Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pt - 7 •Menerima Takdir•

Aku mengembuskan napas panjang sembari menatap riasan tipis di wajah lewat cermin toilet restoran yang kudatangi bersama papa dan Mas Juan. Pada akhirnya takdir di masa lalu akan tetap membawaku untuk bertemu dengan Mas Juan. Mau seberapa besar usahaku untuk menggagalkan, mau sekuat apa pun aku berusaha melawan, tetap saja aku akan dikalahkan oleh takdir yang memang sudah ditentukan sejak awal untukku.

Rencana yang akan kupikir berhasil malah gagal total akibat kecerobohanku sendiri. Entah apa yang terjadi waktu itu, tapi saat aku merasakan tubuh hendak jatuh, saat itulah mataku secara spontan terbuka dan langsung memeluk erat leher Zilian yang menggendongku.

Matanya menatap tajam ke arahku, seolah siap ingin menerkam saat mengetahui bahwa aku hanya pura-pura pingsan saja. Jantungku berdebar dengan keras seakan siap meledak kala Zilian menurunkan tubuhku dengan kasar.

"Lo keterlaluan, Alea. Pernah nggak, sih, sekali aja lo mikir akibat dari tindakan yang lo lakuin?" Zilian berujar. Aku tahu kali ini aku bertindak terlalu jauh. Jadi, wajar jika emosi Zilian tidak tertahankan. "Jangan ikuti gue lagi. Gue enggak peduli sama urusan lo. Jadi, tolong banget. Bisa nggak lo berhenti ganggu gue?"

Aku tidak menjawab satu pun ucapan Zilian hingga laki-laki itu memilih pergi. Kali ini aku tidak lagi mengejar Zilian, membiarkan punggung lebarnya semakin menjauh, terus menjauh sebelum akhirnya menghilang dari pandangan.

Sebelumnya aku benar-benar berusaha untuk melibatkan Zilian. Karena pikirku hanya dia yang bisa membantu agar aku terlepas dari jerat Mas Juan. Namun, sepetinya cara itu tidak akan bisa kutempuh lagi sebab Zilian sepertinya sudah sangat muak denganku, dengan semua tindakan-tindakanku. Akhirnya aku memilih pulang bersiap pergi setelah menerima alamat yang baru saja dikirimkan papa.

Getaran yang berasal dari ponsel yang berada dalam genggaman membuatku tersadar dari lamunan. Ada nama papa yang tertera di layar ponsel. Gegas aku menarik tisu kasar yang tersedia di dinding samping, lalu menyapukan pada tanganku yang basah sebelum mengangkat telepon dari papa.

"Iya, Pa?" tanyaku setelah memencet tombol hijau pada ponsel.

"Kamu ngapain undang pacar kamu ke sini, Alea? Dia baru saja datang bersama mamanya." Suara papa terdengar berbisik saat berbicara dari seberang sana.

Keningku lantas berkerut. Pacar? Tidak mungkin Zilian, 'kan?

"Maksudnya, Pa? Pacar gimana?" Tanpa sadar aku mengigit bibir bawahku usai melontarkan tanya pada papa.

"Papa lupa siapa namanya. Tapi dia cowok yang pernah kamu cium di depan rumah. Cepat ke sini, Alea. Suasanya jadi canggung dan tidak enak. Papa juga bingung harus bersikap bagaimana karena tidak ada mama di sini."

Papa mengakhiri sambungan telepon setelah beliau menuntaskan kalimatnya. Namun, bukannya bergegas kembali ke meja, aku justru terdiam di tempat.

"Jadi, benar Zilian yang datang? Dan ... bersama mamanya? Tante Fira?" Aku menutup mulut dengan sebelah tangan. Jantungku berdebar tidak karuan, antara gugup dan bingung menghadapi situasi yang tidak terduga ini.

Sembari mengembuskan napas panjang, aku mulai mengambil langkah keluar dari toilet wanita dan menuju tempat di mana papa berada. Dari kejauhan kulihat papa sedang berbincang dengan Tante Fira, entah apa yang mereka bicarakan. Namun, aku dapat melihat kalau Tante Fira terlihat ... senang, sebab senyumnya terus saja terpasang sepanjang berbicara.

Senyum Tante Fira masih terpatri di wajahnya saat aku tiba dan mengambil duduk tepat di samping papa dan berhadapan langsung dengan Zilian. Sejenak pandangan laki-laki itu teralih ke arahku ketika Mas Juan sengaja beranjak dari tempat duduknya yang berada di antara papa dan Tante Fira membantu menarik kursiku sebelum mempersilakan duduk.

Aku tersenyum canggung lalu mengucap kata terima kasih dengan pelan sebelum kemudian duduk di kursi. Mas Juan kembali duduk, tapi kali ini tidak kembali ke kursi semula melainkan duduk di antaraku dengan Zilian.

"Jadi, ini pacar kamu, Zi?" tanya Tante Fira, dengan menekankan kata 'pacar' sambil melirik ke arah Zilian.

Laki-laki itu tidak langsung menjawab melainkan melemparkan pandangannya padaku lebih dulu. Seolah menemukan apa yang dia cari, Zilian mengangguk penuh keyakinan lalu berkata, "Pacar sekaligus calon istri di masa depan."

***

Tante Fira meminta jadwal untuk kembali bertemu dan makan bersama dengan anggota keluarga yang lengkap sebelum pergi. Beliau juga mengaku senang karena akhirnya Zilian punya pacar. Sementara papa, hanya menanggapi dengan senyum canggung dan basa basi yang terlalu kaku.

"Jangan lupa hubungin saya, ya, Pak. Nanti saya ajak juga kakeknya Zilian biar ikut ngumpul bareng kita. Beliau pasti senang sekali mendengar cucu kesayangannya sudah memiliki pacar. Apalagi pacarnya secantik Alea." Tante Fira berujar sambil meraih hand bag-nya, mengeluarkan kartu nama dari sana lalu menyerahkan pada papa.

"Baik, Bu. Nanti akan saya sampaikan pada ibunya Alea." Papa menyambut kartu nama Tante Fira. Setelahnya wanita yang usianya masih awal empat puluhan itu pamit pergi lebih dulu, menyisakan aku, papa, Zilian, dan Mas Juan.

"Papa mau ke kantor. Masih ada berkas yang harus diselesaikan. Pak Juan, saya minta maaf. Mungkin suasana malam ini berasa tidak nyaman sebab kehadiran tamu yang tidak diundang."

Mendengar perkataan papa yang ditujukan untuk menyinggung Zilian, aku langsung angkat suara. "Pa, dia pacarku. Bukan orang asing." Aku mengambil tangan Zilian, menggenggamnya sebelum kembali berujar, "Aku pamit duluan."

Zilian mengiringiku setelah ikut berpamitan pada papa. Kali ini laki-laki itu tidak menyentakkan tanganku begitu saja. Dia membiarkan tautan tangan kami sampai aku sendiri yang melepaskannya saat tiba di parkiran.

"Kamu ... enggak mau jelasin apa pun sama aku?"

Alis Zilian terangkat sebelah. Laki-laki itu lantas menggulung lengan kemeja yang dikenakannya hingga siku lalu berkata, "Lo jangan salah paham. Gue sama nyokap ke sini mau ketemu klien. Tapi batal. Nyokap gue enggak sengaja liat Mas Juan. Jadi dia sengaja nyamperin. Dan soal pacaran ... bokap lo yang lebih dulu ngasih tau secara enggak sengaja."

Benar juga. Mana mungkin Zilian inisiatif datang untuk membantu. Lagi pula dia sama sekali tidak tahu tentang pertemuanku dengan Mas Juan malam ini. Aku belum memberi tahunya karena sebelumnya laki-laki itu tidak bersedia mendengarkan apa pun yang keluar dari mulutku dan lebih memilih pergi usai meluapkan kemarahannya.

"Ah, iya. Cuma kebetulan." Aku menarik senyum tipis saat merasakan suasana canggung yang menyelimuti. Mendadak aku bingung harus bersikap bagaimana. Apalagi jika mengingat perkataan Zilian yang memperingatkan agar aku tidak lagi mengganggunya, melibatkan laki-laki itu pada masalahku dengan Mas Juan.

"Soal pacaran ... aku rasa aku harus bilang sama papa kalau kita udah putus. Aku ... enggak akan libatin kamu lagi." Zilian benar harusnya dari awal aku berpikir panjang. Harusnya dari awal aku memang tidak melibatkan dia dengan Mas Juan. Meski terasa sulit, aku akan mencoba menerima takdir saat ini.

Aku ... cukup lelah berlari dari takdir di masa lalu.

"Jadi, maksud lo, lo mau campakin gue gitu aja setelah gue bilang kita pacaran dan lo bakal jadi istri gue di masa depan?" Tawa sinis Zilian lolos dari bibirnya. Laki-laki itu melangkah maju, memperpendek jarak antara kami berdua. Iris matanya yang gelap seolah menghipnotisku, memaksaku tenggelam dalam tatapannya.

Sesaat setelahnya aku tersadar dan langsung menjauhkan diri dari Zilian. Lantas aku berdehem sembari mengalihkan pandangan ke mana pun asal tidak melihat ke arah laki-laki itu.

Setelah berhasil menguasai diri, aku kembali melempar pandang ke arah laki-laki itu yang kini bersedekap dada. Aku menipiskan bibir lalu berkata, "Bukannya kamu yang nyuruh aku menjauh? Aku masih ingat betapa enggak sukanya kamu sama aku. Gimana marahnya kamu waktu aku selalu gangguin kamu. Jadi, sama sekali enggak ada niat buat campakin kamu, Zilian. Aku cuma mau menuruti semua yang kamu katakan. Apa itu salah?"

***

Selesai ditulis tanggal 26 Mei 2024.

Hueeeeeeee harusnya ini selesai ditulis dan diupdate kemarin. Tapi karena aku terturu alias ketiduran, ya, walhasil pagi ini baru bisa update.

Jujurlyyyy bab ini banyak banget stucknya. Mana ada drama ketik hapus sampai tiga kali pula. Tapi alhamdulillah sudah terlewati.

Jangan lupa tinggalin vote sama komennya tentang bab ini.

Bonus foto Alea dan Zilian.


See u nanti malam gessss. Hari ini aku bakal double up.

Luv, Zea❤🔥

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro