21 - She's Back!
Letting go does not mean you stop caring
It means you stop trying to force others to
***
Earlier this morning
"Pagi dok," sapa Dr. Jihan ketika Bintang berpapasan dengan Dr. Jihan di tempat parkir.
"Pagi, dok." Bintang membalas dengan ramah. Bintang dan Jihan pun berjalan berdampingan menuju lift.
"Katanya ada dokter bedah baru yang bakal gabung di rumah sakit kita." Jihan mencoba membuka pembicaraan. Bintang pun sempat mendengar hal tersebut dan ia tidak terlalu ambil pusing. Justru dia senang akan mendapat partner baru.
"Saya juga dengar sih, dok. Cuma belum tau juga siapa dokter itu. Semoga orangnya menyenangkan. Saya sudah cukup senang karena mendapat partner baru," jawab Bintang sewajar mungkin.
"Saya duluan ya, dok." Jihan berpamitan keluar lift di lantai yang berbeda dengan Bintang.
"Silahkan, dok. Selamat bekerja," balas Bintang sebelum pintu lift kembali tertutup dan membawa Bintang ke lantai yang ia tuju. Saat pintu terbuka, Bintang melihat wajah Dion yang terlihat panik. Bintang pun menaikkan satu alisnya.
"Lo kenapa, Yon? Kayak kesambet."
"Gue emang kesambet. Gue baru aja lihat orang yang nggak mungkin banget ada di sini sekarang. Mungkin .... gue lihat hantu atau gue halusinasi," jawab Dion sedikit ngawur. Sepertinya Dion teramat shock sehingga ucapan yang keluar dari mulutnya pun ngelantur. "Lo ikut gue!" Dion menarik tangan Bintang agar mengikutinya ke arah ruang pertemuan.
"Sumpah lo kayak orang gila," ucap Bintang sambil terus mengikuti langkah Dion.
"Gue rasa lo yang sebentar lagi bakal gila," lirih Dion yang tidak begitu terdengar oleh Bintang.
"Lo ngomong apa ...." Ucapan Bintang terhenti karena pintu ruang pertemuan yang terbuka dan menampakan dua orang di hadapannya.
"Dokter Bintang, saya baru saja akan menelepon kamu. Ini kenalkan dokter baru di bedah toraks. Dokter Kirana." Dr. Sofyan yang merupakan kepala bagian bedah toraks memperkenalkan Bintang kepada Kirana. Bintang pun menegang begitu melihat Kirana di hadapannya.
"Selamat pagi, dok. Long time no see." Kirana mengulurkan tangannya kepada Bintang. Bintang yang masih kaget segera menepis rasa tersebut. Ia pun menerima uluran tangan Kirana.
"Selamat pagi dr. Kirana. Long time no see. Nggak nyangka dokter bakal kerja di sini," ucap Bintang yang tersenyum dengan tulus.
"Loh dokter Bintang sudah kenal dengan dokter Kirana?" tanya Dr. Sofyan yang memperhatikan interaksi keduanya. Dion sendiri masih terdiam bingung dengan situasi di hadapannya.
"Iya Prof, dokter Bintang ini senior saya di kampus. Dan kebetulan saya kenal baik dengan adik dari dokter Bintang," jawab Kirana dengan santai tanpa menyadari ketegangan dua manusia lain di hadapannya.
"Baiklah kalau begitu. Saya tinggal dulu. Dokter Kirana bisa ikut dokter Bintang untuk ke ruangan yang sudah disediakan. Selamat datang di bedah toraks RSCM. Semoga dokter bisa betah di sini." Dr. Sofyan menjabat tangan Kirana. Kirana pun segera menerima jabatan tangan tersebut. Setelahnya Dr. Sofyan segera berlalu, menyisakan Kirana, Bintang dan Dion dalam suasana yang cukup canggung.
"Dokter Dion apa kabar?" sapa Kirana kepada Dion sambil mengulurkan tangan. Dion pun segera menerima jabatan tangan tersebut.
"Saya baik. Dokter Kirana apa kabar? Gila udah sukses sekarang," jawab Dion yang juga mencoba mencairkan suasana yang canggung ini. Bintang sendiri masih harus berperang dengan batinnya. Ia ingin sekali memeluk gadis di hadapannya ini, mencoba memberikan kekuatan yang belum sempat ia berikan ketika gadis ini terpuruk. Namun di sisi lain hatinya seakan menahan agar dirinya tidak lepas kendali.
"Dokter bisa aja. Saya juga baru selesai residensi. Masih kalah pengalaman dengan dokter senior lain," ucap Kirana yang memang humble dan low profile. Padahal memang hal yang sangat hebat di usianya yang sekarang ia bisa meraih spesialis bedah.
"Maaf, saya permisi dulu. Ada pasien menunggu saya," ucap Bintang yang tanpa menunggu jawaban dari Dion maupun Kirana. Ia segera berjalan menuju ruangannya untuk mengambil jas dokternya. Kirana pun hanya bisa memandang Bintang dengan penuh kebingungan.
"Jangan bingung, Ra. Dia mungkin hanya merasa kaget dengan kamu yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Saya nggak perlu menjelaskan bukan bagaimana perasaan Bintang kepadamu," ucap Dion yang seolah paham dengan Kirana yang sedang merasa bingung.
Kirana hanya terdiam mendengar ucapan Dion. Dia bukannya tidak tahu bagaimana besar perasaan Bintang kepadanya, namun ia pun sudah memberi ketegasan pada Bintang bahwa ia tidak akan membalas perasaannya. Dan sampai saat ini pun masih sama.
Bintang sedang termenung di mejanya. Kirana yang selama ini ia cari keberadaannya tiba-tiba muncul di hadapannya. Bahkan Kirana memilih untuk bekerja di rumah sakit yang sama dengannya. Membuatnya senang sekaligus bingung.
Kirana yang selama dua bulan ini nyaris tidak pernah ia pikirkan kini tiba-tiba hadir mengacaukan pikiran dan hatinya. Bohong bila Bintang mengatakan ia sudah melupakan Kirana sepenuhnya. Bohong bila Bintang mengatakan rasa cinta untuk Kirana sudah hilang. Kirana adalah wanita paling penting dalam hidupnya setelah Mamanya dan Dyandra.
Memang benar selama dua bulan ini nama Kirana seolah hilang dari kepalanya dikarenakan kehadiran Naura yang sukses memenuhi isi kepalanya. Tetapi ketika saat ini ia kembali bertemu dengan Kirana, hatinya menjadi ragu. Kepalanya kembali diisi dengan nama Kirana. Belum lagi fakta bahwa Naura dan Kirana adalah sahabat tentu semakin membuat Bintang gusar.
"Nggak, aku harus bicara dengan Rana," ucap Bintang sambil berdiri dan bergegas keluar dari ruangannya mencari keberadaan Kirana yang belum juga masuk ke ruangan. Namun ketika Bintang sudah akan membuka pintu, ternyata Kirana sudah lebih dulu membukanya dari luar.
"Loh Mas Bi." Ucap Kirana ketika masuk dan mendapati Bintang berdiri tepat di depannya. Senyum Bintang tersungging mendengar panggilan dari seseorang di hadapannya yang sudah lama tidak ia dengar. "Something wrong?" tanya Kirana lagi melihat Bintang yang hanya diam dan memandangnya. Ia pun berjalan menuju mejanya. Tidak perlu bertanya karena sudah terlihat ada satu meja yang masih kosong —tidak ada barang sedikitpun.
"Nothing. Cuma mau ngobrol. Banyak pertanyaan berkecamuk di dalam sini," jawab Bintang sambil jari telunjuknya menunjuk kepalanya. Kirana pun tersenyum.
"To the point, as always," ucap Kirana tersenyum menanggapi Bintang, "sudah ada list pertanyaannya? Aku jawab satu-satu deh," canda Kirana santai sambil duduk di kursinya. Bintang pun mengikuti dengan duduk dikursi yang ada di depan meja kerja Kirana. Mereka selalu seperti itu, mereka mempunyai cara sendiri untuk mengurangi kecanggungan di antara mereka. Kirana tidak pernah merasa sungkan dengan Bintang dan begitupun sebaliknya. Karena mereka memang dekat sebagai teman sebelum Bintang menyatakan isi hatinya. Dulu.
"Kenapa tiba-tiba berubah pikiran dan balik ke Indo?" tanya Bintang langsung tanpa basa basi. Kirana hanya diam sambil memandang ke arah Bintang. Ada sesuatu yang lain yang ia tangkap dari Bintang. Ia pun menaikkan satu alisnya.
"You look much better, Mas."
"Maksudnya?" tanya Bintang yang heran dengan Kirana yang bukannya menjawab pertanyaannya tapi malah justru mengomentari dirinya.
"Kamu sudah tidak menatapku dengan tatapan terluka. Dan aku suka itu. Aku nggak perlu lagi merasa bersalah karena mematahkan hatimu tiap kali kita bertemu," ucap Kirana dengan lebih santai, karena memang ia merasa sangat lega Bintang kini menatapnya dengan persahabatan bukan dengan tatapan terluka.
"Emang aku gitu?"
"Ck ... nggak nyadar banget. Padahal yang di sini setengah mati ngerasa bersalah, kamu kok malah nggak nyadar sih mas," gerutu Kirana yang merasa sedikit sebal.
"Hahaha ... ya maaf. Mana tau Ra. Tapi kamu nggak perlu khawatir, mungkin kamu tidak pernah akan menemukan tatapan itu lagi. Aku banyak merenung setelah kamu menghilang. Dan aku sudah berdamai dengan perasaanku, aku sudah ikhkas menerima dengan lapang dada semua keputusanmu." Bintang menjelaskan dengan tersenyum lebar. Mengingat kembali dulu ketika ia mengetahui bahwa Kirana mencintai laki-laki lain memang membuat hatinya sesak. Namun kini, rasa sesak itu sudah berkurang bahkan mungkin nyaris hilang, entah karena memang hatinya yang sudah ikhkas atau karena sosok Naura yang muncul dalam hidupnya.
"Jadi kenapa kamu memutuskan kembali ke sini?" Sekali lagi Bintang mengulang pertanyaan awal yang membuatnya penasaran. Kirana terdiam sejenak.
"Aku sempet dapat kabar kalau Mas Haviz ada di Jakarta. Dan informasi itu aku dapatkan dari rumah sakit. Sayangnya belum sampai aku mendapatkan info lebih, info itu raib. I assume he is here, somewhere in Jakarta," jawab Kirana dengan jujur, mencoba mengemukakan keresahannya kepada Bintang, "aku takut Mas. I have a bad feeling about this. Aku takut sesuatu yang buruk sedang menimpa dia." Bintang masih menatap lekat Kirana. Terlihat jelas raut ketakutan di paras cantik itu dan Bintang sungguh tidak sanggup melihat itu. Ingin rasanya memeluk Kirana saat ini juga.
"Jadi kamu ke sini untuk mencari dia?" Pertanyaan Bintang dijawab anggukan oleh Kirana.
"Aku juga meminta tolong temanku untuk melacaknya sebelum aku ke sini. Tapi hasilnya nihil. Dan aku akan mencoba sekuat tenaga untuk mencari dia di sini Mas."
"Rava dan keluargamu tahu kamu ada di sini?"
"Nggak. Untuk sementara aku memang belum ingin memberitahukan keberadaanku. Aku bahkan ke sini dengan serapi mungkin tanpa ada yang tahu keberadaanku." Bintang menghelas nafas kasar mendengar jawaban Kirana.
"Nggak seharusnya kamu sembunyi dari keluargamu. Mau berapa lama lagi kamu seperti ini? Sudah dua kali kamu melarikan diri. Dan semua selalu karena laki-laki itu," ucap Bintang yang sebenarnya emosi setiap mengingat laki-laki yang sudah menghancurkan hati Kirana dua kali, namun ia berusaha meredam emosinya.
"Kalau mereka tahu tujuanku ke sini, mereka nggak akan biarin aku menemukan apapun. Jangankan menemukan, mencari pun mungkin tidak akan bisa aku lakukan, Mas. So please, keep this from Dydy," ucap Kirana dengan tatapan memohon kepada Bintang. Tangan Kirana menggenggam tangan Bintang erat mencoba menunjukkan bahwa ia benar-benar membutuhkan bantuannya. Bintang tentu saja tidak akan pernah bisa menolak permintaan Kirana.
"Mereka seperti itu karena mereka sayang sama kami, Ra."
"Mereka justru makin menyiksaku, Mas."
"Mereka hanya tidak ingin kamu kembali terluka, Ra. Segala tentang lelaki itu selalu berujung melukaimu," ucap Bintang frustasi dengan kekeras kepalaan Kirana. Selalu seperti ini.
"Akan lebih terluka lagi bagiku jika sampai terjadi sesuatu kepadanya dan aku nggak tahu apa-apa bahkan tidak bisa melakukan apapun untuknya," ucap Kirana dengan nada sendu. Netranya pun terlihat kelam dan penuh kesedihan, "jadi please, let me off this time, Mas. Jangan sampai Dydy tau." Bintang mendesah frustasi mendengar permintaan Kirana.
"Baiklah, aku nggak akan bilang apapun ke Dydy. Tapi kamu mesti hati-hati, Ra," ucap Bintang yang membuat Kirana mengerutkan keningnya, "Rava dan Dydy sekarang ada di Jakarta. Rava dipindahkan ke sini sebulanan yang lalu," lanjut Bintang yang seolah tahu kebingungan Kirana. Bahu Kirana seketika melemas mendengar informasi yang baru saja diinfokan Bintang. Akan sulit menyembunyikan diri jika Rava ada di Jakarta.
"Kenapa kamu nggak coba datang ke Rava dan Dydy? Minta bantuan mereka. Asal mereka diam, keluargamu tentu tidak akan tau bukan?" Bintang mencoba memberikan saran kepada Kirana. Sebenarnya itu juga bukan ide yang buruk. Rava dan Dydy adalah sahabat terbaik Kirana, mereka tentu akan lebih mengerti Kirana lebih dari siapapun.
"Mereka selalu memikirkan yang terbaik buat kamu, dan juga memikirkan perasaanmu. Aku yakin mereka akan bisa mengerti dan mendukung apapun keputusan kamu."
Kirana terdiam sesaat memikirkan ucapan Bintang. Menurutnya pun saat ini hanya Rava dan Dyandra yang bisa ia harapkan untuk membantunya. Bagaimanapun mereka sahabat terbaiknya.
"Mas Bi tau mereka tinggal dimana sekarang?" tanya Kirana yang sepertinya akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran Bintang. Bintang pun menggangguk. "Kalau begitu antarkan aku ke sana ya? Hari ini bisa?" tanya Kirana lagi. Dan seolah lupa dengan apa yang ia janjikan kepada Naura, Bintang pun mengangguk mengiyakan permintaan Kirana.
***
Sorenya setelah Bintang dan Kirana selesai dengan pekerjaan mereka. Mereka pun keluar berdua menuju ke mobil Bintang. Tanpa mereka berdua sadari, Dion melihat mereka yang pulang bersama.
"Bi, lo beneran jadi gila kalau udah menyangkut Kirana," ucap Dion lirih. Dia merasa miris melihat sahabatnya tersebut. Padahal Dion tau persis Bintang sudah nyaris lepas dari Kirana ketika bertemu Naura, tetapi Kirana datang disaat pengaruhnya belum hilang sepenuhnya dari Bintang dan akan membuat Bintang melakukan kesalahan yang fatal.
Mobil Bintang langsung mengarah ke rumah Rava dan Dyandra yang terletak tidak begitu jauh namun kemacetan membuat perjalanan menuju ke sana membutuhkan waktu 1 jam 15 menit. Di tengah kemacetan, Bintang melirik Kirana yang tampak gugup. Bintang pun reflek mengusap kepala Kirana.
"Nggak perlu kamu gugup gitu, Ra. Mereka adalah orang-orang yang paling mengerti kamu. Sekarang pun aku yakin mereka akan mencoba mengerti mau kamu." Bintang masih mengusap lembut pucuk kepala Kirana sambil mencoba menenangkannya.
"Aku udah terlalu sering mengecewakan keluargaku, Mas. Aku takut Rava pun akan marah ke aku."
"Mereka nggak pernah marah ke kamu. Mereka justru khawatir sama kamu. Percaya deh, mereka akan sangat senang menerima kehadiran kamu kembali di sini." Bintang menoleh sekilas ke arah Kirana, dan Kirana pun sedang menatap ke arahnya. Ia memberikan senyum menenangkan khas miliknya kepada Kirana.
"As usual, your smile brings me at ease," ucap Kirana yang memang selalu merasakan senyum Bintang mampu menenangkan tersebut. Dia memang menyukai senyum itu. Ia seolah memiliki seorang kakak laki-laki selain Rava tentunya.
Selanjutnya mereka hanya diam menikmati kemacetan Jakarta. Dan sepertinya Bintang sama sekali lupa dengan janjinya kepada Naura pagi tadi. Dia tidak sadar saat ini ada seseorang yang sedang menunggunya di tempat lain.
Mobil Bintang memasuki halaman rumah Rava dan Dyandra. Segera ia memarkirkan mobilnya.
"Kayaknya Dydy ada di rumah," ucap Bintang sambil melirik ke garasi rumah tersebut. Dan ada dua mobil yang terparkir rapi di sana.
"Yuuk masuk, Ra." Bintang sudah membuka pintu mobilnya. Kirana pun melakukan hal yang sama, membuka pintu mobil dan berjalan menuju ke arah pintu rumah tersebut.
Seperti yang sudah Bintang prediksi. Dyandra ada di rumah sedang bermain dengan Kayla. Dan betapa kagetnya Dyandra ketika melihat Kirana ada di hadapannya.
Sesuai prediksi Binyang, Dyandra mau mendengarkan semua yang terjadi dan apa yang ingin dilakukan Kirana di sini. Ia bahkan berjanji akan membantu sebisanya, termasuk dengan menyembunyikan keberadaannya dari kelurga besar Kirana. Meski ini memang belum dengan persetujuan Rava karena saat ini Rava sedang ada tugas di luar kota. Tapi Dyandra berjanji akan membicarajan hal ini dengan Rava ketika Rava sudah kembali.
Mereka bertiga akhirnya mengobrol dengan sangat antusias. Banyak hal yang mereka bicarakan sampai-sampai mereka lupa waktu hingga waktu sudah menunjukkan jam 9 malam. Kirana memutuskan untuk menginap di rumah Dyandra. Dan Bintang pamit pulang karena ia tidak membawa baju ganti. Lagipula Bintang ingin memberikan waktu untuk Dyandra dan Kirana agar bisa melepas rasa rindu.
"Dek, aku pulang dulu ya. Udah malem," ucap Bintang sambil berdiri.
"Iya Mas, hati-hati di jalan ya." Dyandra menyalami dan mencium punggung tangan Bintang. "Aku antar ke depan, Mas."
"Pamitin ke Rana ya," ucap Bintang lagi karena Kirana saat ini sedang membersihkan diri. Dyandra pun mengangguk sambil membentuk lingkaran dari jari telunjuk dan jempolnya.
"Mas ...." Dyandra terdengar ragu ketika memanggil Bintang. Membuat Bintang menaikkan satu alisnya.
"Kenapa dek?"
"Soal Kirana, gimana perasaan Mas Bi? Gimana setelah bertemu dia setelah dia menghilang sekian lama? Bagaimana dengan Mbak Chyntia?" tanya Dyandra pada akhirnya. Bintang terdiam sejenak, seolah tersiram air dingin otaknya pun tersadar. Ia nyaris tidak mengingat Naura seharian ini. Ia bahkan lupa dengan janjinya kepada Naura untuk menjemputnya di cafe sore ini.
"Astaghfirullah! Dek, pertanyaan kamu aku jawab lain kali ya. Aku baru inget ada janji dengan Naura. Aku balik dulu, Assalamualaikum." Bintang segera berlari menuju mobilnya tanpa menunggu balasan dari Dyandra.
Bintang meraih ponselnya yang ternyata mati kehabisan baterai. Melirik sekilas ke arah jam tangannya, sudah jam 9 malam. Rasanya ia ingin mengumpat keras-keras dan memaki dirinya sendiri karena luapa dengan Naura. Tanpa pikir panjang, Bintang segera memacu mobilnya menuju cafe dan berharap ia akan sampai sebelum jam tutup cafe.
****TBC
Hai hai... Selamat membaca ya..
semoga suka chapter ini...
Jangan marah ke aku karena bikin Bintang nyebelin begini ya. Hanya bagian dari cerita 😁😁✌🏻
Maaf juga nggak ada Naura part ini.
Happy reading
21.02.2018 revised on 01.11.2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro