17 - Coincidence?
Love is when the other person's happiness is more important than your own
***
"Last day nih. Mau ke mana kita setelah ini?? Lumayan masih ada 2 hari buat jalan-jalan." ucap Dion begitu seminar ditutup. Keduanya kini sedang berjalan di lorong dekat ballroom diadakannya seminar. Mereka memang masih akan stay di Singapura sampai hari Minggu.
"Balik kamar gue. Ngantuk. Males kemana-mana." Jawab Bintang cuek.
"Nggak asik lo ah! Masak iya lo nggak beli oleh-oleh buat siapa gitu."
"Oleh-oleh gue beli di bandara aja. Gue lagi males ngapa-ngapain dan males ke mama-mana." Ucapan terakhir Bintang tersebut tidak mendapat sahutan karena Dion sedang menerima telepon. Cukup lama Dion menerima telepon dan setelah kembali Dion mengajak Bintang ke suatu tempat.
"Bro, ikut gue yuk."
"Ogah. Gue males ke mana-mana. Udah dibilangin juga."
"Ck.. lo inget Stevan temen kita jaman kuliah? Dia yang barusan telepon gue. Ternyata dia kerja di rumah sakit di Singapura. Dia ngajakin kita makan. Tapi kudu kita samperin di rumah sakitnya." ucap Dion panjang lebar. Awalnya Bintang memang tidak tertarik. Tapi entah mengapa ia ingin ikut, ia ingin melihat lebih jelas rumah sakit di Singapura. Bintang pun berdiri hendak bersiap-siap.
"Ntar, gue siap-siap dulu." Dion pun tersenyum puas mendengar jawaban Bintang. Dion tahu persis cara membuat sahabatnya sejak kuliah itu mau keluar dari kandangnya. Bintang tetaplah dokter sejati yang selalu ingin tahu hal baru di dunia pekerjaannya.
Tak butuh waktu lama untuk Bintang bersiap-siap. Dan tidak butuh waktu lama juga untuk mereka berdua sampai di rumah sakit tempat Stevan bekerja.
"Gila. Dia kerja di rumah sakit ini? Keren tu anak." ucap Bintang ketika mereka berdua sampai di rumah sakit tempat Stevan bekerja. Mount Elizabeth Hospital.
"Iya, sukses dia sekarang. Kabarnya malah dia dapet besasiswa juga spesialisnya. Mirip-mirip lah sama lo, bedanya dia go internasional, lo di Indonesia aja." jawab Dion acuh tak acuh. Bintang pun langsung menoyor kepala Dion.
"Sialan lo! Gini-gini masih mending gue ketimbang lo." Mereka pun tertawa bersama sambil kembali berjalan bersama ke dalam rumah sakit.
"Hai bro! long time no see. Gila udah sukses lo sekarang." ucap Bintang ketika sudah bertemu dan berjabat tangan dengan Stevan.
"Lebay lo. Lo juga sukses sekarang. Spesialis bedah, beasiswa negara lagi. Keren lah." jawab Stevan dengan mengacungkan dua jempolnya.
"Ah kampret lo berdua. Nggak usah sok lomba-lomba low profile gitu, apa kabar gue yang cuma cecunguk di bagian UGD." Potong Dion yang merasa tersisihkan tersebut. Gerutuan Dion tersebut malah membuat Bintang dan Stevan tertawa bersama.
"Yaudah yuk kita makan. Udah lewat banget nih jam makan siang." Ajak Stevan ketika mereka terdiam beberapa saat. Mereka pun segera mengikuti Stevan yang hendak mengajak mereka makan di salah satu restoran di dekat rumah sakit tersebut.
Bintang sendiri berjalan di belakang Dion dan Stevan yang sedang berbicara serius entah masalah apa, Bintang sendiri tidak terlalu perduli. Ia lebih memilih melihat sekeliling rumah sakit ini, melihat bagaimana atmosfir rumah sakit ini meski hanya sekilas. Namun kemudian pandangannya terpaku pada satu pemandangan yang membuat matanya terbuka lebar.
Gadis bersurai hitam sepanjang bahu dengan netra cokelat yang selalu mampu menarik perhatiannya. Netra yang selalu menampakan kesedihan yang selalu coba disamarkan dengan senyum cantiknya. Gadis itu terlihat bersiap meninggalkan rumah sakit.
Geraman tertahan dari mulut Bintang terdengar ketika menyadari penampilan Naura yang terlihat sangat memukau meski hanya memakai crop tee warna putih dan celana jeans.
Bintang pun menundukkan kepalanya agar Naura tidak melihat keberadaannya. Segera setelahnya, Bintang mendekatkan diri kepada Dion, mengambil topi yang selalu Dion pakai ketika bepergian, dan berpamitan kepada kedua temannya tersebut.
"Guys, sorry, gue nggak bisa ikut kalian makan. Gue ada perlu sebentar. Gue pinjem topi lo, Yon." Ucap Bintang cepat, ia segera memakai topi dan kaca mata baca yang selalu ada di tas kecil miliknya yang hanya ia pakai jika sedang praktek. Dengan cepat ia mengikuti arah Naura pergi dengan tanpa membiarkan Naura sadar akan keberadaannya. Dion dan Stevan sendiri hanya bisa tercengang dengan tingkah Bintang.
"Biarin aja Van. Dia emang suka aneh gitu. Yuuk." ucap Dion yang melihat Stevan kebingungan dan hendak menyusul Bintang. Dion sendiri tau pasti ada sesuatu yang penting yang membuat Bintang pergi, namun ia tidak mau terlalu ambil pusing.
Bintang masih mengikuti Naura dalam jarak aman. Dan ternyata Naura menuju ke salah satu hotel yang berada tidak jauh dari rumah sakit tersebut.
"Naura nginep di hotel ini? Ngapain dia ada di sini?" gumam Bintang lirih yang tidak menyangka Naura akan berada di negara ini, berjalan keluar dari salah satu rumah sakit terbaik dan memasuki hotel berbintang lima yang jelas harga per malamnya bukan main-main. Banyak pertanyaan berkesamuk di benak Bintang namun semuanya ia tepis, "seenggaknya kamu baik-baik aja, Nau. Jangan terlalu lama menghindariku. Aku mulai merasakan kekosongan tanpa ada kamu di hari-hariku." lirih Bintang sambil menatap lekat Naura yang sudah menghilang di dalam hotel, seolah ia memang sedang berbicara dengan Naura.
***
Aku menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, merasa ada seseorang yang sedang memperhatikanku. Namun aku tidak menemukan siapapun. Dan seketika itu, Bintang lah yang melintas di kepalaku. Mungkin aku bodoh atau naif, tapi di dalam relung hati terdalamku, aku berharap memang ada seseorang yang memperhatikanku saat ini, dan nama Bintanglah yang muncul dalam harapanku. Akan tetapi, semua itu jelas tidak mungkin. Haaahh, desahku kecewa.
Aku kembali melanjutkan perjalananku menuju ruang rawat Kak Haviz.
"Hai Kak." ucap Naura ketika sudah masuk ke dalam ruang rawat Kak Haviz. Seulas senyum menyambutku, senyum yang pasti sangat dirindukan oleh Kirana. Kak Haviz sudah terlihat lebih baik setelah kemo pagi ini. Sepertinya tubuh Kak Haviz bisa merespon dengan baik kemoterapi kali ini.
"Hai, Chyn. Kamu yang jaga kakak malem ini?"
"Iya Kak. Aldricnya ada janji kencan hari ini. Jadinya kita tuker hari." Memang seharusnya malam ini Aldric yang menjaga Kak Haviz karena aku sudah menginap di sini kemarin malam. Namun secara mendadak Dinda mengatakan kalau ia sedang ada di Singapura dan hanya transit semalam ini saja. Jadilah aku mengalah. Kak Haviz sendiri mengernyitkan dahinya mendengar jawabanku.
"Dinda?"
"Iyalah kak, siapa lagi." Aku menangkap perubahan raut wajah Kak Haviz yang berubah murung dan sendu.
"Kenapa kak?"
"Aldric sama Dinda sudah sejauh apa hubungan mereka?" Bukannya menjawab, Kak Haviz justru memberikan pertanyaan untukku.
"Aldric sudah melamar Dinda, dan mungkin mereka sudah akan menikah ikalau aja Dinda nggak memutuskan untuk stay di Paris demi karir modelnya. Dan kalau kakak tanya hubungan mereka sekarang, aku sendiri nggak bisa jawab pasti. They look as intimate as before but i feel something's change. I don't know what."
"Aldric sudah benar-benar mencintai Dinda?" Kembali Kak Haviz mengeluarkan tanya. Pertanyaan yang membuat keningki berkerut dalam. Apa maksud pertanyaan ini?
"Selama aku jadi asisten Al, terlihat jelas perubahan dalam dirinya akhir-akhir ini. Ia jauh lebih serius memikirkan masa depan. Al pun sepertinya sudah bisa mencintai Dinda, Kak. Dia sudah memutuskan untuk mencoba menjalin hubungan serius dengan Dinda."
"Tunggu... Kamu jadi asistennya Aldric? Kok bisa..." Tanya Kak Haviz dengan tatapan menyelidik. Membuatku seketika sadar aku telah mengungkapkan kebenaran lain. Jelas terasa nada tak percaya dari lisan Kak Haviz. Kak Haviz jelas mengenalku yang jelas tidak akan memilih bekerja, terlebih bekerja kepada orang lain bukannya menjadi pimpinam perusahaan keluargaku sendiri.
"It's a long story, Kak. Nggak terlalu penting juga. Tapi kenapa tiba-tiba kak Haviz tertarik dengan pacar Aldric? Kakak selalu terlihat tidak perduli dan tidak tertarik dengan Dinda sebelumnya."
"Apa kamu kenal Dinda secara pribadi Chyn?" Bukannya menjawab lagi-lagi Kak Haviz hanya melontarkan pertanyaan. Membuatku berdecak kesal karenanya.
"Ck.. pertanyaan Chyntia nggak dijawab ih." ucapki dengan nada kesal, "Chyntia nggak
begitu kenal akrab sama Dinda. Tapi yang jelas, Dinda orang yang baik kak. Dia bahkan mau menunggu Aldric selama enam tahun ini. Kalau itu yang kakak khawatirkan, nggak perlu kuatir kak." lanjutku dengan nada dan pandangan yang serius. Kak Haviz sendiri hanya diam tanpa menimpali ucapanku. San aku yakin saat ini Kak Haviz sedang berpikir keras entah apa, dan aku tidak berniat untuk mendesak Kak Haviz, apapun itu.
***
Pagi ini aku berencana untuk menghabiskan waktu bermain di Universal Studio. Rencananya setelah puas dengan semua wahana di sana, aku ingin pergi ke Singapore flyer dan Garden by the Bay. Aku ingin menghabiskan waktu sendiri sambil menikmati pemandangan Singapura dan merenungkan semuanya.
Sebelum pergi ke USS, aku memutuskan untuk mampir ke salah satu coffe shop yang berada tak jauh dari lokasi hotel. Akhir-akhir ini aku memang sengaja tidak mengkonsumsi latte karena hal itu akan membuatku mengingat Bintang dan kerinduan akan sosok Bintang pun akan semakin menjadi. Namun ternyata tidak mengkonsumsi latte justru makin membuat mood-ku berantakan, dan bayangan Bintang pun seolah tak mau lenyap dati kepalaku.
Akhirnya aku pun menyerah dan lebih memilih menikmati latte di salah satu coffe shop dekat hotel. Aku ingin menikmati latte. Meski sebenarnya latte buatan Bintang yang kurindukan, tetapi setidaknya meminum latte, siapapun pembuatnya, bisa mengurangi rasa rinduku --pada latte dan juga pada si pembuatnya.
"One caramel latte, please." Pesanku setelah menempati salah satu meja di samping jendela kaca besar. Pelayan pun segera mencatat pesananku.
Tak menunggu lama, pelayan segera mengantarkan latte pesananku. Aku memperhatikan caramel latte di hadapanku. Entah mengapa aku merasa familiar dengan latte art ini. Entah ide darimana, aku pun mengambil foto dan mempostingnya ke instagram.
❤ 365 likes
Naura.Arm My favorite ❤❤ this art, reminds me of.....
35 comment
Al_dric Reminds me of....? Sapa tuh? Gue ya? 😎😎
Naura.arm ciiih ogah banget sama loe @Al_dric 😑😑😑
Gara_Gara saya tau saya tau! ☝🏻☝🏻 *tunjuk tangan macam upin ipin* apa perlu gue mention? 😆😆
Naura.arm @Gara_Gara Bang jangan bikin rusuh. 😤
Sekali lagi aku tersenyum sendu. Lagi-lagi Bintang memenuhi pikiranku. Pikiranku pun melayang entah ke mana. Besok aku sudah akan kembali ke Jakarta namun sampai saat ini aku masih bingung mau seperti apa nantinya hubunganku dengan Bintang. Aku mendesah kasar jika mengingat fakta. Untuk mengenyahkan kekusutan pikiran, aku pun segera menyesapnya.
Dan matanya pun membelalak begitu merasakan latte tersebut. Sama persis seperti yang selalu Bintang buatkan setiap pagi selama hampir satu bulan ini. Namun kemudian Naura menggelengkan kepala menolak keras kemungkinan tersebut. Jelas tidak mungkin Bintang yang membuatkan ini. Bintang bahkan nggak tau gue ada dimana, batin Naura.
Naura pun segera menyesap kembali lattenya sambil mengecek timeline instagramnya. Dan tubuhnya pun menegang dan matanya membelalak mana kala melihat postingan di salah satu timelinenya.
dr_bi
Marriott Tang Plaza Singapore
❤️ 768 likes
dr_bi I am here and so you are, but there's nothing i can do about. Don't stay away from me too long. It started to feel empty, here. 💔
10 comment
Yani.yan Eh dokter Bintang lagi patah hati kah? 😭😭 cup cup dok.
Jihanputri Sus yan @yani.yan gitu amat yak? Dok @dr_bi fansnya pada berjatuhan tuh tau dokter patah hati 😆😆
Dion82 kancrut ni anak, jauh jauh ke singapore malah galau gila begini.. 😔😔
Jihanputri dok @Dion82 jangan lupa oleh-olehnya yak 😉😉
Begitu melihat postingan Bintang, aku pun segera menuju ke meja barist. Berharap menemukan sosok Bintang di sana namun yang kulihat hanya seorang barista asing.
"Sorry, but did you made this latte?" tanyaku kepada barista tersebut. Barista dengan nametag "Zain" itu pun menoleh dan tersenyum.
"No, miss. Someone else made it for you."
"Can i talk to him?"
"I'm afraid you can't. He's not barista here, he's just my guest and i think, he knows you miss. Ah, he also already paid for your latte miss." Jelas Zain yang tentu saja membuatku semakin yakin dengan tebakan gilaku ini.
"Where's he now?"
"He left a few minutes ago. He said that he would like to take a walk." Jawab Zain yang kemudian kurespon dengan ucapan terima kasih. Selanjutnya aku segera bergegas untuk keluar dari coffe shop ini. Aku tidak tahu harus melangkah ke mana, aku hanya mengikuti hati. aku melangkahkan kaki menuju hotel yang menjadi kemungkinan tempat Bintang menginap.
Berlari cukup kencang, aku berharap bisa segera menyusul Bintang sebelum lelaki itu masuk ke hotel. Dan senyum di bibirku pun terkembang ketika melihat sosok laki-laki yang kuyakini adalah Bintang sedang berjalan santai 50 meter menuju hotel tersebut.
"Bi..." panggilku cukup lantang. Entah setan apa yang merasukiku. Aku yang tadinya kemari untuk menyendiri dan masih ingin menghindari Bintang, tetepi begitu mengetahui Bintang berada di Singapura dan bahkan ia sempat membuatkanku latte membuatku ingin segera menghampirinya. Bintang yang merasa dipanggil pun menoleh dan begitu terkejut melihatku kini ada di hadapannya.
"Nau..." Panggil Bintang lirih sambil berjalan mendekatiku. Senyum pun merekah di bibir Bintang.
"Kok kamu?" Ucap kami bersamaan. Kami pun tertawa kecil karenanya.
"Aku ada seminar kesehatan di Marriott. Besok aku balik ke Jakarta." jelas Bintang seolah tau apa yang hendak ku tanyakan, "Dan aku nggak sengaja liat kamu di Mount Elizabeth kemarin."
"Aku tau kamu di Singapore dari postingan kamu di Ig. Dan seketika itu juga aku yakin kalau kamu yang membuatkan latte untukku. Tapi kok bisa kebetulan banget gitu ya?" Kali ini aku menyuarakan apa yang membuatku penasaran.
"Aku juga bingung. Tadi pagi aku ke cafe itu karena ambil titipan Gara. Mungkin kita jodoh, jadi bisa ketemu di situ." ucap Bintang dengan menampilkan senyum menggodanya. "Dan ide untuk buatin kamu latte muncul begitu aja." lanjut Bintang masih dengan senyum yang sama. Aku terdiam sesaat mendengarnya, masih tidak bisa mempercayai cerita Bintang. Bintang yang sepertinya paham pun memulai ceritanya.
*flashback on*
Pagi ini Bintang mendatangi salah satu coffe shop tak jauh dari tempatnya menginap. Ia memang ada janji dengan Zain, yang merupakan Barista sekaligus pemilik coffe shop ini. Ia kemari karena mengambil titipan Gara dari temannya yaitu Zain.
Bintang sudah akan meninggalkan cafe itu ketika melihat Naura memasuki cafe. Senyum terkembang di wajah itu. Bintangpun mengurungkan niatnya untuk segera kembali.
"Zain, Can i ask for your help?" Tanya Bintang kepada Zain begitu ia mendapatkan sebuah ide.
"Of course, what it is?"
"That coustumer's order, can i make it for her?" tanya Bintang segera. Zain terlihat mengerutkan dahinya mendengar permintaan Bintang, "You don't have to worry, i can make it for good. I've been learning being a barista for 8 years now."
"Aah... Then go a head. But Do you know her?"
"Yes, she's someone i care about." Jelas Bintang dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Ia teramat senang mereka bisa bertemu kembali meski hanya dengan memandanginya saja. Memandangi paras dengan netra yang terlihat sendu namun selalu ditutupi dengan senyum manisnya. Paras yang selalu membuatnya tertarik.
Puas memperhatikan Naura, Bintang segera membuatkan latte untuk Naura. Dan setelah selesai membuatnya, ia sekali lagi memperhatikan Naura. Naura sedang sibuk dengan gadgetnya. Meski hanya melihatnya dari jauh namun Bintang tahu pasti bahwa Naura terlihat mempesona, seperti biasa, karena memang dia memiliki paras yang cantik dan mempesona.
Bintang segera memberikan latte tersebut kepada pelayan untuk diberikan kepada Naura, membayar latte milik Naura dan pamit pada Zain karena ia ingin pergi jalan-jalan.
*flashback off*
"Hari ini kamu mau kemana Nau?" Aku menghentikan lamunankuendengar suara Bintang. Tidak menyangka dunia bisa sekebetulan ini dan berkali-kali pula!
"Nau..." panggil Bintang ketika aku masih diam tak merespon.
"Rencana mau ke USS, Singapore Flyer sama Garden by the Bay. Pokoknya seharian ini sampe malem nanti maunya jalan-jalan aja."
"Boleh ikut?"
"Hah? gimana?"
"Aku bingung mau kemana. Besok baru balik Jakarta. Belom beli oleh-oleh juga."
"Yaudah, ikut aja. Aku juga sendirian aja kok." jawabku spontan. Mungkin sudah saatnya aku menyudahi penghindaranku. Pertemuan dengan Bintang yang secara tidak disengaja ini seolah menjadi jawaban atas gundahku. Mungkin Allah masih ingin mereka bertemu dan berhubungan seperti sebelumnya. Entah jenis hubungan apa yang mereka jalani saat ini.
****TBC
WP erorr banget siih...
Padahal aku udah revisi banyak tapi nggak ke save.. 😭😭
Maap jadinya bolak-balik reupdate ya..
13.02.2018 revised on 27.10.2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro