannya terampil sekali mempereteli gaun Kali yang hanya bertalikan tipis di bagian bahu. Bahkan tanpa perlu mengintip lebih jauh, d*da Kali sudah menyembul minta perhatian. Menyisakan tubuh berkulit putih itu dengan bra yang tak bisa membungkus sempurna payudaranya. Entah karena ukurannya yang sempit atau memang Kali sengaja, Riga tak ingin ambil pusing.

Kontras sekali warna yang dipilih; merah. Warna yang Riga suka.

Penegasan akan satu hal bagi sosok Kaliandra Sofyan di mata Riga; seksi dan menggoda.

Dadanya masih turun naik berusaha dinormalkan tapi apa daya, Riga selalu membuat wanita itu menggeram tertahan. Sentuh ujung jemarinya di seluruh area permukaan kulit mampu membuat Kali berulang kali mendesah. Bahkan sesekali ia memejam. Merasakan dengan amat rabaan yang Riga beri.

Saking tak tahan akan godaan jemari Riga, Kali bersiap untuk menangkap tangan itu. Ingin menggantinya dengan hal lain tapi Riga cegah.

"A-a." Telunjuk Riga bergerak pelan tanda tak ingin diganggu. "Dilarang sentuh saya kecuali saya yang meminta."

Kali cemberut.

Akan tetapi, tak sampai dua detik bra merah berenda nan seksi itu sudah terlepas karena ulah Riga. Belum cukup sampai di situ, bibir yang tadi membuat semua kinerja kepala Kali berantakan, makin jadi berbuat ulah. Satu demi satu dadanya mendapat kunjungan sentuh membara. Entah sudah berapa kali, wanita itu mendesah dan menyebut nama Riga.

Lenguhnya.

Desahnya.

Geramnya.

Semua yang Kali lakukan, menciptakan pergerakan dari Riga yang demikian konstan. Bukan untuk menghentikannya, tapi untuk memberitahukan kalau apa yang Riga perbuat atas tubuhnya, memang sudah selayaknya. Sesekali gigitan disertai isapan kencang sebagai balas desah Kali, Riga beri. Menimbulkan jejak merah yang tak mungkin hilang dalam semalam. Menatap hasil perbuatannya barusan, membuat sudut bibir Riga tertarik sedikit. Puas.

Saat netranya bermuara pada satu benda tipis berenda yang masih setia dikenakan Kali, Riga tampak berpikir. "Saya rusak atau kamu buka dengan senang hati?"

Ucapan Riga sontak membuat Kali tertawa. "Dirusak tapi diganti, kan?"

Tak butuh Riga jawab karena detik itu juga, dalam satu tarikan cukup kencang, kain itu terlepas. Terkoyak di kedua sisi dan segera Riga lempar ke sembarang arah.

"Kita lihat, apa kamu sudah siap?" Riga membasahi jari tengahnya dengan gerak pelan. Matanya lurus menatap Kali seperti mangsa yang tampak pasrah dalam kukungannya. Gerak Riga malah membuat nyeri makin hebat dirasa Kaliandra sekarang. Membasahi bibirnya demi menahan semua gejolak hasr*t yang sudah menggulung Kali tanpa ampun.

Riga mengusap ujung milik Kali pun masih dalam gerak yang teramat pelan. membuka lipatan di dalamnya dengan teramat pelan tanpa memutus tatapannya pada wanita yang sudah terengah padahal ia belum berbuat apa-apa. Membuat debar Kali makin jadi dan napasnya menjadi pendek-pendek.

Tujuan Riga sudah barang tentu, menggoda Kali. Dan tanpa aba-aba lebih dulu, jemarinya ia masukkan dalam satu kali sentak.

"RIGA!"

Pria itu justeru terkekeh. "Enjoy this game, Kal."

Maka yang bisa Kali lakukan hanya memejam. Membiarkan jemari Riga mempermainkannya. Bukan hanya satu, melainkan dua, di dalam sana. Beradu sempurna. Menimbulkan suara desah juga geram yang mengalun mengisi ruang kamar Riga ini.

Dadanya membusung sesekali, matanya bergerak liar ke sana kemari merasakan sensasi yang sungguh menyiksanya kini. jemarinya mencengkeram sprey kuat-kuat karena rasa yang semakin membadai dalam dirinya, mulai membesar.

Tak ingin membuang waktu, Riga mendaratkan satu ciuman panjang dengan penuh nafs*. Dibalas tak kalah panas dari Kali sementara di dalam sana, jemari Riga masih bergerak. Mencari dan menjelajah hingga ia merasa sedikit dorongan Kali pada dadanya. Pun satu jerit dengan nada frustrasi dikeluarkan Kali.

Artinya ... wanita itu sudah terpuaskan. Bahkan hanya dengan jemarinya. Ah, Riga merasa tersanjung sekarang.

"Jangan menggigit bibir seperti itu, Kal."

"Oh, kamu enggak suka?" Kali sedikit bangkit dari rebahnya. Berusaha dengan amat agar dirinya cepat menormalkan napasnya yang terengah. Permainan Riga seperti ini saja sudah menakjubkan, dan Kali merasa, itu baru pembukaan. Menumpukan diri pada kedua siku dan masih setia menatap Riga. Tangan pria itu sudah bersiap membuka gesper yang membelit celananya tapi dicegah dengan segera. "Aku saja."

Riga menyerengai. "Untuk kali ini, saya persilakan."

Senyum Kali puas sekali hari ini. Ah, tak sia-sia tadi dirinya merayu Riga di telepon. Entah kenapa felling-nya mengatakan, kalau Riga butuh penghiburan. Kali tak ingin buru-buru. Menikmati dengan caranya merayu. Membuat pria yang berlutut di antara kedua pahanya, tak melarikan perhatian kecuali pada dirinya.

Setelah kegiatan itu terlaksana, bukti jika Riga memang menginginkannya sudah nyata ada di depannya. Selama ini, tak pernah Kali rasakan bagaimana Riga yang sesungguhnya ada di dalamnya. Saling memberi dan menerima juga mencari kepuasan dalam tiap alun gerak mereka. Ingin sekali Kali merasakan hal itu, dan doanya mungkin akan terkabul kali ini.

Akan tetapi, impian hanya sebatas mimpi. Saat Riga kembali menindihnya, menatap lekat matanya, pun memberi satu sentuh pada pipi Kali—padahal milik Riga sudah sesekali bergesekan dengan celah di kedua paha Kali. Pria itu tertegun.

Berhenti.

Dan meninggalkan Kali begitu saja. Tanpa mengatakan apa-apa. Membiarkan Kali meneriaki namanya dengan lantang.

"RIGA BERENGSEK!"

*** 

Om Riga ini yawlaaaa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro