Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Take 25 - Rewrite the Stars

"You look awful today. Udah baikan?" Audy—sang asisten—melayangkan tatapan khawatir begitu melihat sang bos masuk dengan wajah pucat.

Untuk pertama kalinya, Agni si workaholic membatalkan beberapa skedulnya, seperti rapat internal mengenai "Rock the Stage" dan mengutus Audy bersama Valdo untuk mewakilinya dalam monitoring episode terbaru dengan Bang Handa, selaku sutradara. Jika bukan karena rapat besar perusahaan, yang mewajibkan seluruh produser hadir dalam rangka menyambut ulang tahun KBC TV yang ke 16 tahun ini, dirinya akan membolos seharian.

Agni menarik kursi di meja rapat lalu menjatuhkan diri di sana dan meminum espresso double shot dinginnya, mencoba mengabaikan tatapan rekan setimnya.

"Kenapa lo masuk, Ni? Lo kan masih sakit," tegur Valdo yang duduk di hadapannya.

Ia menggeleng. "Cuma pusing dikit." Jelas bohong, karena sejak semalam kepalanya berdenyut nyeri, menangis terlalu lama memang selalu membawa efek buruk pada tubuhnya.

"Sampai nggak pakai make up begitu. Pucet banget loh, Mbak," imbuh Amel beranjak dari kursinya dan bergabung ke area rapat yang berada sisi seberang kubikel-kubikel.

Wanita itu mengeluarkan kacamata hitam dari tas dan memakainya. "Beres, kan?" Agni mengernyit saat menyadari teman-temannya ini sudah mengerubutinya. "Kenapa pada ke sini? Udah sana Mel, ngedrakornya dilanjut lagi." Ia mengarahkan dagunya pada layar komputer Amel yang menampilkan potongan adegan Drama Korea.

Audy berdecak. "Kita khawatir lah, Mbak. Lo nggak pernah sekali pun izin sakit. Niatnya abis pulang kerja mau kita tengok. Eh, elonya malah tiba-tiba muncul di kantor."

"Ada rapat. Emang lo nggak diundang, Dy? Sama Bang Valdo juga kayaknya diundang," jawab Agni.

"Iya, diundang. Udah ada perwakilan kita juga, nggak usah berangkat harusnya. Istirahat aja di rumah," Valdo menyahuti.

"Tadi gimana monitoring sama Bang Handanya?" Tidak ingin obrolan ini terus-terusan terfokus padanya, Agni pun mengalihkan obrolan. Beruntung, Valdo dan Audy menjawabnya dengan serius. Mereka memberitahukan beberapa adegan yang di-cut tidak akan berpengaruh dengan kesatuan skenario. Sang asisten menambahkan, Kaivan dan Leona mendapat screen time lebih banyak dari episode lalu karena antusias pasar.

"Guys, sepuluh menit lagi rapatnya dimulai. Yuk?" ujar Audy setelah melihat jam yang tertera di layar ponselnya.

Salah satu budaya yang Agni senangi di tempatnya bekerja adalah tidak ada jam karet di sini. Apalagi rapat-rapat yang berkaitan dengan acara besar. Rapat ini akan dihadiri banyak pejabat penting, mulai dari direktur keuangan, direktur operasional, dan tentu saja salah satunya adalah eksekutif produser, Raki Akbar Rajata.

Selama setengah jam Agni menahan kantuk mendengarkan susunan rencana pelaksanaan acara ulang tahun mulai dari rencana keuangan, sponsorship, dan acara. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara ulang tahun KBC TV akan dimeriahkan meriah selama seminggu. Runtutan acara dimulai dari diadakannya bazar makanan—bekerja sama dengan program acara yang berkaitan kuliner—, sampai menggelar konser akbar yang dihadiri musisi papan atas.

Biasanya, Agni tidak terlalu terlibat dalam acara perayaan ulang tahun KBC TV. Namun, tahun ini lain cerita, karena program acara yang ia ciptakan. Gabriel, selaku project leader, menginginkan para musisi "Rock the Star" tampil di konser akbar sebagai puncak perayaan. Ya, walaupun tanpa program ini pun, ia yakin para musisi itu pasti akan jadi tamu undangan, minus Numa dan Dewata karena mereka adalah musisi pendatang baru. Meskipun hal ini menambah beban baru untuknya, tapi Agni senang. Proyek ini, mungkin akan jadi panggung besar pertama dengan ribuan penonton bagi Numa dan Dewata.

Rapat ini berjalan lancar tanpa masalah, sampai pada giliran Raki berbicara. Lelaki itu, terlihat sangat kentara menghindari komunikasi sekecil apa pun dengannya. Bahkan, saat menanyakan kesanggupan "Rock the Stage" dan gambaran rencana apa yang timnya miliki, lelaki itu lebih memilih memanggil Audy dan Valdo. Bukan dirinya, selaku produser utama.

"Oke, tolong segera disampaikan ke talent ya, Dy," ucap Raki sebelum topik bahasan beralih.

Di kursinya, Agni merasa sesak. Bukan ini yang dia mau. Tidak dianggap ada padahal jelas-jelas dirinya di sini. Pandangannya tanpa ia sadari terus menerus mengikuti gerak-gerik Raki. Hati Agni belum bisa menerima kenyataan, jika nanti hubungannya dengan Raki usai, akan ada banyak kemungkinan, salah satunya adalah saling menjadi asing untuk satu sama lain. Dia tidak mau itu. Dia tidak mau berpisah dengan Raki.

***

Malam ini, sesuai intruksi Reva sang kakak, Agni berkunjung ke rumah Mami untuk makan malam rutin sekalian melakukan pembahasan terakhir sebelum gladi bersih pernikahan Reva dan Galen. Namun, sampai setengah jam mereka makan, Raki tidak juga muncul, membuat Agni mengernyitkan kening.

"Mi, Mas Raki mana?"

"Dia ada kerjaan ke Malaysia. Tapi tenang aja, gue pastiin dia dateng ke seluruh rentetan acara gue. Tanpa terkecuali," tukas Reva yang duduk di sebelahnya.

Agni menghela napas. Ini kali pertama Raki pergi tanpa pamit padanya, yang tentu saja membuat hatinya semakin tak karuan. Nafsu makannya menguap begitu saja. Sepiring nasi jeruk dengan iga bakar di hadapannya hanya berkurang seperempat porsi.

"Ni, kok ngelamun?" tanya Mami dari seberang meja. "Ayo, dimakan."

Agni menyematkan senyum tipis sambil mengangguk lemah. "Iya, Mi. Agak nggak nafsu aja, karena dari tadi pagi nggak enak badan."

"Udah Mami tebak, kamu kelihatan loyo begitu. Nanti dibikinin jahe susu anget sama Mbak Ika."

Reva menjulurkan tangan untuk memeriksa kening sang adik. "Nggak panas untungnya. Jangan sakit-sakit, ya. Empat hari lagi nikahan gue," katanya dengan memanyunkan bibir membuat Agni terkekeh geli.

***

Bujuk rayu sang mami yang meminta Agni untuk menginap di rumah, karena khawatir akan keadaannya tidak membuahkan hasil. Di tengah suasana hatinya yang kacau ini, yang dia butuhkan adalah beberapa gelas alkohol untuk menutup malam. Ia ingin melupakan rasa sakit ini meski sejenak. Dan di sinilah dia, di ruang tamu apartemennya dengan sebotol wine yang sudah habis setengah.

Entah mengapa, jemarinya lincah menari di atas layar ponsel sampai akhirnya menyambungkan panggilan pada Audy, sang asisten yang malam itu kebetulan sedang berada di sekitar apartemennya. Agni teringat, pacar asistennya itu memiliki kedai kopi kecil di sekitar sini, ia pun pernah mampir ke sana. Jika tidak ada jadwal, Audy sering menemani sang pacar untuk membantu.

"Suara lo kok nggak jelas? Kenapa, Mbak?"

"Enak ya, kalau bisa nyamperin pacar lo kapan pun lo mau."

"Ya, pacar gue. Suka-suka gue, lah."

"Dy ... " Suara Agni terdengar terseret-seret. Sudah tak jelas. "I think I lost him."

"Mbak, are you okay?" Kekhawatiran Audy terkonfirmasi dengan isakan yang kemudian terdengar. "Lo di apartemen, kan? Gue ke sana."

Tidak sampai setengah jam kemudian, kedua wanita itu sudah duduk saling berhadapan dengan segelas wine di tangan. Lima belas menit pertama, Audy habiskan dengan keheningan dan sesapan rasa pahit manis yang mengalir di tenggorokan. Agni masih nampak enggan bicara.

Namun, karena tak tahan, well dia tidak pernah melihat bosnya seperti ini. Bekerja tiga tahun bersama Agni tidak membuat mereka dekat, karena wanita yang lebih tua empat tahun itu sangat menjaga privasi. Dia juga meletakkan jarak dengan para pegawainya di luar urusan pekerjaan.

"Lo ada masalah sama Mas Harley?" tanya Audy sambil mengelus lengan Agni yang terjulur di atas meja dengan suara lembut.

Agni memutar-mutar gelasnya yang berisi wine sebelum meminumnya sekali teguk. Ia lalu meletakkan gelas kosong di atas meja dan mendongakkan kepala untuk memandang Audy yang menanti jawabannya dengan was-was.

"I made big mistake," ujarnya parau. "And because of that I think I am gonna lost him."

"Lo selingkuh?" Audy meringis dan langsung menutup bibirnya dengan telapak tangannya sendiri. "Sorry."

"Kinda." Agni sendiri tak yakin apakah ia sudah berselingkuh dari Raki, tapi apa pun namanya, hal itu telah menggoreskan luka yang dalam pada sang kekasih. Pada hubungan mereka. "I was stupid, I was, I don't know, Dy. I just don't want to let everyone down. Tapi, malah bikin orang yang paling aku sayangi kecewa."

"Do you love him, Mbak?"

"Deeply. I love him deeply."

"And does he still love you?"

Agni menggigit bibir bawahnya, matanya tampak berkaca-kaca. "I wish he still loves me."

"Then, tell him you are sorry and want to get back. Setahu gue kalian udah pacaran lama. So, there is hope, always."

"You don't get it. Kalau gue sama dia, bakal banyak orang yang hancur. Dan ... " Suara Agni bergetar yang kemudian disusul dengan helaan napas yang terdengar berat. "Dan, kalau lihat orang-orang di sekitar aku hancur, gimana gue bisa melanjutkan hidup, Dy?"

"Tapi, kalau lo nggak sama dia, lo berdua hancur, kan?" Tidak ada jawaban. Wanita itu membatu di tempat. "Kalau sama-sama hancur, mau sendiri atau berdua, kenapa nggak pilih what your heart wanted the most, which is get back together. Seenggaknya kalian bisa hancur dan saling melebur di pelukan satu sama lain. Dan, sekali-kali Mbak, hidup itu nggak perlu dengerin orang lain."

Meskipun sang bos tidak menjelaskan secara gamblang, tapi sepertinya Audy mengerti ke mana arah benang merahnya. Menjalani hubungan yang ditentang banyak orang memang bukan perkara mudah. Ia hanya berharap, rintangan apa pun yang terbentang luas di hadapan Agni dan sang kekasih bisa mereka selesaikan dengan baik, karena membuang masalah tidak akan pernah menghasilkan solusi.

***

Memori-memori yang tersimpan di otak manusia kebanyakan terbagi menjadi dua. Memori yang ingin diabadikan dan memori yang ingin kita buang. Memori paling membahagiakan dan memori paling menyakitkan. Dua memori itu melekat kuat di kepala dan akan menimbulkan gelenyar aneh di dada jika sengaja dibuka. Namun, bagi Agni semua kenangan bersama Raki tersimpan sempurna di otaknya. Bahkan, hal-hal sepele seperti makan mie rebus berdua, membuat bibirnya melukiskan senyum.

Sesi obrolannya bersama Audy dua hari silam, membuatnya tersadar jika yang perlu ia lakukan hanyalah mengikuti kata hati. Sulit memang menyelaraskan kata hati dan logika. Namun, tak perlu berkepanjangan merisau, karena barangkali semesta malah sudah menyiapkan jalan keluar yang tidak pernah diduga.

Meskipun awalnya hati Agni bergejolak, tapi di sinilah ia sekarang. Di apartemen milik Raki yang sudah berhari-hari ia tinggalkan. Keputusannya sudah bulat. Dia tak ingin membuat sang kesayangan merasa berjuang sendirian, karena sedari awal memang tidak begitu. Ia sama besarnya menginginkan hubungan ini seperti Raki.

"Ya ampun, Ibu. Lama banget nggak pulang," Arum menyambut kedatangan Agni dengan pelukan. Matanya sedikit berkaca-kaca membuat Agni terkekeh pelan. "Saya sampai ngira, Ibu sama Bapak udah goodbye."

"Bapak pulang jam berapa, Rum? Tahu nggak?"

Gadis itu menggeleng. "Aduh, nggak tahu, Bu. Mau saya tanyain? Tapi, yang jelas hari ini, sih."

"Pastilah. Lusa udah harus ke hotel buat persiapan nikahan Mbak Reva."

Agni lalu memilih untuk menunggu di ruang tamu, dengan ditemani Arum dan Mbok Sugi. Ia berterima kasih pada mereka telah menjaga Raki selagi dirinya pergi. Tentu, kealpaan wanita itu dalam waktu yang cukup lama membuat mereka paham, jika hubungannya dengan Raki sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi, ia bersyukur karena Mbok Sugi maupun Arum, tidak lancang bertanya-tanya walau rasa penasaran tercetak jelas pada raut wajah keduanya.

Ketiga perempuan beda usia itu asyik berceloteh, menceritakan hari-hari yang mereka lewati tanpa satu sama lain, sampai suara kode pintu terdengar yang kemudian disusul derap langkah kaki familier. Bersamaan dengan itu, degup jantung Agni meroket naik, sembari terus melihat ke arah pintu. Kedua telapak tangannya digosok-gosokkan di atas lutut, untuk meredam kegugupan yang mulai menguasai.

"Rum, minta tolong bikinin kopi pa—" tubuh lelaki itu membeku, jas yang tersampir di lengan merosot ke lantai. Tatapannya terpaku pada satu sosok yang duduk tegang di sofa. Raki mengerjapkan mata beberapa kali, karena takut objek di depannya ini hanya ilusi. "Y-Yaya?"

"Jadi, dibikinin kopi, Pak?" Arum menyela, sembari menatap dua majikannya itu bergantian.

Raki menggeleng cepat. "Nanti aja," katanya kemudian mengalihkan fokus pada Agni kembali. "Ni, ke sini mau ambil barang, ya? Aku baru dari Malaysia, sorry banget, belum aku siap-siapin."

Hati Agni mencelos hebat, pelupuk matanya langsung terasa penuh. Bukan lagi "Yaya" tapi hanya "Agni". Dirinya bukan lagi Yaya untuk Raki. Senyum kikuk dan kegugupan yang terpancar dari lelaki itu membuat batin Agni semakin teriris. Ini adalah kesalahannya. Patah hati terhebat mereka disebabkan oleh keegoisannya.

"Ada sesuatu yang mau aku omongin, Mas," tutur Agni. Seolah memahami jika dua orang ini butuh waktu sendiri, Mbok Sugi langsung menyeret Arum pergi dari ruang tamu.

Alih-alih di sebelahnya, Raki menempati sofa di hadapan Agni. Tas dan jas yang tadi ia bawa diletakkan di sebelahnya. Sesaat, Agni mengamati sang kekasih yang sudah lama tak ia jumpai. Dari rambutnya yang sudah agak panjang dan berantakan menutupi sebagian keningnya, kantung mata yang kentara, ikatan dasi yang kendor, ujung lengan kemeja mustardnya yang kusut dan berat badan lelaki itu yang tampaknya menyusut.

"Mas, aku mau minta maaf." Agni berbisik dengan suara tercekat. Rasa bersalah dan penyesalan menghantamnya bertubi-tubi.

Dalam sakitnya, Raki masih bisa tersenyum begitu manis untuk Agni membuat wanita itu menitikkan air mata. "Kamu nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah Agni. Bukannya aku udah bilang, meskipun berat aku akan selalu dukung pilihan kamu?"

Agni menggeleng dengan air mata yang terus meleleh. "Enggak, Mas," selanya sesenggukan.

"Dan Kaivan, I think he is good person. Tapi, kalau dia macem-macem, aku nggak akan diam aja."

Agni meringsut maju, meraih tangan Raki yang bertumpu di paha. "A-aku nggak sama Kaivan, Mas. Aku nggak sama siapa-siapa. Aku cuma mau kamu."

Kedua alis Raki menyatu bersamaan dengan kernyitan yang muncul di keningnya. Lagi-lagi, lelaki itu kembali mematung. Otaknya sibuk mencerna omongan yang baru meluncur dari wanita di hadapannya. "A-apa maksud kamu?"

"A-aku minta maaf karena udah egois, k-karena udah bikin kamu merasa berjuang sendiri untuk hubungan ini. H-harusnya, aku bisa lebih kuat, harusnya aku bisa lebih berani. Harusnya aku–" Agni terisak kencang, sampai tak bisa melanjutkan perkataannya—

—membuat Raki langsung menariknya ke dalam pelukan, memberi usapan paling lembut pada puncak kepala wanitanya. "It's okay, Baby. It's okay."

Agni meremas kuat kemeja Raki dengan kedua tangan, seakan seluruh kewarasannya bertumpu pada kain tipis itu. Masih di dalam dekapan paling hangat, ia berusaha membuka mulut, mengutarakan harapan terbesarnya, mimpi-mimpinya, dan seluruh pergolakan batin yang harus ia hadapi selama ini.

"A-aku mau kamu. A-aku nggak mau yang lain, Mas. A-aku mau hidup sama kamu. Tua bareng kamu—" wanita itu menarik napas panjang, "dan bahagia sama kamu."

Raki menunduk memandangi wajah sang pujaan hati yang merah penuh air mata, dengan bibir yang melukiskan senyum. Ia dengan lembut menyingkirkan rambut yang menjuntai di pipi dan dahinya, lalu menghapus sisa-sisa air mata  dengan ibu jarinya. Memiliki Agni dalam pelukan, rasanya seperti pulang. Hangat dan menenangkan.

"Bahagia, ya? Kamu yakin kita bisa bahagia?" bisiknya penuh harap dan kekhawatiran. "Kalau Tuhan nggak pernah merencanakan bahagia untuk kita, gimana?"

"Then, we can create our own happy ending together, Mas. I don't care," pungkas Agni. "Let's rewrite the stars. Aku mau bareng-bareng sama kamu, sampai lama, sampai tua, sampai selamanya jadi nggak terasa."

"Ya, Sayang. Let's rewrite the stars. Let's create our own happy ending." Dan dengan itu Raki membubuhkan kecupan manis yang sarat akan kerinduan pada bibir ranum sang kesayangan. "God, I miss you so much, Yaya. You don't event want to imagine it."

🎬🎬🎬

Ini kan yang kalian mau? Yaya Raki balikan? Emang dasarnya mereka udah bucin aja gaes, jadi nggak akan pisah lama-lama hehehehe

Udah sampai part 25, dan belum keliatan garis finishnya, apakah perjalanan sepanjang ini worth it buat kalian?

CU,
oktyas 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro