Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 33 Insecure




Yvonne

Ne I'écoute pas! Jangan dengarkan dia!

Namun, yang terjadi justru kebalikannya. Aku membiarkan diriku hanyut dalam setiap kata-katanya. Suara Virgo yang lembut dan meyakinkan, mengikis rasa angkuh yang bersemayam.

Seharusnya kuakui kalau aku juga mencintainya. Namun, yang kulakukan justru berbalik dan meninggalkan Virgo. Aku melajukan mobil ke Bon Appetit dan bukannya ke rumah sakit karena papa pasti masih di sana.

Di Bon Appetit, aku tidak menyapa satu orang pun dan langsung menuju lantai atas. Toh, kusapa pun aku tidak tahu siapa yang kusapa.

Di atas, ada rooftop yang sering kugunakan untuk bersantai di sela mengawasi Bon Apetit. Kurebahkan diri di atas kursi rotan yang digantung seperti sarang lebah. Sementara pandangan menatap bangunan Lovelette yang megah. Di salah satu kamarnya, pasti mama sedang bersama papa.

Sekian lama, akhirnya papa datang lagi dan mama seperti tidak punya masalah sebelumnya dengan lelaki itu. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh mama. Bahkan saat ini, aku tidak bisa menebak alasan mama menyambut baik papa dan keluarga barunya. Di kepalaku hanya penuh dengan suara Virgo.

"Semua laki-laki itu sama, Vonne. Secantik apa pun seorang perempuan, cepat atau lambat mereka akan bosan. Sesempurna apa pun seorang perempuan, mereka akan mencari perempuan lainnya."

Mama pernah mengatakannya saat aku pertama kali mengenalkan seorang laki-laki bernama Mattew dua tahun yang lalu. Kami sudah berpacaran beberapa bulan.

"Apa dia tahu kalau kamu nggak bisa mengenali wajah? Apa dia memahami kondisimu yang buta wajah?"

Kali lain, Mama mempertanyakan itu saat aku menceritakan bahwa Edo menembakku—saat itu aku masih SMA.

"Berapa lama dia akan bertahan hanya karena ikatan fisik? Apa dia bersedia berjanji padamu dan pada mama untuk selalu menjagamu? Tidak menyakitimu?"

Itu saat Raka berniat meminangku begitu selesai kuliah.

Semua laki-laki itu—kecuali Edo—memilih mundur setelah bertemu dengan mama.

"Kamu lihat sendiri, Von? Nggak ada satu pun yang bisa dipercaya kecuali Mama."

Lalu Edo yang masih di sisiku—sebagai pegawai Bon Appetit—tak pernah kubiarkan menjauh. Dia adalah satu-satunya sahabat yang mengerti aku. Aku tidak menolak ataupun menerimanya. Jika Edo pun pergi, aku benar-benar tidak lagi punya teman. Hanya dia yang mengerti dan memahami kondisiku.

Aku takut, jika memberinya kesempatan menjadi kekasihku justru akan medatangkan perpisahan juga seperti yang lainnya. Namun di saat yang sama, rasa bersalah menghinggapi karena selalu memanfaatkan kebaikannya.

Aku memejamkan mata. Suara Virgo kembali hadir dalam rubanah.

"Aku nggak memintamu untuk menerima perasaanku. Aku memintamu untuk jujur dan percaya pada perasaanmu sendiri."

***

"Mama memilih memaafkan papa?"

Aku mengulangi dengan nada tidak percaya. Di kamar rawat mama, hanya ada kami berdua. Papa—dibantu dengan Sophie dan ibunya—membantu membereskan rumah sebelum kepulangan mama hari ini. Dari Sophie, aku tahu kalau mereka ingin mengadakan semacam pesta penyambutan. Benar-benar keluarga tiri yang—tidak biasa. Nantinya, papa akan ke sini untuk menjemput kami.

"Bukan memilih, tapi Mama harus memaafkan papamu, Vonne." Suara mama tidak lagi setegas dan sejelas biasanya.

Sejak operasi, mama memiliki kendala bicara, cenderung sangat pelan dan lemah. Dokter Galen memang sempat memberitahuku efek samping pasca operasi. Aku memaklumi meskipun aneh rasanya melihat mama yang sering kujuluki Madame Risma yang sering gesit dan tegas itu menjadi lebih tidak berdaya.

Namun, raut wajah mama jauh lebih cerah dari pertama kali sadar. Suara lemah dengan wajah yang semringah. Entah itu karena kehadiran papa atau karena mama memilih melupakan luka ditinggalkannya.

"Kamu tahu kenapa dulu Mama nggak menahan papamu pergi?" tanya mama lagi. Tangannya mencoba meraih jemariku. Aku menyambut dan menggenggamnya.

"Dulu, Mama berbohong pada papa. Bahkan sekarang pun, Mama sedang berbohong padamu. Mama meminta Dokter Galen untuk nggak mengatakan semua kondisi Mama padamu." Kata demi kata terdengar tertatih diucapkan.

"Mama ingin jujur sama kamu."

Aku mengernyitkan dahi. "Maksud Mama?"

Mama mengalihkan genggaman tangannya, kini mengelus rambut ikalku. "Vonne."

Aku merasa suara mama menyimpan banyak tekanan.

"Mama juga merasakan apa yang kamu rasakan."

"Merasakan hal yang sama?"

Ada keheningan berkelindan selama beberapa detik.

Mama mnghela napas dengan berat. Entah karena kondisi tubuhnya atau karena sesuatu yang ingin dikatakannya.

"Mama juga nggak bisa mengenali wajah orang."

Aku menegang. Apa ini?

"Mama menyadarinya setelah kamu lahir. Mama menyadari kalau sama sekali nggak bisa mengenali wajahmu." Jemari mama turun dan meraba wajahku.

"Mama pun menyembunyikannya dari papa kamu. Kondisi yang belum stabil pasca melahirkan, pekerjaan papa di Paris, rasa kesepian dan curiga yang selalu datang, semuanya membuat Mama berada di posisi sangat nggak percaya diri."

Aku masih mematung medengar suara lirih itu.

"Melahirkan kamu secara caesar, bentuk badan, bekas operasi, lalu kenyataan bahwa Mama memiliki kelainan buta wajah. Mama nggak percaya papa kamu bisa menerima Mama seperti dulu. Mama nggak percaya dia bisa menerima dengan lapang dada. Mama nggak percaya kalau papa kamu akan mengerti dan tetap di samping Mama."

Aku masih tidak percaya dengan kata-kata mama.

"Lalu, saat kamu akan masuk SMP, Papa kamu tahu rahasia Mama. Papa tahu sejak—kejadian kamu nggak bisa jadi saksi kecelakaan, kamu masih ingat?"

Ir mataku menggenang.

"Sebelum itu, Mama sudah sering minta berpisah. Hubungan jarak jauh tidak pernah bisa berhasil. Mama bersikeras meminta cerai karena nggak mau ditinggalkan nantinya. Mama nggak mau terluka di kemudian hari karena kekurangan ini. Awalnya papa kamu nggak mau mengabulkan permintaan cerai dari Mama, sampai akhirnya Mama ... menggunakan Om Pram."

Jantungku berdegub dengan kencang. Rasanya sulit sekali menelan dan bernapas. Tidak! Mama tidak akan melakukan itu! Mama tidak seburuk itu untuk berselingkuh dari Papa!

"Mama berpikir, kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti kenapa Mama melakukannya."

Tidak! Itu sama sekali tidak benar!

"Mama ... sengaja mengundang laki-laki itu ke rumah tepat begitu papa kamu pulang. Papa kamu marah besar. Dia bisa menerima semuanya, kecuali perselingkuhan."

Mulutku ternganga. Air mata menggenang. "Ma ... Mama?"

"Oh, nggak! Mama sama sekali nggak selingkuh, Vonne. Mama hanya menggunakan laki-laki itu agar papa meninggalkan Mama. Mama ... berbohong agar papa kamu nggak punya istri yang ... nggak sempurna ini. Mama hanya ingin berdua denganmu, tanpa papa. Mama ingin menyimpan kesedihan Mama dan membesarkanmu tanpa orang lain. Mama nggak mau ... ditinggalkan."

Dadaku terasa sesak.

"Karena itu ... Mama harus memaafkan papa kamu yang mudah tertipu. Mama ingin lepas dari—penyesalan. Mama ingin memaafkan diri Mama sendiri."

Suara mama kian lirih. "Maafkan Mama karena membuatmu memiliki rasa insecure seperti Mama dan ... nggak mengizinkanmu dekat dengan siapa pun kecuali Mama selama ini."

"Mama ... memisahkan aku dan papa karena rasa insecure?" Aku mengulanginya dengan nada tidak percaya.

"Vonne, maafkan Mama."

"Stop bilang maaf, Ma." Aku menatap mata Mama dengan berlinang air mata. "Mama selalu mengatakan kalau aku nggak boleh sembarangan percaya kecuali sama Mama." Aku menarik napas. Rasa sesak menyergap di dada. "Tapi kebohongan justru datang dari Mama."

"Vonne. Maafkan Mama, ya." Suara mama sangat pelan dan keletihan. Bibirku bergetar.

"Mama memberikanku rasa insecure yang selama ini Mama simpan. Maafkan Mama karena membuatmu seperti Mama."

Akhirnya air mataku jatuh ke pipi. Suara Mama yang bergetar membuatku membayangkan ekspresi wajahnya. Dia pasti sangat menyesal.

Aku marah. Sangat marah. Namun, tidak mungkin melampiaskannya pada mama yang lemah. Suara mama seperti suara Virgo saat jatuh sakit beberapa hari yang lalu. Lemah dan penuh dengan penderitaan. Jika aku tidak bisa meninggalkan laki-laki itu begitu saja saat ia pingsan, bagaimana mungkin kutinggalkan mama yang rapuh dan sedang menangis ini?

"Vonne, kalau kamu mau—ikut papa ke Paris, Mama nggak akan menahanmu. Mama hanya—butuh maaf karena sudah memisahkan kamu dengan papa, Nak."

Kupejamkan mata, memerasnya tanpa suara. Hanya menggelengkan kepala dengan lemah.

"Maafkan keegoisan Mama."

Kugigit bibir hingga terasa asin.

"Maafkan rasa insecure Mama yang membuat kamu berpisah dengan Papa. Mama—mama hanya meragukan kesetiaan papa tanpa menyadari kalau mamalah yang justru nggak setia. Mamalah yang nggak percaya diri."

Bagaimana mama bisa menyimpan kebohongan serapat ini dan mengungkapkannya sekarang? Tidak adakah yang benar-benar bisa kupercaya?

Mama.

Papa.

Atau ... Virgo?

Apa Virgo benar-benar serius dengan perasaannya meskipun tahu aku begini? Aku menyadarinya. Rasa insecure ini sudah terlalu mengakar.

Aku menahan diri. Menghela napas dan mendekatkan wajah. Kupandangai wajah mama yang meleleh. Mungkin seperti ini pula mama melihatku. Kutabahkan hati, mengumpulkan kekuatan.

***


Dear Reader

Mencatut dari beberapa jurnal dan penjelasan dokter melalui aplikasi kesehatan, buta wajah/blindface/prosopagnosia adalah kondisi adanya gangguan pada temporal otak. Bagian ini terletak di sisi kiri dan kanan kepala atau di dekat telinga.

Prosopagnosia memiliki dua jenis.

1. Development Prosopagnosia. Ini terjadi karena adalanya kelainan genetik. Penyebabnya karena faktor keturunan dari orang tua atau keluarga lainnya dengan gangguan yang serupa.

Pada umumnya, terjadi pada orang yang memiliki gangguan genetik tertentu seperti autis, sindrom Turner, dan sindrom Williams.

2. Acquired Prosopagnosia. Ini merupakan kondisi pasien sebelumnya bisa mengenali wajah. Namun, karena adanya trauma atau kondisi tertentu, ia kehilangan kemampuannya tersebut.  

Pada umumnya acquires Prosopagnosia diderita oleh orang yang memiliki cedera otak, stroke, demensia, atau alzheimer. Resikonya juga meningkat pada ornag yang menderita depresi, skizofrenia, dan sindrom asperger.

Tingkatan kelainan ini pun beragam. Ada yang tidak bisa membedakan wajah manusia dengan hewan atau benda lain, ada pula yang "hanya" kesulitan mengenali wajah manusia dan samar-samar untuk benda/hewan lainnya. Mereka mengenali orang lain dari suara, pakaian, aroma parfum, dan ciri khas lainnya.

Pada kasus Vonne, termasuk Development prosopagnosia karena ia mendapatkannya dari ibunya. Seringkali seseorang yang menderita buta wajah tidak menyadari kalau dirinya buta wajah. Dibutuhkan "peristiwa hebat" yang membuatnya sadar.

Pada Madame Risma, peristiwa hebat itu adalah kelahiran Yvonne sementara suaminya justru tidak bersamanya. Dengan perasaan kesepiannya, ia menyadari bahwa dirinya tidak mengenali wajah sang putri. Meskipun demikian, dari sisi psikologinya, saya mengaitkannya dengan kondisi seorang wanita yang baru melahirkan, jauh dari suami, kesepian, dan cemburuan, menjadi "faktor" lain insecure yang juga penggerak cerita. Jadi, belum nemu riset atau wawancara mendalam tentang kondisi psikologi penderitanya.

Sementara, pada kasus Vonne. Peristiwa besarnya adalah kecelakaan Virgo dan ibunya. Ini terinspirasi dari kasus nyata.

Beberapa kasus penderitanya baru sadar tentang kelainan ini adalah sbb:

Kate Hargrave, baru menyadari menyadari menderita prosopagnosia setelah kesaksiannya dalam sebuah kecelakaan ditolak. Kasus ini yang menginspirasi cerita Love Sensory dan latar belakang Yvonne.

Heather Sellers, baru menyadari menderita prosopagnosia atau buta wajah saat usia 30-36 tahun.

Brad Pitt, menyakini dirinya mengalami prosopagnosia pada tahun 2013 di usia 50 tahun.

Seorang Rusia bernama Elena, baru tahu mengalami prosopagnosia saat usia 29 tahun dan sudah punya satu anak.

Aktor Oh Jung Se (Pemain It's Okay To Not Be Okay).

dll.

Cerita penderita prosopagnosia  lainnya yang terkenal bisa dibaca di sini:

https://www.vice.com/id/article/zmz9b8/simak-obrolan-kami-dengan-para-pengidap-buta-wajah



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro