Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Take 05 - Breakthrough

"Gimana? Beres?" Pertanyaan Valdo menyambut Agni begitu ia menjejakkan kaki ke ruangan.

Perempuan itu mendengkus dan membanting proposal ke meja. Valdo pun memilih diam. Tak ada yang berani menanyai Agni lebih lanjut. Mereka sudah paham lewat raut wajah yang perempuan itu pancarkan. Mungkin, kalau divisualisasikan kepala Agni mengeluarkan asap tebal dan dari kepalanya muncul tanduk.

Agni menatap proposal program acaranya yang ditolak hari ini. Damn it! Usia boleh muda, tapi pikirannya kolot, seperti seseorang yang lahir pada tahun lima puluhan. Ia menghempaskan tubuh ke kursi, menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata. Bayangan mengikat sang atasan di tengah rel kereta terbesit di kepala.

"Kita lembur lagi nih, Mbak?" Cicitan suara Amel memecah keheningan. Ia duduk bersama Valdo di meja rapat dengan bungkus keripik kentang terbuka di hadapannya.

Agni membuka mata perlahan dan mendecakkan lidah. "Tuangin semua ide program acara terdrama yang ada di kepala kalian. Kita turuti mau Pak Raki apa."

Para pegawai di ruangan itu membelalakkan mata. "Y-yakin, Mbak?" tukas Nathan tak yakin. Lelaki itu dengan kernyitan di dahi, mengintip ke arah kubikel Agni, dari kursinya.

"Agni! Lo kenapa tinggalin gue, sih?" Rengekan Audy terdengar bersamaan dengan suara terbuka menampakkan gadis yang mengenakan celana kulot putih dan blouse off-shoulder kuning. "Pak Raki bilang---"

"Lo bisa nggak, jangan sebut nama dia dulu," potong Agni dengan lirikan tajam.

Audy menghela napas lalu berjalan ke mejanya yang berada di sebelah sang bos. Ia lalu menarik kursi dan mendaratkan pantat di sana. "Slot itu masih punya kita, Ni. Pak Raki minta kita revisi programnya lagi. Dia serius, mau kita yang isi slot acara habis 'Love Call'". Meskipun disuguhi dengan ekspresi kecut, Audy memberanikan diri membuka suara. Menurutnya, penawaran Pak Raki terlalu bagus untuk dilewatkan. Slot prime time, setelah hampir satu tahun setengah tidak pernah dapat itu.

"Serius lo?" sahut Valdo kembali menyuapkan keripik ke dalam mulut.

Audy mengangguk. "Kita revisi lagi ya, Ni? Kayaknya Pak Raki udah suka sama konsep acara musiknya." Ia melirik ke rekannya yang masih memasang raut wajah tak bersahabat.

Bagi Agni, tentu penolakan ini bukan yang pertama kali ia dapat dari Raki. Akan tetapi, masih sama menjengkelkannya seperti kali pertama. Jika ingin dapat slot prime time pengganti 'Love Call', ia dan timnya harus bergegas. Mereka tidak punya banyak waktu. Tiga bulan bukanlah waktu ideal untuk merancang sebuah program acara. Belum lagi jika ada sesuatu di luar rencana terjadi. Dalam artian, timnya harus siap kerja rodi.

"Hari ini gue nggak bisa lembur. Sore harus cabut karena ada acara," tukas Agni, "Sekarang gue tanya, kalian pengin banget dapat slot itu?"

Satu ruangan mengangguk kompak.

"Kalian pengin dapat rating and share tinggi?" Perempuan itu menatap satu per satu rekan kerjanya. Hanya Valdo yang menganggukkan kepala, selebihnya membeku seperti patung. "Udah, jawab aja, jujur-jujuran."

Meskipun dengan ragu-ragu dan pandangan takut-takut mereka pun mengangguk.

Oke, harusnya Agni sadar. Anggota satu timnya pasti menginginkan program acara mereka meraih rating dan share tinggi. Pencapaian terbesar sebagai produser dan para kru di balik sebuah acara, apalagi kalau bukan rating dan share program tinggi, acara ditonton banyak orang, jadi bahan obrolan di mana-mana, menarik banyak sponsor, dan dapat pundi-pundi rupiah dari bonus perusahaan. Dia terlalu naif. Akan tetapi, harusnya mereka tahu, bergabung dengannya itu berarti bersiap merelakan impian tersebut.

Pertanyaannya adalah, apakah Agni harus mengalah demi kebahagiaan mereka untuk dapat slot prime time, atau tetap berpegang kuat pada prinsip yang ia pegang?

"Gue minta kalian cari ide program acara, apa pun, terserah. Nggak perlu berbobot, acara drama pun boleh, untuk kita diskusikan nanti jam satu. Oke?"

"Ni, serius lo? Acara apa pun?"

Perempuan itu mengangguk. "Nanti kita bikin beberapa proposal sekaligus. Jadi kalau program acara utama nanti nggak lolos, kita bisa langsung masukin program acara cadangan. Acara mainstream yang penuh drama itu bakal jadi program cadangan. I am so sorry, gue nggak akan pernah bisa bikin acara yang nggak sesuai prinsip yang gue pegang. Kalian boleh move ke tim lain, serius, setelah acara ini tayang nanti. Mungkin juga nggak akan lama, palingan enam bulan acaranya udah di-cut."

"Apaan banget sih, lo!" dengkus Valdo. "Gue stay di sini, karena gue bisa, karena gue mau. Nggak ada keterpaksaan sama sekali, Ni. Gue punya prinsip yang sama kayak lo."

"Ya, itu kan lo, Bang. Yang lain? Amel, Nathan, Theresa? Kalian masih muda, gue tahu kalian ngiri sama tim lain, Tim Dinda pastinya. Programnya nomor satu terus. Bonusnya nggak habis-habis," pungkas Agni.

"Nggak gitu, Mbak! Justru itu karena gue masih muda, gue tahu banget kesempatan gue kerja sama produser lain tuh banyak. Jadi, gue mau puas-puasin di tim lo dulu, sebelum gue ditarik ke produser lain," sangkal Nathan.

Memang benar kata lelaki yang empat tahun lebih muda darinya itu. Tidak ada tim permanen di belakang layar. Posisimu, bisa berubah sewaktu-waktu.

Agni mengembuskan napas lalu berdiri. "Oke, kalau begitu. Kita bahas lagi jam satu, ya. Gue mau keluar dulu." Dia lalu melirik Audy—sang asisten, "lo ikut gue."

***

Pertama kali Agni menjejakkan kaki di sini empat tahun lalu, sebagai jurnalis. Setelah enam bulan menjalani profesi jurnalis, ia lalu dapat kesempatan menjadi asisten Mas Galang, produser senior pada divisi hiburan sama sepertinya sekarang. Ia ingat betul, acara pertamanya bersama Mas Galang, "Juara Kelas". Acara kuis yang diikuti siswa-siswi jenius dari Indonesia. Pada acara ini para siswa ini akan berlomba mengerjakan soal dari berbagai bidang, berlomba untuk jadi juara kelas dan tentu saja memperebutkan hadiah lima puluh juta.

Dari sana, Agni merasa acara seperti ini, acara yang memiliki value, penuh pelajaran harus lebih banyak daripada acara penuh drama yang tidak masuk akal. Tentu saja itu bukan termasuk serial televisi, film atau sitkom yang memang memiliki skenario jelas dan masyarakat tahu jika acara sejenis itu hanya rekayasa belaka.

Divisi hiburan di KBC TV dibagi menjadi beberapa bagian. Ada acara musik—tentu program acaranya berfokus pada acara panggung musik harian, mingguan dan bahkan konser akhir tahun yang biasanya dilakukan oleh para musisi besar.

Lalu ada travelling and adventure—acara dari program ini berfokus mengeksplorasi destinasi wisata seperti 'Holiday With Me' dan juga ada 'Wild Adventure' program acara mengeksplorasi alam Indonesia dan mencari hidden gem yang layak dijadikan tempat wisata. Selanjutnya ada kuliner dan serial televisi, yang kalian pasti sudah tahu kira-kira progam acara apa saja yang diproduksi di sana. Juga ada life style—yang memiliki acara seperti tips otomotif, tips mendidik anak, tips mengikuti mode dan fashion, serta talk show edukatif dari berbagai topik.

Kemudian ada variety show—program acara biasanya berisi game-game seru seperti 'Mission Impossible' yang mewajibkan para pengisi acara—selebriti terkenal—melakukan berbagai tantangan, lalu ada acara fake dating, pencarian jodoh seperti "Love Call", kemudian ada acara sitkom semacam sketsa yang memanggil bintang tamu berbeda tiap harinya.

Terakhir, ada reality show, bidang yang Agni tangani. Program acara pada bagian ini ada bincang-bincang, contohnya acara "Extraordinary" yang sudah berhenti tayang, kuis-kuis seperti "Juara Kelas", ada juga "Home Sweet Home" acara tur ke hunian para selebriti, yang memperlihatkan desain interior dan arsitektur bangunan, lalu acara berbagai kompetisi pencarian bakat, seperti "Master Chef"kompetisi memasak yang diadaptasi dari luar negeri, atau "Superstar" kompetisi yang pencarian bakat dan "Indonesia's Voice"kompetisi khusus tarik suara.

Sebenarnya masih banyak lagi acara yang bisa disebutkan, tapi Agni tidak punya banyak waktu untuk menjelaskannya. Bagi produser pemula sepertinya, perempuan itu masih kurang pengalaman. Selama tiga tahun ini, ia belum pernah berpindah dari bidang reality show. Sedangkan untuk produser senior, saking banyaknya program yang dibuat, mereka terbiasa menggarap acara lintas bidang, bahkan lintas divisi. Seperti Mas Galang, tak hanya menciptakan program acara pada bidang reality show, tapi juga travelling and adventure.

Kini, genap tiga tahun sudah ia menjadi produser pada divisi hiburan—reality show, dan masih memegang erat prinsipnya. Dia merasa, tidak ada perkembangan yang berarti dalam kariernya.

Kedua perempuan itu kini duduk saling berhadapan di coffee shop yang berada di lantai satu gedung King Media. Agni perlu bicara empat mata, mengeluarkan unek-uneknya pada sang asisten, yang sudah ia anggap teman dekat. Satu cup americano dingin dan satu cup stroberi latte dingin jadi teman ngobrol mereka.

"Menurut lo, kenapa anak-anak masih pada betah sama gue?"

"Ya, karena nyaman aja," jawab Audy setelah menyeruput stroberi late-nya.

"Nyaman? Takut kali, Dy." Agni mencebik. "Gue tahu, setengah dari staf yang kerja di sini nggak demen sama gue. Emangnya gue nggak pernah cek nomor pakai Get Contact? Banyak banget yang simpen nomor gue 'Ninik Sihir'. Kurang ajar emang."

Audy mengulum bibir, mati-matian menahan agar tawa tak tersembur dari mulut.

"Ketawa aja, nggak usah ditahan. Bisulan lo!" semprot Agni sambil mendengkus.

Sang asisten pun, terbahak keras. Audy sampai harus menutup mulut agar suara tawanya teredam. "Sorry, sorry. Serius?"

Agni memutar mata. "Ya, serius, lah! Agni Judes, Agni Galak, Grumpy Agni, Agni Tukang Marah, Agni Produser Terjutek. I know about all that stuffs."

"Gue yakin nggak ada di tim kita yang save nomor lo, pakai nama begitu." Perempuan berambut tosca itu meyakinkan sang bos dengan senyum. "Mereka nyaman sama lo. Yakin, deh. Kalau mereka mau pindah tuh, gampang banget, loh. Tinggal japri ke produser lain, pasti angkut."

Helaan napas terdengar dari perempuan 27 tahun itu. "Gue tuh, merasa bersalah mereka nggak dapet yang mereka penginin. Tapi, di sisi lain, gue juga nggak bisa bikin program yang berlawanan sama value gue," adunya. "Kalau gue pindah haluan, bikin acara sitkom atau serial televisi, nggak ada bakat, Dy."

"Ni, kalau passion lo di sana, pasti bakal ada jalan. Lo pasti cari jalan. Banyak cara buat belajar. Nah, selagi lo belajar, lo bisa bikin acara yang emang lo bisa," tutur Audy, "sekarang jangan mikir aneh-aneh, mikirin revisi program acara kita dulu. Gue tahu lo sebenarnya punya ide. Proposal kemarin tuh tinggal dipikirin lagi, nggak usah ganti total, masih bisa diakalin."

Agni mengangguk sembari meneguk es americano-nya. "Harusnya malah nggak revisi. Pak Raki aja yang nyebelin."

"Pak Raki nggak senyebelin itu loh, Ni. Dia aja tadi bilang ke gue, slot itu tetap punya kita, asalkan kita mau revisi," sahut Audy membela lelaki 35 tahun tersebut. "Dia, lo jutekin kayak gimana pun, nggak pernah marah, kan?"

Of course Audy akan membelanya. Raki Akbar Rajata, sang bos yang selalu terlihat sempurna di mata anak buahnya. Sepertinya, kebencian yang Agni dapat dari para staf di sini, karena sikapnya yang alot dan keras kepala pada bos mereka—ya, bosnya juga. Padahal, dirinya hanya membela hak dan prinsip yang ia pegang. Andai saja mereka tahu, tapi sayang mata mereka sudah terbutakan oleh wajah rupawan lelaki itu.

"Belain aja terus, bos lo."

***
ih sori updatenya malem banget 🥲
Happy weekend ❤️🏖️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro