38 - His Presence
Just like that.
Only with your presence,
you can cure me.
Unpredictably.
🎵 Lukas Graham - When You Love Someone
* * *
"Sore!" Suara bariton yang selalu kusuka itu menyapa ketika aku mengangkat dering teleponku.
"Sore."
"Lagi dimana ini? Aaaahh, rasanya lama banget sih nunggu hari sabtu."
"Emang mau ngapain hari sabtu?"
"Ketemu kamu lah." Jawaban Bintang membuat netraku membelalak. Padahal kami baru berpisah beberapa hari lalu, tapi kenapa Bintang sudah akan ke sini hari sabtu ini.
"Bi, kita kan baru ketemu lho, masak iya kamu mau ke sini lagi?"
"Kalau bisa aku maunya ketemu kamu tiap hari, Nau. Jadi sebisa mungkin kalau ada waktu aku bakal ke sana buat nemuin kamu. Dan kebetulan sabtu besok itu waktu aku kosong." Suaranya terdengar begitu antusias, aku tersenyum geli mendengarnya.
"Udah napa modusinnya, Bi." Gelak tawa baik dariku maupun darinya terdengar. Hubungan kami sudah sebaik ini karena kejadin minggu lalu.
Setelah keluar dari rumah sakit, kami pergi berjalan-jalan di sekitar resort. Hanya untuk menikmati pantai. Bintang tidak mau aku terlalu lelah.
Seharian bersama Bintang membuatku sadar, ternyata hadirnya masih begitu signifikan bagiku. Tak perlu banyak usaha, dengan ia ada di sampingku, bercerita dan tertawa bersama sudah cukup untuk mengembalikanku pada kondisi normal. Dan aku memutuskan untuk kembali mencoba membuka hatiku untuknya.
"Terserah kamu deh, Bi. Aku cuma minta kamu jangan terlalu menghamburkan uang kamu. Jakarta-Bali bukan semacem Jakarta-Bandung kan?"
"Iya. Aku nggak akan sembarangan hambur-hamburin uang. Cuma minggu depan jadwalku padat, jadi kebetulan minggu ini kosong, ya aku ke sana aja kan."
"Hmm."
"Yaudah, aku tutup dulu telponnya ya. Ada mama aku di Jakarta, ini aku ke rumah Dydy buat nemuin Mama. Aah ya! Kamu belum pernah ketemu mama aku ya Nau? Kita cari waktu yang pas ya, aku ajak kamu ke surabaya buat kenalan sama orang tuaku." Wajahku berubah panas mendengar ucapan Bintang. Dalam beberapa menit dia sudah membuat jantungku loncat-loncat tak karuan. Dasar!
"Nau?"
"Eh iya Bi. Maaf. We're not in the term of knowing each other parents, Bi."
"Hahaha ..," terdengar kekehan di ujung sana, "anggap aja aku mau ngenalin temanku kepada Mamaku."
"Ck, bisa kamu ngelesnya ya. Terserah aja deh."
"Yaudah, aku tutup dulu ya. Miss you. Hahaha. Assalamualaikum." Bintang sudah menutup sambungan tanpa menunggu balasanku, sepertinya dia tahu aku akan mengamuk mendengar kalimat "miss you" dari mulutnya. Iiissh, lihatlah kelakuannya!
"Walaikumsalam."
"Duuuh ... yang abis ditelepon pacar. Wajahnya sampe kayak tomat begitu." Suara Bang Arsa membuat lamunanku terhenti. Aku menatap sebal ke arahnya.
"Iiisssshh apa'an sih Bang! Bukan pacar!."
"Oh bukan ya? Ah, bukan pacar tapi calon suami." Bang Arsa tertawa terbahak dan aku berdecak sebal. Apa-apaan sih dia?!
"Apapun hubungan kalian sekarang, gue senang liat lo beberapa hari ini. Lo terlihat benar-benar hidup, Ra. Gue nggak nyangka sehebat itu pengaruh Bintang ke lo ya." Lanjut Bang Arsa yang raut mukanya kini telah berubah serius. Aku menghela napas perlahan.
"Dia secara tidak diduga sudah masuk terlalu dalam ke sini Bang," ucapku sambil menunjuk ke arah dada. "Tanpa perlu banyak usaha dia sudah sangat mempengaruhi gue Bang. Hati, pikiran dan fisik gue jauh lebih baik semenjak gue memilih berdamai dengannya dan dengan takdir. Thanks to you, bang, gue memilih untuk mengikuti kata hati." Aku memeluk Bang Arsa dengan manja. Membuat kakak sepupu terbaikku ini terkekeh.
"Sama-sama, Ra. Gue lihat sendiri bagaimana tulusnya dia ke lo. Mungkin dia pernah melakukan kesalahan, tapi nggak ada salahnya memberi dia kesempatan kedua bukan? Everyone deserve a second chance, Ra. Jadi gue harap, kalian akan terus berjuang. Termasuk mendapatkan restu Om Syahril dan juga Tante Dewi. Hahaha." Bang Arsa balik memelukku dan kini mengusap lembut puncak kepalaku.
"Iiisssh, kejauhan sampe bahas restu orang tua. Gue sama Bintang belum sejauh itu."
"Cepat atau lambat gue yakin kalian akan ada di titik itu. Dan gue minta lo tetap mempertimbangkan kedua orang tua lo." Aku terdiam mendengar ucapan Bang Arsa. Sejujurnya pembicaraan tentang mereka sangat ingin kuhindari.
"Ra, biar bagaimana pun mereka tetap orang tua kandung lo. Seperti apapun perlakuan mereka ke lo selama ini. Maafkan mereka, Ra. Gue yakin hati lo akan jauh lebih merasakan lega, kalo lo bisa memaafkan mereka dengan tulus. Ingat, hati lo masih belum sepenuhnya sembuh. Dan gue yakin, mereka alasan untuk itu."
Aku masih terdiam mendengarkan ucapan tersebut. Mungkin memang benar yang dikatakan Bang Arsa. Tapi aku tahu pasti, merubah pendirian Papa bukan semudah membalikkan telapak tangan. Mama bahkan tidak bisa membantuku. Mama terlalu menyayangi Pap sampai-sampai tidak bisa membelaku di hadapannya.
Aku mendesah frustasi. Perjuangan menuju kehidupan normal masihlah panjang.
* * *
"Maaf, aku ada operasi mendadak. Aku nggak jadi ke sana hari ini." ucap Bintang disela-sela sambungan telepon kami. Aku mendesah dalam diam, sebenarnya kecewa karena Bintang tidak jadi datang. Tapi mau bagaimana lagi, itu memang pekerjaannya. Dan lagi, siapa diriku sampai-sampai hendak menuntut banyak darinya?
"Nggak apa, Bi. Semoga lancar ya operasinya hari ini Pak Dokter. Kita bisa ketemu minggu depan kan Bi."
"Aku minggu depan ada jadwal operasi hari Sabtu juga, Nau." Suaranya terdengar lesu.
"Nggak boleh lesu gitu, Bi. Itu kerjaan kamu, itu profesi kamu, kamu mesti jalani dengan penuh tanggung jawab. Lagian, keren loh jadi kamu, bisa membantu banyak orang begitu."
"Siap. Aaaaahh, rasanya aku pengen lari ke sana. Atau ... aku minta Rava pindahin kamu ke sini aja ya."
"Iiisssshh,, nggak boleh seenaknya gitu, Bi. Aku yang minta dia perpanjang kerjaku di sini. Kalo tiba-tiba kamu minta pindah ke Jakarta, bisa-bisa aku dicincang sama Rava." Terdengar gelak tawa dari seberang. Aku tahu dia hanya bercanda.
Selanjutnya kami hanya mengobrol biasa. Aku sendiri sedang berada di kantor namun sedang tidak banya pekerjaan yang bisa kulakukan.
Aku hanya duduk diam di kursi putar berwarna hitam sambil melihat ke arah jendela yang ada di belakang kursiku. Berbicara dengan Bintang sambil menatap indahnya pantai sungguh menyenangkan. Beruntung karena aku adalah asisten Bang Arsa sehingga aku berada di salah satu ruangan kerja yang istimewa di hotel ini.
"Bagus ya lo duduk-duduk sambil pacaran di telfon!" Bang Arsa berucap sambil memukulkan berkas di tangannya ke kepalaki. Membuatku mengaduh dan segera menyelesaikan teleponku dengan Bintang.
"Iiissshh, nggak enak gitu ya idupnya kalo nggak ngerecokin gue, Bang!"
"Nah lo enak bener, magabut gitu!"
"Yaelah, cuman telepon bentar ini. Nyebelin banget sih punya boss kayak lo, Bang. Pantes nggak punya-punya pacar, anjing herder sih!" Segera setelah mengatakan hal itu aku segera berlari keluar ruangan.
"Naura!! Kurang ajar emang ni anak."
Selanjutnya tak kudengar lagi gerutuan Bang Arsa karena kini aku sudah berlari di lorong menuju lift. Saatnya makan siang! Hahahaha.
• • •
"Muka lo suntuk amat, Ra." Aku menoleh ke arah Sandra yang sedang menyodorkan latte yang kupesan. Kami sedang berada di cafe kawasan Legian. Cafe yang sama tempat Bintanh pernah mengajakku. Entah kenapa aku menyukai cafe ini.
"Biasa aja kali, San."
"Sumpah, Ra! Muka lo tu kecut banget. Kenapa? Kangen Bintang?" goda Sandra yang segera membuatku reflek berdecak.
"Tadinya Bintang mau dateng, tapi ada operasi mendadak, alhasil dia batal deh ke sini."
"Cie.. kangen cie.."
"Iiissshh."
"Maaf Kak. Ada yang mengirim latte ini untuk Kakak." Ucapan pelayan cafe membuatki menaikkan satu alisnya.
"Buat saya?"
"Iya kak." Pelayan tersebut pun meletakkan cangkir latte tersebut di hadapan mejanya. Terdapat notes yang menempel di atas cangkir tersebut.
Latte ini akan sangat nikmat jika langsung dinikmati. Selamat menikmati.
Aku pun mengangkat bahuku acuh. Entah siapa yang mengirimnya, namun akutertarik untuk menyicipi latte ini.
Mendekatkan cangkir ke arahku, aku mulai menghidu aromanya. Menenangkan seperti biasa. Tak butuh waktu lama, aku segera menyesap latte tersebut.
Netraku membola. Ini latte buatan Bintang. Aku yakin sekali. Reflek menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari keberadaan Bintang. Tetapi cafe ini bisa dibilang cukup mungil untuk bersembunyi.
"Lo kenapa sih, Ra? Celingak celinguk gitu."
"Gue yakin ini latte buatan Bintang."
"Nggak mungkin ah. Lo sendiri kan tadi yang bilang kalau Bintang nggak jadi ke sini. Lagian, dia tau dari mana kita lagi di sini, Ra." Ucapan Sandra cukup masuk akal. Darimana dia tahu aku ada di sini.
"Balik yuk. Gue ngantuk. Kopinya udah gue bayar." ajak Sandra setelah kami menghabiskan waktu hampir dua jam di cafe. Aku mengangguk pasrah dan mengikuti Sandra yang sudah lebih dulu meninggalkan cafe.
Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai di apartemen Sandra karena memang jarak cafe dengan apartemen Sandra tidak begitu jauh.
"Ra, gue turun sini aja deh. Gue mau beli camilan di minimarket." ucap Sandra menunjuk ke arah minimarket yang berada persis di depan gedung condotel tempat mereka tinggal. Keningku reflek berkerut.
"Yaudah kita ke sana, gue tungguin."
"Jangan" jawab Sandra cepat semakin membuatku mengerutkan keningnya. Senyum lebar terpasang di wajah Sandra. "Gue mau ketemu temen gue di sini. Lo langsung balik aja deh."
"Temen? Yeee... bilang dong kalo mau ketemu orang. Yaudah gue duluan ya." Aku kembali melajukan mobil ketika Sandra telah memasuki minimarket tersebut.
Setelah sampai, aku segera menuju unit condotel. Ah ya, aku dan Sabdra tinggal di sebuah condotel di dekat kantor Sandra. Condotel ini adalah milik Aldric. Menurut Sandra, Aldric sengaja memberikan fasilitas ini kepada Sandra agar kami bisa tinggal bersama di unit tersebut. Sungguh Aldric memang sahabat terbaikku. Sayang akhir-akhir ini sulit untuk menghubunginya. Entah kenapa, tiba-tiba aku merindukan Aldric.
Aku memasuki unit dengan keycard seperti biasa. Suasana di dalam tentu saja gelap karena kami pergi seharian. Aku segera bergerak menuju power utama unit yang tak jauh dari pintu. Lampu menyala. Aku terpaku dan netraku membelalak tak percaya ketika ....
"Surprise!"
*****TBC
Ada yang kangen nggak sih sama Naura Bintang?
Maaf telat update. Banyak yang harus dikerjakan akhir-akhir ini...
Jangan lupa vote commentnya.. 😘😘
06.04.2018 revised on 26.11.2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro