4
"Ngapain nyusul ke sini? Nggak kamu repotkan hidup kamu untuk ngejar wanitamu? Nisa mu?"
Sita terpaksa menemui Didit, ia tak mau dianggap anak kecil yang lari dan bersembunyi dari masalah. Jauh-jauh Didit menyusulnya, dan ia menghargai usaha Didit agar masalah mereka dapat diselesaikan.
"Aku minta maaf jika karena aku kamu sampai resign."
Sita yang sejak awal tak melihat Didit, jadi terperangah, ia tatap wajah laki-laki yang memang sejak lama ia sukai hanya mungkin memang bukan jodoh ia dengan Didit jadi jalannya sangat berliku dan ia tak akan memaksakan Didit untuk menyukainya.
"Apa? Nggak salah dengar aku?"
"Mama kamu yang bilang, gara-gara aku kamu jadi resign."
Sita menggeleng dengan keras.
"Rugi aku resign karena kamu, sejak dulu kakakku mengajak aku untuk mengabdikan di sini, kalau pun momentnya bertepatan dengan hal tak mengenakkan itu hanya kebetulan, aku nggak mau maksa kamu suka sama aku karena memang kenyataannya kamu nggak pernah ada hati sama aku, mama mungkin salah tanggap, aku memang menceritakan semua yang aku rasakan, tapi maaf sekali lagi bukan karena kamu, aku merasa lebih tenang di sini dan mama pasti akan menyusul ke sini, toh dua anaknya ada di sini semua, pulanglah, terlalu jauh kamu nyusul aku ke sini, sekali lagi aku tekankan terlalu kekanakan kalau aku resign karena kamu! Lagi pula merintis karir di sini lebih mudah, aku yakin lebih bagus prospek ke depannya, jadi nggak ada pikiranku patah hati dan lari ke sini, sakit memang diabaikan tapi sekali lagi bukan karena kamu!"
"Lalu mengapa tiba-tiba? Frans sampai marah-marah sama aku."
"Karena dia baru tahu, sebenarnya dengan Pak Direktur pun jauh-jauh hari aku sudah pamit tapi ditanggapi dengan gurauan, kami dekat karena Pak Direktur teman mama, pihak HRD pun tahu, aku pikir masalah resign bukan hal penting untuk dibahas pada semua orang."
"Tapi kata Frans Pak Direktur pun kaget saat kamu benar-benar resign."
Sita diam saja, ia melihat penyesalan di mata Didit.
"Tak bisakah kamu kembali Sita, mungkin ada hal yang bisa kita perbaiki atau cara kedekatan yang lain hingga aku menemukan sesuatu di kamu dan aku bisa suka sama kamu."
"Nggak terima kasih, aku sampai pada keputusanku aku nggak akan pernah kembali atau mencoba jalan sama kamu, nggak akan pernah! Karena kamu sejak awal memang gak ada hati sama aku, jangan paksakan dirimu untuk suka sama aku karena merasa bersalah, nggak massalah kita nggak jadian, nggak usah dipaksa hatimu."
"Karena sudah ada Beni yang bisa kamu jadikan pelarian?"
"Aku nggak sejahat itu untuk ngasi harapan ke laki-laki lain saat hatiku nggak akan bisa menerimanya."
"Tapi nyatanya kamu mau diantar diantar dia jauh-jauh ke sini hanya berdua!"
Sita menatap wajah Didit dengan tajam.
"Luruskan pikiranmu! Di dalam pesawat kami nggak hanya berdua, tapi banyak orang di sana!"
"Ngerti! Tapi pergi berdua dalam perjalanan jauh aku pikir itu tidak pantas!"
"Lebih tidak pantas mana seorang lajang mengejar wanita yang sudah jelas-jelas sudah punya suami!"
"Sama! Kita sama-sama tak pantas karena laki-laki yang mengantarmu jauh-jauh ke sini telah menikah!"
Dan Sita benar-benar kaget, dia tidak mengira sama sekali karena selama berteman lama dengan Beni tak ada undangan pernikahannya atau apapun.
.
.
.
"Kamu mengertikan? Jadi bukan maksudku membohongi semua orang, Sita, karena sejak awal pernikahan kami salah, dia hamil karena laki-laki lain dan karena keluarga kami berhutang budi besar pada keluarganya jadi aku menikahinya dengan perjanjian, setelah bayi itu lahir maka selesai kontrak pernikahan itu." Beni bernapas lega setelah ia menjelaskan semuanya.
"Tapi tetap tak nyaman aku Ben, aku nggak mau disebut pelakor, bersama suami orang di sini padahal di tempat nun jauh di sana istrimu melahirkan."
"Aku tidak bodoh Sita, ada hitam di atas putih, sudah ada perjanjian sebelumnya, aku bisa menuntut dia kalo dia ingkar, lagian itu bukan anakku, sudah aku bilang bolak-balik."
"Tapi dia kaya raya Ben, semua bisa dibeli dengan uang termasuk keadilan, aku jadi kasihan sama kamu, carilah wanita yang kamu sukai lalu nikahi setelah kalian berpisah nanti."
"Yah, aku sudah menemukan wanita itu Sita."
"Syukurlah, urus perceraianmu lalu menikahlah!"
"Aku mau ajak kamu nikah!"
Sita melongo lalu tersenyum lebar, menepuk punggung tangan Beni yang saat itu sedang berada di atas pahanya sendiri.
"Kamu salah orang, kamu butuh waktu lama untuk bikin aku suka sama kamu."
"Kenapa? Karena hatimu sudah pada Didit?"
"Kamu tahu jawabannya kan? Dan yang pasti perceraianmu akan butuh waktu lama, banyak drama dan lain-lain pasti, nggak mudah melawan orang kaya."
"Cinta memang aneh, kamu mati-matian suka sama Didit yang jelas-jelas nggak suka sama kamu dan aku pun sama, sudah tahu kamu sukanya sama Didit tetep aja aku maunya nikahi kamu."
Sita menggeleng pelan.
"Nggak akan mungkin Ben, belajarlah mencintai istrimu, aku yakin ada hal baik dari dia yang nantinya bikin kamu jatuh cinta."
"Kayaknya nggak akan, gimana aku bisa mencintai dia, dia loh hamil sama laki-laki lain, dan aku nggak pernah suka sama dia sejak awal hanya karena balas Budi, juga karena sudah ada perjanjian sejak awal hitam di atas putih, tunggu aku Sita sampai semuanya selesai aku yakin kamu akan lebih bahagia jika sama aku."
Terdengar tawa Sita meski tak keras tapi cukup membuat Beni mengernyitkan keningnya.
"Kamu tak yakin aku bisa bikin kamu bahagia?"
"Bukan, bukan itu, tapi aku tak yakin bisa secepatnya mencintai laki-laki lain."
Dan wajah Sita kembali meredup.
"Aku terlalu dalam mencintai Didit, Ben."
.
.
.
Beni termenung dalam pesawat yang mengantarkannya kembali ke tempat ia mengabdikan diri. Berusaha wajar menerima perjalanan hidupnya yang hampir selalu tak sesuai dengan keinginannya, keinginan sejak awal di dunia musik malah mengantarkannya pada dunia medis, juga kisah cintanya yang tak pernah berakhir bahagia, hingga ia ingin kali ini apapun caranya akan ia tempuh agar Sita bisa menjadi miliknya. Satu hal yang akan segera ia urus adalah perceraiannya. Ia tak ingin istri pura-puranya semakin dalam membelit hidupnya. Ia ingin bahagia hanya itu, tak ingin rumah tangga pura-pura yang hampir tak pernah ada suara.
💔💔💔
12 Mei 2022 (06.20)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro