21
Hari senin yang sibuk bagi calon ketua OSIS dan wakil ketua OSIS, sebelum dua hari lagi akan dilaksanakan pemilihan. Mereka sedang melakukan debat di atas panggung. Suasana cukup ramai oleh sorak sorai suporter dari masing-masing kubu.
Tidak jauh beda dengan Kevia dan tim sukses Natha. Mereka juga sedang kampanye saat jam istirahat seperti ini dengan membagikan pamflet dan sedikit souvenir, katanya untuk kenang-kenangan.
Kevia sedang duduk di salah satu bangku yang berada di koridor. Debat baru saja selesai dan sekarang ia lelah sekali setelah berkampanye.
"Capek?"
Kevia berjengit kaget saat Natha tiba-tiba muncul dan mengusap pucuk kepalanya. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban.
Natha menyodorkan susu kotak rasa coklat kepada Kevia, "Nih, minum dulu!" Kevia menerimanya dalam diam, "Maaf, ya. Ini terakhir, kok. Sebelum nanti hari rabu pemilihan. Kamu pilih aku, kan?"
Kevia mengedikkan bahu acuh, ia sibuk meminum susu coklatnya. Lagipula ia sedang kesal dengan Natha, jadi ia malas berbicara.
"Kepana, sih? Diem aja dari tadi."
Kevia tak menjawab, ia hanya melirik Natha sekilas. Sikap Kevia membuat Natha menatapnya intens. Ada yang tidak beres dengan Melodinya, sepertinya ia sedang ngambek.
"Kamu marah sama aku? Coba bilang aku ada salah apa?"
Kevia membuang susu kotaknya yang sudang kosong ke bak sampah di dekatnya, lalu ia menghela nafas kesal sebelum menjawab...
"Kamu kayaknya serasi banget BERPASANGAN sama Isabel, sampai-sampai semua orang ngomongin, 'Kak Natha sama Kak Isabel cocok, ya, kalo pacaran pasti cocok juga'. Sampai kuping aku panas dengernya."
Kevia meluapkan emosinya yang sejak tadi tertahan dalam hatinya. Entah kenapa ia jadi kesal mendengar semua orang berkata demikian. Sedangkan Natha mengulum senyum karena Melodinya ternyata sedang cemburu. Itu membuatnya senang.
"Senyum aja kali nggak usah ditahan. Seneng, kan, dibilang cocok sama Isabel, dia, kan cewek paling cantik."
Natha terkekeh melihat Kevia yang semakin kesal itu, "Kamu kalo cemburu lucu tau nggak."
"Dih, siapa juga yang cemburu? Aku cuma bosen aja dimana-mana bahasannya itu mulu." elak Kevia yang membuat Natha menatapnya jahil, "Udah, lah, mending masuk kelas aja, bentar lagi juga mau bel masuk."
Kevia bangkit dari duduknya hendak melangkah namun tertahan karena lengannya dicekal.
"Hari ini sekolah bakal pulang cepet. Aku tunggu di parkiran."
Setelah mengatan itu Natha berlalu pergi lebih dulu meninggalkan Kevia yang masih terdiam mencerna ucapan Natha baru saja.
"Itu tadi maksudnya dia ngajakin gue pulang bareng, gitu?" tanyanya kepada diri sendiri, ia berdecak, "Nggak romantis amat." gumamnya sambil melihat punggung Natha yang semakin jauh.
"Kamu masih suka sama Natha?"
Kevia berjengit kaget saat tiba-tiba ada yang berbicara tepat disampingnya.
"Kak Reno?" Kevia benar-benar tidak sadar jika sudah ada Reno disampingnya, "Kak Reno ngomong apa, sih. Aku sama Kak Natha cuma mencoba temenan aja. Capek juga musuhan." elak Kevia, "Kak Reno ada perlu apa?" Kevia mengalihkan pembicaraan.
Reno tersenyum, "Nggak papa, cuma mau nyapa kamu aja."
"Oh." Kevia balas tersenyum, "Aku ke kelas dulu, ya, Kak. Bentar lagi bel masuk."
Reno menggangguk mempersilahkan Kevia untuk berlalu. Ia memandang punggung Kevia yang sudah berlalu dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia merasa Kevia semakin jauh dari jangkauannya.
****
Kevia berjalan cepat menuju parkiran, padahal ia tidak tahu entah Natha sudah menunggunya disana atau belum.
Kevia menghela napas saat sudah sampai parkiran namun tidak menemukan sosok Natha disana, "Mungkin gue terlalu cepet kali, ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Ia celingukan untuk menemukan Natha diantara banyaknya murid yang berada di parkiran, namun tetap saja ia tak menemukannya, padahal kelas Natha sudah keluar, karena tadi ia melihat Bayu sudah pulang.
Jangan-jangan tadi Natha hanya becanda saja, tidak benar-benar mengajaknya pulang bersama. Tiba-tiba Kevia merasa kesal. Saat baru saja berbalik hendak pergi dari sana, ia merasa menubruk seseorang.
"Nyari siapa?" Suara bisikan tepat di telinga Kevia, membuatnya mendongak dan mendapati wajah Natha sangat dekat dengannya.
Jantung Kevia berdetak cepat membuatnya reflek menjauhkan wajahnya dari Natha.
Kevia berdecak kesal, "Bisa nggak, sih, nggak usah ngagetin?" Nada ketusnya untuk menutupi detak jantungnya yang menggila.
Natha terkekeh melihat Kevia yang kesal, "Maaf, ya, lama. Tadi ada urusan sebentar." balas Natha sambil mengusap pucuk kepala Kevia.
Kevia mendengus kesal, "Kalo aja sedetik lagi nggak muncul, udah aku tinggal. Mending pulang bareng Bara."
Natha melotot mendengar penuturan Kevia, "Aku kempesin ban motornya. Biar kamu nggak bisa pulang bareng dia. Enak aja main bawa-bawa cewek orang."
Kevia mengulum senyum, "Dih, aku bukan cewek kamu, ya. Enak aja ngaku-ngaku." Kevia berlalu pergi demi menyembunyikan pipinya yang merah, "Buruan atau nggak jadi pulang bareng." ancamnya yang sudah berada disamping motor Natha.
"Ancamannya itu mulu." balas Natha yang menyusul Kevia.
"Biarin."
"Sini, pake helmnya dulu."
Kevia menurut dan Natha yang modus dengan memakaikan helm, bisa curi-curi kesempatan untuk memandang wajah imut nan manis Melodinya.
"Udah belum? Lama banget."
Natha sedikit tersentak, "Udah. Ayo naik."
"Hm."
"Pegangan."
"Nggak mau."
"Nanti jatuh."
"Ih, bawel." Kevia pun memegang pundak Natha, "Udah. Cepetan jalan."
"Pegangannya disini." Natha mengarahkan tangan Kevia untuk melingkar di pinggangnya, "Stop, jangan dilepas atau kita bakalan terus disini." ancam Natha ketika Kevia akan melepaskan pegangannya.
Kevia mendengus namun tetap menuruti Natha. Dasar dedemit nyebelin tukang perintah. Natha tersenyum melihat wajah cemberut Kevia. Gemesin.
****
"Wah, aku nggak tau kalo disini ada bazar."
"Berarti kamu mainnya kurang jauh."
"Emang! Aku, kan, anak rumahan."
Natha terkekeh mendengar jawaban Kevia, "Setiap sebulan sekali di taman kota ini selalu ada bazar."
Saat ini mereka sedang berjalan melewati berbagai stand. Ada stand makanan, minuman, stand buku murah hingga aksesoris. Kevia benar-benar ingin mampir kesemua stand.
"Sayang banget, aku baru tau sekarang, coba aja dari dulu, pasti aku kesini terus tiap bulan." tiba-tiba Kevia berhenti berjalan, "Nath, lihat, deh, lucu banget kelincinya. Kesana, yuk!"
Tanpa persetujuan, Kevia langsung menarik Natha ke stand binatang peliharaan. Sampai di stand Kevia langsung menggendong salah satu kelinci berwarna coklat disana.
"Ih, lucu" kata Kevia gemas dengan kelinci gembul di gendongannya.
"Suka?"
Kevia mengangguk sebagai jawaban tanpa mengalihkan pandangan dari sang kelinci yang ia gendong.
"Mas, berapa yang ini?" Natha menunjuk kelinci di gendongan Kevia.
"Yang itu delapan ratus ribu sepasang, mas."
"Mahal banget, Nath. Kita pergi aja, yuk." bisik Kevia sambil menurunkan kelinci di gendongannya.
Natha menahan Kevia yang hendak pergi dari stand, "Nggak papa, kita beli itu, tapi ada syaratnya. Kamu harus rawat kelinci itu dengan serius."
Senyum Kevia merekah, "Beneran kamu beliin aku kelinci itu?" Natha mengangguk mengiyakan. "Oke. Pasti bakalan aku rawat bener-bener." jawabnya dengan semangat.
Natha ikut tersenyum, "Tunggu disini!"
Kevia memperhatikan Natha yang berusaha menawar harga dan itu terlihat lucu di matanya. Ia Sudah seperti mamanya saja yang suka menawar di pasar.
"Udah, yuk." Natha kembali dengan membawa sepasang kelinci dan kandangnya.
"Lucu-lucu banget."
"Janji, ya, harus dirawat bener-bener. Jangan sampe kurus."
"Iya-iya. Nggak percayaan banget."
Natha tersenyum melihat Kevia yang kesal, "Percaya, kok, kalo sama kamu. Masih mau lanjut keliling?"
"Kayaknya pulang aja, deh, udah terlalu sore."
"Yaudah, kita pulang sekarang."
Kevia mengangguk dan mereka mulai berjalan menuju dimana motor Natha terparkir. Sebenarnya Kevia masih ingin berkeliling lagi, namun ini sudah terlalu sore, jika tidak cepat-cepat pulang bisa kena amuk Andra dia.
"Eh, Mel, tunggu bentar." Mereka baru saja sampai di dekat motor Natha, "Ada yang lupa. Kamu tunggu disini, bentar aja. Nih, jagain kelincinya." Natha menyerahkan kandang berisi kelinci kepada Kevia sebelum berlari kearah bazar.
"Kita disini dulu, ya." Kevia berbicara kepada sepasang kelinci di dalam kandang tersebut, "Kalian lucu banget, sih. Kayaknya aku harus kasih kalian nama, deh." Kevia tampak berfikir sejenak, "Kamu, aku kasih nama...Varo aja." ucap Kevia yang menunjuk kelinci berwarna abu-abu, "Dan kamu... siapa, ya?"
"Odi." jawab Natha yang sudah kembali ke parkiran.
Kevia mengerutkan kening, "Kok odi?"
"Dari kata melodi."
"Kok pake nama aku?"
"Kamu juga ngasih kelinci itu pake nama belalang aku. Jadi yang itu Varo dan yang itu Odi." ucap Natha menunjuk kelinci berwarna abu-abu lalu yang berwarna coklat, "Pas, kan?"
"Iya, deh. Hai, Varo dan Odi."
Natha terkekeh melihat Kevia yang berbicara dengan kelinci. Melodinya memang terlihat lucu dalam suasana apapun.
"Pulang, yuk!"
Kevia mengangguk. Ia memakai helm yang baru saja disodorkan oleh Natha lalu membawa kandang kelincinya untuk ikut naik ke atas motor. Agak ribet memang, tapi ia senang mempunyai teman baru dirumah.
"Udah, siap?" tanya Natha yang sudah menyalakan motornya.
"Siap." ucap Kevia semangat.
"Oke, pegangan." ucap Natha yang langsung dituruti oleh Kevia.
Setelahnya Natha melajukan motornya dengan hati-hati karena Kevia hanya pegangan dengan satu tangan dan tangan yang satunya memegang kandang kelinci.
Natha bisa melihat senyum Kevia yang terus mengembang dari kaca spion. Sepertinya selangkah lagi ia bisa memiliki melodinya lagi.
"Udah sampe." ucap Natha saat motornya sudah berhenti tepat di depan gerbang rumah Kevia.
Kevia kesusahan turun dari motor Natha.
"Sini aku pegang dulu kandangnya."
Kevia sudah berhasil turun dan mengambil alih kandang kelincinya, "Makasih untuk hari ini, Nath. Makasih juga buat kelincinya." ucap Kevia saat Natha sudah membuka helmnya.
Natha tersenyum manis, "Sama-sama. Aku seneng kalo kamu seneng."
"Kalo gitu, aku masuk dulu."
"Eh, tunggu." Natha turun dari motornya dan menghampiri Kevia yang hampir membuka gerbang, "Pinjam tangan kiri kamu."
Kevia mengerutkan kening bingung namun tetap menuruti Natha. Kevia memperhatikan apa yang dilakukan Natha.
"Nah, ini lebih bagus. Daripada yang tadi, bikin aku sakit mata. Kita samaan." Natha menunjukkan gelang yang sudah tepasang di pergelangan tangan kirinya.
Kevia mengulum senyum. Natha mengganti gelang pemberian Reno dengan gelang yang sama dengan yang di tangan Natha.
"Udah, masuk sana! Aku pulang dulu, bye."
Natha langsung menuju motornya dan melajukannya dengan cepat.
"Dasar posesif."
****
Lamaaaaa banget nggak up.
Sibuk sekali di dunia nyata.
Yuk kenalan sama varo dan odi
Ini Varo
Ini Odi
Gelang couple Natha dan Kevia
Jangan lupa dukung terus cerita ini ya.
Salam dunia halu
By : V
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro