Pt - 21 •Mari Kita Akhiri•
"Kamu jangan gila, Alea!" Perkataanku barusan berhasil memancing amarah Zilian. Laki-laki itu bahkan langsung menarik tubuhku ke dalam pelukannya, pelukan yang begitu erat seolah tidak ingin aku pergi meninggalkannya.
Tangisku langsung pecah kala mendengar ucapan Zilian selanjutnya.
"Aku nggak akan biarin kamu mati dengan cara yang sama, Alea. Aku janji, aku bakal kerahkan seluruh usahaku buat nyelamatin orang tua kamu, asalkan bukan kamu yang ngorbanin diri. Aku nggak bisa." Zilian menenggelamkan wajahnya di ceruk leherku. Dia lantas menggeleng pelan sebelum kembali berujar, "Tolong jangan lakuin hal yang buat aku kembali nyesal, Alea."
Suaranya berubah parau. Sementara aku hanya diam tanpa bisa mengeluarkan suara untuk membalas ucapannya. Diiringi dengan air mata yang terus berjatuhan membasahi pipi. Namun, tidak kubiarkan lama jejak air mata tertinggal di sana. Aku gegas menghapusnya dengan jari-jari tangan sebelum menyentuh sisi wajah Zilian, meminta agar laki-laki itu menatap ke arahku.
"Zi, dengerin aku. Meskipun aku sangat menyayangi nyawaku, tapi aku juga enggak boleh egois. Aku enggak boleh ngorbanin orang tuaku apalagi kamu." Orang yang kucintai. Sumpah demi apa pun, aku tidak memiliki cara lain lagi selain dengan menjadikan diri sendiri sebagai umpan untuk memancing Mas Juan keluar serta menyelamatkan mama dan papa yang berada di bawah kendalinya.
Zilian melepaskan pelukannya. Dia mengambil dua langkah mundur, menciptakan jarak sebelum berkata, "Kamu nggak percaya sama aku?"
"Ini bukan masalah percaya enggak percaya, Zilian. Tapi ini masalah nyawa. Aku nggak mungkin biarin kalian terluka cuma karena aku." Tanganku terangkat menghapus air mata yang tanpa tahu diri memaksa untuk keluar.
"Ya, itu, Alea. Kamu nggak percaya sama aku. Kamu nggak percaya kalau aku bisa selesaikan semuanya tanpa harus menjadikan kamu sebagai umpan!" Zilian masih tidak mengerti. Aku tahu betul sikap Mas Juan bagaimana. Dia bukan orang yang berbelas kasih. Menentangnya sama dengan cari mati. Jika Zilian menggunakan cara, mengancam atau apa pun itu, dia yang akan terluka. Mas Juan punya seribu satu cara untuk menghancurkan berbagai macam penghalangnya.
Namun, jika aku hanya mengorbankan diriku, dia hanya akan menyiksaku atau membuatku terus berada di sisinya seperti dulu. Tidak apa-apa, mungkin dengan ini aku hanya akan mengulang takdir serupa dan mati setelah waktunya tiba. Lagi pula sudah cukup lelah berlari dari takdir.
Sekarang lihatlah. Setelah sejauh ini, jalan hidup yang kupikir akan berubah, endingnya akan tetap sama saja.
"Iya, Zilian. Aku emang nggak percaya sama kamu. Terus kamu mau apa?" Jika tidak bisa dibujuk baik-baik, aku tidak akan segan menggunakan cara yang mungkin terdengar kejam untuk mendorongnya menjauh.
Laki-laki itu lantas bungkam. Dia memberiku tatapan tidak percaya dengan apa yang baru saja terlontar dari mulutku. Sebelum Zilian membalas ucapanku, aku kembali berujar, "Seharusnya sejak awal kamu tau kalau cintaku cuma untuk Mas Juan. Harusnya dari awal kamu enggak perlu menyesal dengan semua yang terjadi. Harusnya dari awal kamu enggak perlu minta sama Tuhan buat melintas ruang dan waktu. Dan harusnya, kamu emang nggak perlu terlibat sama aku. Dari awal, nama kamu enggak pernah ada di hidupku."
Bohong! Bohong! Bohong! Semua perkataanku adalah kebohongan. Sejak aku diberi kesempatan hidup kembali, sejak itu pula aku bertekad untuk melepaskan diri dari takdir bernama Mas Juan. Aku membenci laki-laki itu. Sangat membencinya. Namun, hanya dengan mengatakan ini aku bisa menyakiti Zilian sampai dia tidak ingin lagi bertahan di sisiku. Namun—
"Kamu pikir aku bodoh, Alea? Kamu pikir ... kamu bisa nipu aku dengan kata-kata bullshit kamu?" Kekehan sinis Zilian mengudara. "Kamu salah, Alea. Semakin kamu mendorong aku buat menjauh, semakin aku nggak mau lepasin kamu. Pokoknya nggak ada kata pengorbanan di sini. Aku lebih tau karakter Juan dari pada kamu. Beri aku waktu satu jam. Dalam satu jam, kalau aku nggak berhasil nyelamatin orang tua kamu, kamu boleh pergi sesuai keinginan kamu."
Tanpa menunggu tanggapan dariku, Zilian langsung mengayunkan tungkainya keluar dari ruangan ini, meninggalkan aku yang sibuk menenangkan isi pikiran.
Mataku terpejam, lalu membawa kaki menyusul langkah Zilian. Entah apa yang direncanakan laki-laki itu. Aku benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa. Rasa khawatir yang menyelimuti membuatku kalut dan tidak bisa berpikir tenang untuk menemukan jalan keluar.
Apakah dia akan baik-baik saja? Apakah Zilian akan berhasil? Bagaimana kalau ternyata semua usaha yang dikerahkannya mengalami kegagalan? Bagaimana jika Mas Juan melakukan hal nekat yang membuat aku menyesal nantinya?
"ZILIAN!" Suara nyaringku berhasil menghentikan langkah Zilian yang ingin mendatangi kumpulan polisi yang masih berkumpul di sini.
Aku berlari menghampiri laki-laki itu, lalu melompat ke dalam pelukannya. Air mataku luruh seketika saat Zilian menangkap tubuhku. Aku menangis tanpa suara. Hatiku benar-benar merasa gelisah. Banyak hal yang kutakutkan. Banyak hal yang membuatku merasa mati lebih baik daripada kehilangan orang yang begitu tulus mencintai.
"Semua bakal baik-baik aja. Kamu harus percaya sama aku, Alea. Aku nggak akan mati di sini. Kemungkinan terburuk hanya ... aku kembali ke masa depan. Tapi, Alea. Kalo aku kembali sebelum pamit, boleh kamu berjanji satu hal sama aku?" pintanya. Aku mengangguk cepat.
Sambil memundurkan wajah, tanpa melepaskan tangan dari leher Zilian, aku berkata, "Apa pun, Zilian. Apa pun bakal kulakuin demi kamu."
Sudah kubilang kan kalau Zilian sudah berhasil membuatku jatuh cinta? Maka dari itu, demi membuktikannya aku akan mengabulkan segala hal yang diminta oleh laki-laki itu.
"Tetap hidup dan mari kita bertemu lagi di tempat ini, di bawah langit yang sama, waktu yang sama, tanpa terhalang apa pun lagi."
"Aku janji, Zilian."
Selanjutnya laki-laki itu menarik tengkukku, menjatuhkan ciuman dalam, mengecup penuh kelembutan dan perlahan. Namun, memabukkan. Mataku terpejam, membiarkan Zilian mencecap, mengekspor lidahnya di dalam mulutku.
Perlahan mataku terbuka saat laki-laki itu menyatukan keningnya dengan keningku. Hangatnya napas Zilian terasa lembut membelai wajah. Entah apa yang akan terjadi nanti, aku hanya bisa berharap agar laki-laki itu kembali.
"Tunggu aku, Alea. Tunggu kabar baik dariku. Apa pun akan kuusahakan demi menyelamatkan orang yang kamu sayang. Tapi ... kamu juga harus ingat sama janji kita, Alea. Tolong jangan lupakan aku meski aku sudah kembali. Dan jika aku kembali mari bertemu kembali di sini tepat di malam tahun baru 2023."
Aku hanya mengangguk menanggapi. Kubiarkan Zilian sekali lagi menjatuhkan ciuman ringan di bibir dan di kening sebelum laki-laki itu berbalik pergi meninggalkan. Kali ini aku tidak tahu apakah masa depan akan berubah seperti yang kuharapkan atau justru sebaliknya. Semuanya tergantung pada keberuntungan.
"Sampai ketemu, Zilian. Aku janji bakal setia nunggu kamu."
***
Selesai ditulis 09 Juni 2024.
Bab ini nangis banget. Aku sih ya😭😭😭 kayak ... kitaloh baru bahagia, baru saja Alea memantapkan hati, eh, udah diterjang masalah berat. Huhu.
Bentar lagi tamat gessssssss. Yessssss!!!
Btw, ada yang mau baca sudut pandang Zilian? Nggak akan kubuat banyak karena scene Zilian ke masa lalu emang nggak terlalu lama.
See u gesssssss.
Luv, Zea❤❤❤🔥🔥🔥
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro