24 - Hurtfull Truth
If you love two people at the same time,
Choose the second,
Becauce if you really love the first one,
You wouldn't have fallen for the second
~Johny Depp~
🎵 Clay Walker - Holding her and Loving You
***
Earlier On RSCM
Sandra dan Dante sudah sampai di IGD RSCM Kencana sesuai arahan Naura. Dan benar saja sampai di sana Dion sudah menunggu kehadiran mereka. Dante dibantu oleh beberapa perawat segera memindahkan Aldric ke brangkar milik RS.
Dion terlalu sibuk mengintruksi dan bersiap mengecek pasien sehingga tidak sadar bahwa di dekatnya berada ada Bintang dan Kirana yang baru saja dari kantin rumah sakit ini dan memang sengaja mampir ke IGD untuk membawakan pesanan Dion.
Kirana mengerutkan keningnya melihat pasien yang sedang berada di brangkar. Bintang pun ikut mengalihkan pandangan ke arah brangkar tersebut. Bintang mengenali Sandra dan juga pasien di brangkar tersebut.
"Loh itu kan Aldric," ucap Bintang sambil menaikkan satu alisnya. Kirana segera menoleh kaget kepada Bintang.
"Mas Bi kenal Kak Aldric?" tanya Kirana dengan raut kaget. Bintang mengangguk. Mereka saling menatap satu sama lain sejenak sebelum akhirnya mendekati brangkar tersebut.
Brangkar tersebut sudah memasuki ruang pemeriksaan di IGD. Sedang Sandra dan Dante terlihat berdiri menunggu tak jauh dari bilik pemeriksaan. Bintang yang mengenali Sandra pun segera mendekatinya.
"Sandra, itu tadi Aldric kan ya?" sapa Bintang kepada Sandra. Sandra tentu kaget melihat Bintang ada di sini dengan mengenakan jas dokter. Keningnya pun berkerut.
"Eh Mas Bintang? Masnya kok... kenapa pakai jas dokter?" Bukannya menjawab Sandra justru mempertanyakan hal yang membuat dia penasaran. Jari telunjuknya menunjuk rumah sakit dan jas Bintang secara bergantian.
"Untuk itu kamu bisa tanya ke Naura. Itu tadi bener Aldric?" tanya Bintang sekali lagi.
"Eh iya sorry, bener, Mas Bintang. Itu Pak Aldric. Dia tiba-tiba pingsan dan kondisinya lemah begitu. Kita panik jadi langsung kita bawa ke IGD." Setelah mendengar jawaban Sandra, Kirana terlihat berlari menuju bilik pemeriksaan Aldric. Bintang hendak mencegah namun ia urungkan.
"Naura sudah tahu?" tanya Bintang lagi kepada Sandra.
"Udah, justru dia yang nyuruh saya bawa Pak Aldric ke sini." Ucapan Sandra tadi belom sempat ditanggapi oleh Bintang. Ponsel Bintang tiba-tiba berbunyi dan itu telepon dari salah satu suster rawat. Mengabarkan bahwa salah satu pasien ingin ditemui oleh Bintang. Bintang menghela napas kecewa. Seharusnya ia bisa menunggu di sini untuk menemui Naura yang menghindarinya beberapa hari ini. Tetapi panggilan tadi memumuskan rencananya.
"Oke, kamu tunggu dulu ya. Dokter Dion dokter berpengalaman kok. He's in the right hand. Saya tinggal dulu. Ada pasien menunggu," jawab Bintang sambil menepuk pelan lengan Sandra. Selanjutnya Bintang segera masuk ke ruang IGD untuk memanggil Kirana.
***
"Kamu kenal Aldric, Ra? Kamu kayak khawatir banget sama dia." Tanya Bintang yang merasa janggal melihat kekhawatiran yang cukup besar di wajah Kirana. Keduanya sudah selesai melakukan pengecekan pasien dan saat ini berada di ruangan.
"Kenal, Mas. Aku kenal dia sejak masih kecil. Dia salah satu temen Mas Rava waktu SMP," jelas Kirana yang tentu membuat Bintang mencelos dalam hati. Tentu saja, Aldric sahabat Naura sejak kecil dan Naura sahabat Kirana sejak kecil. Bukan tidak mungkin Aldric dan Kirana mengenal sejak kecil pula. Bego lo, Bi. Batin Bintang.
"Kata Dion gimana?"
"Kata Dokter Dion sepertinya Kak Aldric dehidrasi dan juga tertekan. Itu penyebab utama demam dan pingsannya."
"Syukurlah Aldric segera ditangani. Palingan dia cuma perlu rawat inap sehari dua hari untuk mengembalikan kondisi tubuhnya."
"Mas Bi gimana bisa kenal Kak Al?" tanya Kirana yang sedikit bingung karena Bintang terdengar cukup akrab dengan Aldric. Bintang tersenyum canggung mendengar pertanyaan Kirana dan Kirana menangkap hal itu. Kirana pun menaikkan satu alisnya, menuntut penjelasan Bintang.
"Masih inget ceritaku tentang cewek yang mengalihkan rasa sakitku?" Kirana mengangguk antusias. "Aldric sahabat dari cewek itu." Bintang sebenarnya berat mengatakan hal ini. Ia takut semua akan terkuak. Tapi kemudian ia berpikir, mungkin memang ini saatnya untuk kebenaran itu diungkapkan. Bukan kepada Kirana, tapi kepada Naura.
"Sahabat Kak Al?" Kirana mencoba mengingat-ingat siapa saja sahabat Aldric yang ia tau. "Apa aku mengenalnya?" tanya Kirana lirih lebih kepada gumaman untuk dirinya sendiri. Meski begitu Bintang mendengarnya sekilas.
"Ya, kamu kenal dia, Ra. Naura Chyntia Armilda. Dia orangnya." Kirana reflek membelalakan matanya mendengar jawaban Bintang. Kenapa takdir begitu suka bermain dengan manusia.
"Hah? Tunggu. Kak Chyntia dan Mas Bi? Rava dan Dydy? Kak Chyntia udah tahu Mas Bi kakak Dydy?"
"Dia sudah tahu aku kakak Dydy." Jawab Bintang. Wajahnya berubah sendu dan Kirana merasa aneh dengan hal itu. "Tapi dia belum tahu kalau kamu adalah orang yang pernah aku cintai."
Kirana terdiam karena fakta yang baru saja diungkapkan Bintang. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Naura jika sampi mengetahui hal ini. Menghembuskan napas frustasi, Kirana tak habis pikir bagaimana bisa ada lingkaran serumit ini.
Brukk!
Terdengar suara benda bertubrukan dengan lantai dari arah pintu yang membuat keduanya pun menoleh serempak.
Pintu perlahan terbuka karena sosok itu menyenggol pintu saat hendak mengambil tasnya yang jatuh. Netra keduanya membola ketika mengetahui siapa sosok di balik pintu. Paras cantik itu terlihat pias karena fakta yang baru saja ia dengar.
"Jadi orang yang kamu cintai itu adalah Rana, Bi?"
"Kak Chyn." Kirana bergerak maju mendekat ke arah Naura. Naura sendiri yang masih belum siap menghadapi fakta baru tersebut pun mengangkat satu tangannya sebagai isyarat untuk Kirana berhenti mendekat. Kirana pun terdiam sambil menatap Naura dengan penuh rasa bersalah.
Naura segera meninggalkan keduanya. Ia belum siap. Ia bukan marah kepada mereka. Ia hanya ingin menenangkan emosinya naura tidak ingin kehilangan Bintang maupun Kirana hanya karena emosi sesaatnya.
Naura segera menuju parkiran mobil. Melajukan mobil ke rumah Aldric. Bagaimanapun ia berjanji untuk menjaga Aldric. Tidak lupa ia mengirim pesan kepada Sandra, meminta bantuannya sekali lagi.
Naura C Armilda : Sand, sorry gue balik duluan. Ada emergency. Tolong lo bawa Aldric balik ke rumahnya. Kita ketemu di sana ya. Thanks dear 😘😘😘
***
Bintang dan Kirana masih terdiam di ruangan mereka. Kirana memang sempat mengejar Naura, namun ia kehilangan jejaknya. Ia pun menghubungi ponselnya namun tidak diangkat. Akhirnya Kirana kembali ke ruangan.
"Mas Bi kenapa nggak ngejar Kak Chyntia tadi?" tanya Kirana dengan nada ketus. Ia cukup kesal dengan sikap Bintang yang seolah tidak perduli dengan Naura. Bintang hanya diam tak merespon pertanyaan Kirana.
"Mas Bi!"
"Kasih dia waktu, Ra. Naura perlu waktu sendiri untuk menenangkan diri," jawab Bintang singkat membuat Kirana semakin merasa jengkel.
"Mas Bi! Cewek itu butuh ditenangin. Bukan dibiarkan menenangkan diri sendiri. Kejar dia, give her some comfort."
"Naura sendiri yang minta waktu buat sendiri, Ra."
"Ck... nggak pengertian banget sih Mas Bi jadi cowok. Kalau cewek bilang minta waktu menyendiri, bisa jadi dia itu minta Mas Bi untuk memperjuangkan dia. Bukan malah diem dan bener-bener biarin dia sendirian," omel Kirana panjang lebar. Ia sungguh kesal dengan sikap Bingang yang tidak peka tersebut.
"Naura nggak seperti itu, Ra. Kamu sahabatnya kan? Kamu tahu benar kalau Naura itu nggak pernah berbicara dengan maksud tersembunyi seperti itu. Dia terbiasa mengemukan apapun yang ada di pikirannnya."
"Buktinya tadi dia ke sini. Ngapain lagi kalau bukan mau nyamperin Mas Bi? Setidaknya ada yang ingin dia bicarakan sama Mas Bi." Kirana terlihat semakin tak habis pikir dengan sikap cuek Bintang.
"Mas Bi tahu kan kak Chyntia itu sedikit labil. Aku cuma takut dia berbuat nekat."
"She gets better lately, Ra. Semenjak beberapa konsultasi dengan dokter Jihan, kondisi emosinya sudah lebih baik. Dan dia bisa mengontrol diri dengan lebih baik. Dan aku rasa, sekarang saat yang tepat untuk melihat apa benar dia sudah ada kemajuan," jelas Bintang panjang lebar tanpa sadar ia sudah mengungkapkan sebuah rahasia. Kirana pun kaget mendengar penjelasan Bintang.
"Kak Chyntia konsul dengan dokter Jihan? Dokter Jihan dari kejiwaan? Kok bisa? Kenapa sama Kak Chyntia, Mas?" Bintang pun terkesiap mendengar pertanyaan Kirana. Tidak seharusnya ia keceplosan. Kirana memandang Bintang dengan penuh kecurigaan. Bintang hanya diam tanpa menjawab.
"Mas Bi!" Panggil Kirana ketika Bintang masih tetap bungkam. Ia menatap lekat manik mata Bintang, memohon penjelasan. Bintang pun akhirnya menyerah. Ia menghembuskan nafas kasar sebelum memulai penjelasannya.
"Dia depresi, Ra. Kegagalan cintanya dengan Rava terlalu membekas dalam hatinya. Menimbulkan depresi yang berlebih. Ia jadi sering merasakan kesakitan berlebih pada tubuhnya. Semacam psikomatis akut. Ia pun kurang bisa mengontrol emosinya," netra Kirana pun membola dan ia menutup mulutnya karena kaget, "bukan sepenuhnya salah Rava sih. Aku pikir semua berawal dari tekanan dan pemasalahan di keluarganya, lalu patah hati oleh Rava memperparah kondisinya. Dokter Jihan pun berfikiran yang sama. Itulah kenapa aku nggak berani memberitahukan kenyataan kalau kamu lah wanita yang pernah aku cintai. Aku takut dia akan terguncang lagi.," lanjut Bintang dengan wajah yang berubah sendu.
Jujur, Bintang ingin sekali mengejar Naura tadi. Tapi ia tahu, Naura akan sebisa mungkin menghindarinya. Itu kebiasaan Naura. Oleh karena itu, Bintang berusaha memberi Naura waktu untuk menenangkan diri sebelum ia mencari Naura.
Kirana menghembuskan nafas dengan kasar. Ia kembali mengingat bagaimana kehidupan Naura dulu.
"Dari dulu memang hidup Kak Chyntia penuh tekanan. Dia anak tunggal. Dan sepertinya dulu orang tuanya mengharapkan anak laki-laki untuk meneruskan kerajaan usaha mereka, namun ternyata Kak Chyntia lahir sebagai perempuan. Maka orang tua kak Chyntia pun mendidiknya dengan tegas, segala hal diatur oleh mereka. Bahkan untuk hal-hal kecil pun semua diatur. Ia hanya boleh berteman dengan orang-orang yang dipilihkan orang tuanya. Ia hanya boleh melakukan hal-hal yang disuruh oleh orang tuanya. Sampai akhirnya dia memberontak ketika masuk kuliah. Dan itu semakin membuat orang tuanya semakin menggila."
Kirana akhirnya menjelaskan semua tentang kehidupan Naura dulu. Hal yang tak pernah Bintang ketahui. Hal yang tidak pernah Naura ceritakan padanya. Dan hal itu membuat Bintang semakin mengkhawatirkan Naura.
"Dia selalu berkata bahwa ia tidak bisa memperlakukan orang tuanya seperti orang tua normal pada umumnya. Jadi itu alasannya," gumam Bintang lebih kepada dirinya sendiri.
"Aku sendiri tidak pernah merasakan orang tua utuh karena orang tuaku yang meninggal sejak aku kecil. Tapi, menurut Kak Chyntia, dia lebih memilih menjadi seperti diriku ketimbang punya orang tua lengkap tapi kehidupannya tidak ubahnya bagai burung dalam sangkar emas. Seperti itulah perasaan Kak Chyntia mengenai orang tuanya."
"Kita biarkan saja dulu Naura menenangkan diri. Aku mau lihat kondisi Aldric. Pasti Naura kaget denger Aldric pingsan. Mereka berdua terlihat begitu dekat satu sama lain," ucap Bintang mencoba mengalihkan pembicaraan. Entah mengapa rasa bersalah hinggap makin besar ketika mendengar cerita tentang Naura.
"Pasti, Mas. Yang aku dengar, Kak Alridc dan Kak Chyntia dari kecil itu seperti kembar siam. Kemana-mana selalu berdua. Hanya kak Aldric yang bisa bikin Kak Chyntia tersenyum di tengah kesedihannya. Ya karena memang hanya kak Aldric satu-satunya anak yang diperbolehkan berteman dengan Kak Chyntia. Itu sebelum Kak Chyntia mengenal Mas Rava dan aku." Kirana menghentikan ucapannya sambil mengingat ketika dulu dirinya dan Naura pertama kali bertemu. "Udah yuk, kita ke tempat Kak Aldric. Ada sesuatu yang mau aku tanyakan kepadanya. Aku lost contact sama dia beberapa bulan ini."
Kirana dan Bintang pun segera menuju IGD tempat Aldric ditangani tadi. Kening Kirana berkerut begitu melihat bilik yang tadi ditempati Aldric kosong. Ia pun segera bertanya ketika ada perawat yang lewat.
"Sus, pasien yang disini tadi kemana ya?" tanya Kirana kepada perawat yang terlihat bingung dengan pertanyaannya.
"Pasien yang mana ya dok? Tidak ada pasien di situ." Kirana semakin mengerutkan keningnya mendengar jawaban perawat tersebut. Ia sudah hendak menjawab pertanyaan perawat itu ketika kemudian suara Dion menghelanya.
"Sust Dina, tolong bantu dokter Galih di sebelah sana ya," ucap Dion sambil menunjuk ke pojok ruangan dimana ada seorang pasien yang ditangani seorang dokter. Perawat itu pun mengiyakan dan segera menuju tempat yang ditunjuk dokter Dion.
"Kamu cari pasien atas nama Aldric, Ra? Udah balik dia. Tadi dibawa balik sama yang anter," ucap Dion setelah perawat menjauh.
"Hah? Kok udah boleh pulang? Kalau lihat kondisinya mestinya kan dia rawat inap," ucap Kirana yang sebenarnya sedang kecewa. Ia sangat ingin bertemu Aldric tapi ternyata takdir mempermainkannya lagi.
"Ceweknya dia nih yang minta," ucap Dion sambil mengarahkan dagunya ke arah Bintang.
"Naura yang minta? Kenapa?" Kali ini Bintang ikut penasaran. Entah kenapa hatinya merasa sedikit marah melihat Naura yang sangat perhatian kepada Aldric. Padahal ia tahu betul, Aldric dan Naura hanya sahabat.
"Gue juga nggak paham. Dia minta tolong ke gue supaya masuknya Aldric ke IGD nggak terlacak. Dia juga minta supaya Aldric di rawat di rumah aja. Naura juga bilang kalau dia yang akan memastikan kalau Aldric akan istirahat di rumah," jelas Dion kepada Bintang dan Kirana. Kirana menangkap apa maksud Naura.
"Dia takut keberadaannya tercium oleh Papanya kak. Papanya tahu betul dimana ada Kak Aldric, di situ pasti ada Kak Chyntia," Jelas Kirana kepada Bintang. Kirana kemudian kembali menatap Dion, "jadi nggak ada satupun kontak untuk ke pasien Aldric ini di rumah sakit ini, dok?" Dion pun menggeleng.
"Kontaknya ya cuma si Naura." Kirana pun reclek menghela nafas panjang. Sekali lagi ia tidak bisa menemui Aldric. Ia mungkin bisa bertanya pada Naura. Namun ia yakin, Naura tidak akan memberi kontak Aldric tanpa seijin Aldric.
"Susah banget buat aku ketemu kamu, Mas," ucap Kirana lirih dan frustasi. Bintang mengerutkan keningnya mendengar ucapan Kirana.
"Sebegitu inginnya kamu ketemu Aldric, Ra? Ada apa?" tanya Bintang pada akhirnya. Mereka berdua terlalu fokus pada pikiran masing-masing sampai tidak mengingat keberadaan Dion di sekitar mereka. Dion yang merasa tidak dibutuhkan lagi pun segera beranjak meninggalkan keduanya.
"Kak Aldric salah satu kunci aku bisa bertemu dengan Mas Haviz. Meski dia pernah bilang dia nggak tahu keberadaan Mas Haviz. Tapi aku yakin dia tahu dimana Mas Haviz. Dia adik Mas Haviz. Nggak mungkin Mas Haviz bisa bersembunyi dari dunia tanpa bantuan Kak Aldric," jelas Kirana pada Bintang yang membuat Bintang sontak menegang karena penjelasan tersebut. Satu fakta yang ia dengar tersebut membuatnya kembali pada ingatannya sebulan yang lalu.
"Laki-laki yang kamu cintai itu kakak kandung Aldric?" Kirana mengangguk menjawab pertanyaan Bintang.
"Shit!"
"Eh kenapa Mas Bi?" Kirana terlihat bingung melihat Bintang yang seperti menahan emosinya.
"Ada berapa kakak Aldric?"
"Cuma satu, dan itu Mas Haviz, tunanganku," jawab Kirana dengan sedikit keraguan, ia tidak bisa menebak kemana arah pembicaraan Bintang.
"Kalau begitu, kamu nggak akan pernah bisa menemukan dia di Jakarta, Ra. Dia nggak ada di Jakarta. Dia ada di Singapore. Mount Elizabeth Hospital," ucap Bintang pada Kirana yang reflek membelalakkan mata mendengarnya.
Entah apa yang Bintang rasakan saat ini. Ia begitu marah mengetahui fakta bahwa Naura menyembunyikan fakta ini dari Kirana. Naura pasti tahu siapa orang yang dicintai Kirana. Tapi kenapa Naura tidak menceritakan pada Kirana kalau ia mengetahui keberadaan orang itu.
Kirana sendiri masih tidak bisa percaya ucapan Bintang, "Mas Bi tahu darimana Mas Haviz ada di sana? Terakhir kali yang aku tahu dia ada di Jakarta bahkan aku sempat minta tolong Kak Chyntia untuk ...," Kirana tidak menyelesaikan kalimatnya ketika menyadari sesuatu, "kecuali Kak Chyntia tahu keberadaan Mas Haviz dan ia menyembunyikan hal itu. Dan ketika dia tahu aku mengendus keberadaan Mas Haviz, Mas Haviz pun dipindahkan ke Singapore." Badan Kirana seketika luruh. Tidak mempercayai pemikirannya sendiri. Tidak mungkin Naura bisa setega itu kepadanya.
"Sebulan yang lalu, Naura dan Aldric sama-sama pergi ke Singapore. Aku bertemu mereka di sana. Dan Naura sempat cerita kalau dia ke sana untuk menjenguk kakak kandung Aldric," jelas Bintang kepada Kirana, "dia dirawat di Mount Elizabeth Hospital. Bahkan Naura sempat beberapa kali menungguinya. Aku punya teman di sana. Mungkin aku bisa minta bantuan darinya."
"Ya Mas. Aku minta tolong. Aku ...," ucapan Kirana terhenti. Airmatanya luruh. Entah karena kebahagiaannya karena ia sudah tahu dimana Haviz berada atau karena kesedihannya karena fakta bahwa Naura berusaha menyembunyikan keberadaan Haviz serta fakta bahwa Haviz berada di rumah sakit menandakan bahwa Haviz sedang tidak baik-baik saja.
"It's okay, Ra. Aku bakal bantu kamu menemukan laki-laki itu." Bintang menyejajarkan tubuhnya dengan Kirana dan mengelus lembut punggungnya. Ia lalu membantu Kirana untuk berdiri. Ia harus segera membawa Kirana ke ruangan supaya tidak ada yang melihat kondisi Kirana yang kacau seperti ini.
Sepanjang jalan menuju ruangan mereka, rahang Bintang mengetat menahan emosi. Ia merasakan kemarahan yang sangat besar kepada Naura dan Aldric. Sampai-sampai ia melupakan bahwa ia juga baru saja menyakiti Naura dengan kenyataan tentang dirinya dan Kirana. Ia bahkan sudah melupakan perasaan bersalah yang hinggap saat mendengar cerita tentang Naura.
****TBC
Double Up!! Panjang pulak...
Jangan minta triple up, aku nggak sanggup..
Dengerin lagu di mulmed deh, itu Bintang banget! Judulnya lagunya aja udah nyesek "Holding her and loving you"
Bakal gimana ya nanti? Aku juga bingung...
Enjoy aja pokoknya ya..
01.03.2018 revised on 04.11.2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro