7
Raka mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit tempat ia bekerja dan hari ini ada serah terima jabatan direktur baru di rumah sakit itu karena pemilik rumah sakit yang nota bener sudah berumur lanjut mengundurkan diri dan digantikan oleh putranya, Raka sengaja berangkat lebih pagi agar tidak terlambat saat acara berlangsung.
"Kamu diberi tugas apa hari ini?"
"Nggak ada Kak."
"Kenapa matamu sembab? Kalo jawabannya hanya karena laki-laki itu kamu rugi, dia bukan laki-laki yang tepat untuk kamu dan herannya lagi kamu selalu memaafkan kebodohannya."
"Aku sudah membuat keputusan kok Kak, nggak akan pernah menghubungi dia lagi, cincin itu juga hari ini akan aku kembalikan."
"Bagus, tapi kalo kamu masih menangisi dia sama saja bohong, kau sakit karena dia? Heh harusnya kamu bersyukur kejelekannya ketahuan sebelum dia jadi suami kamu, laki-laki nggak tahu adab, nggak tahu bagaimana seharusnya dia memperlakukan wanita, ibunya wanita juga kan? Harusnya dia ingat itu."
Sita diam saja, meski dalam hati rasanya sulit untuk betul-betul melupakan Didit.
Sesampainya di rumah sakit mereka langsung bergegas menuju tempat acara, sudah ada beberapa orang yang stand by di tempat masing-masing hingga tiba saatnya acara berlangsung semuanya berjalan dengan lancar dan selama acara berlangsung Sita lebih banyak termenung di pojok ruangan besar itu hingga acara selesai dan sebuah tepukan mengagetkan Sita. Ia mendongak, mendapati wajah lembut nan cantik dokter Ayu yang sebaya dengannya.
"Eh maaf, ada apa?"
"Kamu loh dari tadi mojok aja, ayo waktunya makan, di sini nggak ada perbedaan orang lama orang baru, pokoknya gabung, yuk ah." Keduanya melangkah pelan menuju salah satu tempat yang menawarkan minuman segar.
Dan langkah Sita sempat terhenti saat dari jauh ia melihat orang yang rasanya tak asing lagi sahabat tunangannya di masa lalu yang getol mengingatkan tentang mantan tunangannya yang sering main belakang dengan sabahat Sita sendiri tapi karena cinta buta Sita tak peduli dan ternyata benar jika tunangannya bukan laki-laki setia.
"Hei lihat siapa? Pak direktur yang baru? Dia memang cakep, tapi sayang dia mati rasa, denger-denger sih dia belok."
Dita melongo rasanya tak mungkin Herdi seperti itu, sejak dulu ia selalu mengatakan mencintai seorang wanita dan bagai ada yang membisiki Herdi, laki-laki itu menoleh lalu meminta ijin pada beberapa orang yang duduk satu meja dengannya. Ia bangkit bergerak menuju Sita lalu senyumnya mengembang lebar.
"Sita, masih ingat aku kan?"
Sita hanya mengangguk pelan dan dokter Ayu meninggalkan mereka sambil berbisik pada Sita.
"Waaah ternyata kenal sama di bos." Dan Sita hanya tersenyum saat Ayu berlalu dari hadapannya.
"Sita, ini aku Herdi."
"Iya aku ingat, mana mungkin aku lupa sama kamu? Meski sedikit berubah, lebih gemukan. Nggak nyangka aja kalo kamu yang punya rumah sakit ini, dulu kamu nggak pernah menampakkan kalo kamu kaya raya, ya maklumlah aku hanya beberapa kali ketemu kamu itu pun selalu dalam suasana nggak enak."
"Emosi aja bawannya ya saat itu hahaha lagian aku memang bukan orang yang kaya raya, tapi omku sekaligus papa angkat aku yang kaya, aku hanya keponakan yang kebetulan diangkat sebagai anak oleh beliau, beliau sudah punya anak sih perempuan, hanya satu orang tapi rumah sakit ini beliau maunya aku yang pegang sedang putri beliau sudah menikah dan ada di Jepang, yaudah aku yang diminta bertanggung jawab terhadap aset-aset beliau yang ada di beberapa tempat, tidak hanya di sini, intinya bukan milik aku."
"Wah banyak kemajuan nih, kamu bisa banyak bicara, direktuuur iya kan?"
"Ck kamu ini, Eh silakan loh kalo kamu mau makan, kita duduk aja yuk, aku lama nggak cerita-cerita sama kamu, kamu jadi menghilang setelah bubaran dan nggak jadi nikah sama Dika eh maaf aku nyebut nama itu."
Wajah Sita berubah agak murung.
"Nggak papa kok, aku sudah lama melupakan dia, bahkan ini juga baru aja nggak jadi lanjut sama seseorang, mungkin aku memang ditakdirkan nggak bagus hubungan sama lawan jenis."
"Ya harus tetap berusaha berusaha Sita, pasti akan menemukan yang tepat, emang kamu nggak mau nikah?"
"Ya mau lah, jodohnya aja yang belum datang."
"Lah ini sudah datang."
Keduanya tertawa, dan diam-diam ayu yang melihat dari pojok ruangan merasa tak suka pada Sita yang baginya sok akrab dengan bos baru yang tampan itu.
Dan Herdi hanya bisa menatap Sita yang baginya tetap seperti beberapa tahun silam, tak terjangkau, tak tersentuh.
.
.
.
"Kamu kok bisa kenal sama direktur kita yang baru?" Raka bertanya saat malam hari Sita baru sampai di rumah, sedang Raka sejak sore sudah di rumah.
Sita terdiam agak lama, ia memilih duduk dekat Hana yang sepertinya baru sempat makan malam.
"Sita!"
"Eh iya Kak, dia sahabat ... Dika." Suara Sita melemah di akhir.
"Oh, maaf, bikin kamu ingat hal itu."
"Nggak papa."
"Makan aja dulu Sita, kok baru pulang?"
Hana berusaha mengalihkan pembicaraan karena seolah membuat Sita ingat akan kejadian menyakitkan itu lagi.
"Sudah Kak tadi di rumah sakit, pesan makanan via kurir rame-rame, iya ini pulang agak telat, gantikan teman yang sift siang sampe jam delapan malam, ada kepentingan mendadak jadi ya mumpung aku bisa ya sudah aku gantiin."
"Oh ya sudah, ini aku bawa ke dapur aja semua ya mau aku hangatkan lagi biar gak basi."
"Aku bantuin kak?" Dan Hana menahan bahu Sita.
"Nggak usah, duduk aja, kamu loh baru datang, pasti capek." Dan Hana mulai melangkah ke dapur membawa hidangan yang akan ia hangatkan.
"Kayaknya bos baru itu suka sama kamu Sita."
Sita melongo menatap mata kakaknya, tiba-tiba saja Sita merasa jika kakaknya terlalu berlebihan, hanya mengajak berbicara bukan berarti suka.
"Dia sejak dulu sudah punya wanita yang dia suka, jadi kakak salah lihat."
"Berarti kamu yang nggak peka, aku lihat pergerakan kamu dan Pak Herdi, aku amati dari jauh, mata dia ngga lepas dari wajah kamu sedang kamu lebih banyak nunduk dan murung, hanya sekali-sekali aja lihat mata dia, aku sudah tua Sita, bisa membedakan laki-laki yang tertarik pada wanita atau tidak."
"Dia sudah punya wanita yang dia suka, sejak dulu dia bilang gitu."
"Lalu kamu tahu siapa wanita itu?"
Sita menggeleng.
"Ya nggak mau tahu aku Kak, bukan urusan aku, itu aku tahu juga karena dia selalu sendiri ke mana-mana dan saat mau aku carikan cewek eh dia bilang sudah punya wanita yang dia suka."
"Lah kalo dia punya pastinya sudah nikah, lah ini nggak, usia juga mirip-mirip kamu paling, usia kritis, aku yakin dia suka sama kamu, bahkan saat kamu pamit, dia terus lihat punggung kamu sampe akhirnya dia kembali bergabung dengan para dokter senior di tempat awal dia duduk bersama kami."
"Hanya perasaan Kakak saja, dia memang agak-agak gak bisa diterka, ketemu aku juga beberapa kali, meski dia katanya sahabat mantan aku tapi dia jarang bergabung kalo ada apa-apa, hanya beberapa kali aku ketemu berdua sama dia saat dia mulai ngasi tahu aku kalo Dika main belakang sama sahabat aku."
"Benar kan Sita, dia suka kamu diam-diam, tapi dia laki-laki baik nggak ngambil keuntungan saat kamu mulai ada masalah sama mantan kamu."
"Iya kali, bahkan saat kami betul bubaran karena Dika ngakui semua jika dia bosan nunggu aku terlalu lama, dia hanya kasi nasehat agar aku sabar, terakhir dia ngubungi aku dua tahun, nggak aku angkat telepon dia dan sejak itu dia nggak pernah menghubungi aku lagi."
💝💝💝
19 Mei 2022 (22.04)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro