19
🌹🌹🌹
"Wei, wei, wei, udah, Nath, cukup! Lo bisa kembung minum mulu." Pandu merebut botol soda di tangan Natha.
Itu sudah botol ketiga kemasan besar yang ia minum sejak datang tadi. Natha membolos jam pelajaran terakhir dengan para sahabat setianya. Saat ini mereka sedang berada di warung belakang sekolah.
Saat pertama tiba tadi Natha uring-uringan tidak jelas yang membuat kedua sahabatnya bingung. Setelah diceritakan, Bayu dan Pandu hanya bisa menepuk jidat.
"Lagian lo ngapain, sih, Nath, pake adegan peluk-pelukan sama si Isabel." Bayu merasa gemas dengan sahabatnya yang tolol ini.
"Udah gue bilang, gue nggak peluk dia. Gue cuma nolongin dia waktu mau jatuh." elak Natha.
"Sama aja, tulul. Kalo dari sudut pandang Melodi...."
"Kalo lo ikut-ikutan manggil dia Melodi, gue sambit lo pake asbak." tegur Natha tak terima jika ada orang lain ikut-ikutan memanggilnya Melodi.
"Iya-iya. Emang anjir lo, Nath. Posesif amat. Belum juga balikan."
"Berisik."
"Oke, balik ke topik. Dari sudut pandang Mel, maksud gue Kevia lo emang kelihatan lagi pelukan sama tuh cewek." ucap Bayu sok tahu, "Untung aja lo nggak langsung digampar sama Kevia. Habis bikin anak orang baper eh malah lo PHP'in."
"Hm, yoi. Kalo gue jadi Kevia, udah gue tinggalin lo dan jadian sama Reno." tambah Pandu yang sedang menghisap rokok.
Natha mendengus kesal mendengar ucapan Pandu. Bukannya ngasih solusi malah memanas-manasinya.
"Lo berdua mau ngasih solusi apa mau ngledek gue?" Natha mulai kesal dengan ejekan sahabatnya, "Kalo cuma mau ngledek mending gue cabut." Natha beranjak berdiri dari kursi yang didudukinya.
"Eh, jangan, dong. Gitu aja ngambek. Kayak cewek lagi PMS lo." ledek Bayu yang langsung mendapat pelototan dari Natha, "Ck, iye, maaf. Kita serius sekarang. Lo duduk dulu, lah."
Natha kembali duduk meskipun wajahnya masih terlihat kesal. Ia sedang buntu dan membutuhkan solusi dari kedua sahabatnya yang kadang-kadang terlihat waras itu.
"Kalo menurut gue, kayaknya lo harus minta maaf sama Kevia." Natha memutar bola matanya malas mendengar saran dari Bayu.
"Anak TK juga bisa ngasih saran kayak gitu. Yang lain."
Bayu memutar bola matanya keatas pertanda ia sedang berfikir keras.
"Kalo gitu, lo harus jelasin yang sebenarnya sama Kevia."
"Bay, lo bisa ngasih saran yang bener dikit nggak? Nggak usah lo bilangin juga gue udah berusaha buat ngejelasin tadi, tapi Melodi keburu marah." ucap Natha dengan nada sedikit emosi.
"Perasaan gue salah mulu dari tadi."
Pandu terkekeh melihat Bayu yang kena marah oleh Natha.
"Nggak usah ketawa-ketawa lo. Ngasih saran, kek. Nyebat mulu." omel Bayu kepada Pandu.
Pandu semakin terkekeh mendengar omelan Bayu. Ia menekan puntung rokok kedalam asbak sebelum menjawab.
"Kalo dari cerita lo tadi, Kevia pasti nggak mau ketemu sama lo. Apalagi lo sempet emosi tadi, pasti dia marah banget."
Bayu dan Natha memperhatikan dengan seksama. Mereka menunggu kelanjutan dari ucapan Pandu namun Pandu tak kunjung bicara, ia malah meminum kopinya dan memesan mie instan.
"Heh, oncom, solusinya mana? Nggak lo omongin juga kita tahu kalo Kevia marah pake banget." ucap Bayu yang kesal karena tingkah Pandu sama sepertinya tak memberi solusi.
"Bentar, gue laper." jawab Pandu singkat.
Natha yang lelah atas sikap dua sahabatnya itu pun hanya mampu menghela nafas sambil memejamkan mata. Kenapa semua jadi rumit? Padahal ia dan Melodinya baru saja berbaikan dan kembali dekat. Harusnya sedikit lagi ia pasti bisa bersama dengan Melodi lagi. Namun semuanya hancur hanya karena sikap cerobohnya tadi.
"Nath, kenapa lo nggak minta bantuan sepupu lo, si Mira?" ucap Pandu yang sedikit memberi energi kepada Natha, benar juga, kenapa ia tidak kepikiran Mira.
"Benar juga lo."
Natha langsung merogoh kantong celananya untuk mengambil ponsel. Ia akan mengirim pesan kepada Mira saja karena ini pasti masih jam pelajaran. Kenapa juga ia bisa melupakan sepupu bawelnya itu. Ah, Natha sedikit lega sekarang. Setidaknya masih ada jalan untuk berbaikan dengan Melodinya.
****
"Jadi lo tadi lihat Kak Natha pelukan sama Isabela?"
Kevia mengangguk menjawab pertanyaan Mira. Saat ini mereka sedang berada di Cafe Bintang dan di meja mereka sudah tersedia minuman dan beberapa potong kue. Setelah pulang sekokah tadi Mira mengajaknya hangout karena melihat wajah murungnya yang menyedihkan katanya. Mereka duduk di bagian dekat jendela sehingga jalan raya terlihat jelas.
"Bener-bener lihat dengan mata kepala lo sendiri?" Mira bertanya lagi sambil mengunyah kue macaronnya.
Kevia mengangguk lagi.
"Kak Natha, tuh, emang harus di kasih pelajaran ya. Dasar tukang PHP." gumam Mira kesal, "Dan lo diem aja gitu?"
Kevia berdecak kesal, "Terus gue mesti ngapain? Marah-marah nggak jelas gitu?"
"Kalo gue jadi lo udah gue jambak, tuh, cewek. Kecentilan emang! Kesel gue dengernya."
Kevia mengerutkan kening bingung, "Kok ceweknya, ya harusnya Kak Natha, dong yang digampar. Dasar cowok tukang baperin cewek" ucapnya dengang kesal namun beberapa detik kemudian ia berubah jadi sedih, "Tapi gue, kan, nggak ada hak buat lakuin itu. Gue bukan siapa-siapanya."
Mira tersenyum jahil, "Kalo bukan siapa-siapa, kok, marah? Lo beneran baper sama Kak Natha?"
Kevia sedikit terkejut dengan pertanyaan Mira, "Gue nggak baper, kok." elaknya.
"Kalo nggak baper, kok, marah? Harusnya lo biasa aja, dong, lihat Kak Natha sama cewek lain."
Kevia terdiam. Apa yang dikatakan Mira benar juga. Bukankah harusnya ia biasa saja melihat Natha dengan cewek lain, tapi kenapa ia malah merasa kesal dan marah?
"Kok diem? Bener, kan, gue, kalo lo baper sama Kak Natha. Apalagi kemarin lusa lo habis ngedate sama dia."
Kevia mencerna ucapan Mira barusan, seperti ada yang mengganjal.
Tiba-tiba Kevia membelalakkan mata, "Kok lo tau gue ngedate sama Kak Natha?"
Mira cengengesan, "Gue ngikutin lo, terus lihat lo boncengan sama Kak Natha di halte."
"Ih, Mira! Lo melanggar privasi gue."
"Lagian lo mencurigakan, sih, kan gue jadi penasaran."
Kevia berdecak kesal, "Dasar kepo."
Mira hanya cengengesan, "Itu nama tengah gue."
Kevia memutar bola matanya malas mendengar jawaban Mira. Ia memang benar-benar tidak bisa menyembunyikan apapun dari sahabatnya ini.
"Oh, iya, Mir, gue pinjam catatan lo jam terakhir tadi, dong, gue nggak nyatet."
Mira menelan kunyahan terakhirnya, "Ada, di HP gue. Gue males nulis, jadi gue foto aja, bentar."
Mira membuka tasnya untuk mencari ponselnya. Setelah beberapa saat mengledah tasnya, dahinya mengkerut.
"Kok HP gue nggak ada." gumamnya sambil terus mencari. Sedetik kemudian ia menepuk jidatnya sendiri, "Astaga, HP gue ketinggalan di kelas."
"Kok, bisa, sih, lo ceroboh." ucap Kevia sedikit khawatir jika ponsel sahabatnya sampai hilang.
"Namanya juga lupa. Temenin gue balik ke sekolah, yuk. Gue yakin ketinggalan di laci kelas."
"Masih keburu nggak, sih?" Kevia melihat jam di ponselnya, "Lo yakin gerbang belum ditutup?"
"Hari ini, tuh, jumat. Banyak anak ekskul yang belum pulang. Pasti masih dibuka. Ayo cepet." Mira menarik tangan Kevia.
"Iya, sabar, bayar dulu kali."
Mira menepuk jidatnya lalu pergi ke kasir untuk membayar pesanan mereka. Setelah itu Mira dan Kevia menuju mobil Mira yang terparkir di depan Cafe.
"Pake sabuk pengaman lo, mau ngebut, nih, gue." ucap Mira setelah mereka sudah masuk ke dalam mobil.
Mata Kevia mendelik kearah Mira, "Eh, gue belum mau mati, ya. Pelan-pelan aja!" perintahnya, "Paling juga cuma sepuluh menit dari sini ke sekolah kita."
Mira bercedak sebal, "Cemen lo."
"Bodo."
****
Karena terlalu banya minum es susu coklat di Cafe tadi membuat Kevia ingin buang air kecil. Setelah pamit untuk ke toilet sebentar kepada Mira yang sedang mengambil ponselnya di kelas, ia langsung berlari. Setelah menuntaskan urusannya, Kevia segera keluar dari toilet. Baru beberapa langkah menjauh dari toilet tiba-tiba Kevia mematung di tempatnya.
Keadaan sekolah memang masih ramai oleh siswa-siswa yang sedang ekstrakurikuler. Namun, ia tidak tahu jika dua sosok makhluk di depan sana juga masih ada di sekolah. Ingin berbalik arah, namun ia sudah lebih dulu dilihat oleh salah satu dari dua makhluk yang membuatnya badmood hari ini.
"Hai, Kev." Sapa Isabela. Iya. Ia dan Natha memang masih di sekolah dan saat ini mereka sedang duduk berdua dipinggir lapangan entah sedang apa, "Kamu belum pulang?" tanyanya sok perhatian, menurut Kevia.
Tiba-tiba ia teringat perkataan Mira tadi, jika ia harus bersikap biasa saja kalau ia tidak baper dengan Natha.
"Mel, kamu belum pulang? Aku kira kam--"
"Hai, Kak Isabela, hai, Kak Natha."
Ucapan Natha terpotong oleh sapaan balik Kevia. Ia mengucapkannya dengan senyum manis. Natha yang tadinya ingin menghampiri Kevia, seketika terhenti.
"Ini sebentar lagi mau pulang, kok." ucapnya sambil tetap tersenyum, "Kak Isabel sama Kak Natha juga belum pulang?"
"Oh, kita lagi ada urusan. Mungkin bentar lagi kita juga pulang." jawab Isabela yang terdengar seakan-akan mereka akan pulang bersama, "Kamu lagi nunggu jemputan atau gimana?"
"Kev, lama banget, sih, lo ke toilet?" Baru saja Kevia ingin menjawab suara Mira lebih dulu membuat mereka semua menoleh, "Kok ada mereka?" bisiknya kepada Kevia setelah ia melihat Natha dan Isabela.
Kevia hanya mengedikkan bahu acuh. Natha yang melihat kehadiran sepupunya itu memberi kode untuk menolongnya. Namun, Mira tidak bisa menangkap kode tersebut.
"Mir, HP lo udah ketemu, kan?" Mira mengangguk, "Aku nemenin Mira ngambil HP nya yang ketinggalan, kok, Kak." Ia menjawab pertanyaan Isabela.
"Pulang, yuk! Udah sore, nih." ajak Mira.
"Eh, Mir, gue di jemput sama Andra. Tadi dia telpon gue." Kevia tidak boleh kalah.
"Oh...." Sepertinya Mira tahu kode dari Kevia, "Oke, kalo gitu, salam buat babang Andra, ya."
Kevia tersenyum, "Aku duluan ya, Kak."
Setelah Kevia berlalu pergi, Natha berjalan mendekat kearah Mira.
"Gue udah kode'in lo dari tadi dan lo nggak nolong gue malah biarin dia pergi gitu aja." ucap Natha geram, lalu menyusul Kevia pergi.
"Woi, oncom. Mana gue tahu." triak Mira yang di abaikan oleh Natha.
Dan Isabela hanya mengerutkan kening bingung dengan situasi yang baru saja terjadi.
****
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro