Chapter 14 Nyamuk
#POV Virgo
"Hm, bukannya kamu janji mau kasih saya kesempatan?" Aku melirik melalui kaca belakang mobil dan bertabrakan pandang dengan matanya.
Acara kencanku dengan Yvonne hampir saja batal karena pagi ini, Ayah dan keluarga barunya datang ke Malang. Mau tidak mau, aku harus menjemput mereka ke Bandara Abdul Rachman Saleh. Tidak mungkin meninggalkan mereka di apartemen begitu saja.
Alhasil, aku menghubungi kafe Bon Appetit dan menitipkan pesan untuk Yvonne untuk kencan malam ini. Gadis itu tidak mencantumkan nomor handphone pribadinya di kartu nama yang kupunya. Beruntung pesan itu tersampaikan dengan baik karena saat aku menjemputnya di Bon Appetit, Yvonne masih mau menyambutku. Masalahnya adalah orang itu.
"Ya, itu yang saya lakukan." Yvonne menjawab dengan nada ringan.
"Ini bukan kencan yang saya bayangkan." Kini suaraku nyaris berbisik. Sebuah kepala muncul di antara kami.
"Kencan? Bukannya kamu bilang ini hanya jalan-jalan biasa?" Edo bertanya.
Aku dan Edo sama-sama menunggu jawaban dari gadis yang mengenakan dress mini berkerah dengan lengan panjang berwarna biru gelap. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan hanya sebagian saja diikat. Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali sebelum menjawab. "Ya, ini memang jalan-jalan biasa, kan?" Seraya melirikku.
"Lalu, kenapa ... maksudku, saya kira hanya kita berdua," imbuhku.
"Aku janji sama madame Risma buat jagain kamu selama beliau sakit." Edo hanya bicara pada Yvonne.
"Jagain?" Aku bingung dengan ucapan Edo. "Bukannya dia hanya karyawan di Bon Appetit?" tanyaku pada Yvonne sedikit berbisik.
"Kami lebih dari sekadar bos dan karyawan," celetuk Edo.
Aku mengernyitkan dahi. Apa mereka beneran pacaran? Bukannya Yvonne bilang kalau dia nggak punya pacar?
"Saya dan Edo sudah sahabatan sejak kecil," imbuh Yvonne. Kali ini aku semakin bingung. Apa Edo termasuk sahabat yang over protective? Atau ....
"Saya harus memastikan Yvonne baik-baik saja. Toh, kalian baru kenal, kan? Siapa yang tahu apa yang sampean ...."
"Edo!"
"Maksudku, buat jaga-jaga."
Aku terdiam sebentar. Pandanganku kembali bertubrukan dengan mata Edo. Jelas sudah terlihat itu adalah pandangan laki-laki yang cemburu, bukan pandangan seseorang yang ingin melindungi sahabatnya. Sementara Yvonne sama sekali tidak terlihat peduli dengan suasana canggung ini. Dia benar-benar bersikap seperti biasa dan hal ini normal terjadi.
Tanpa sadar, ujung bibirku terangkat. Cinta bertepuk sebelah tangan? Jadi, dia ikut karena takut aku akan mengambil sahabatnya? Apa anak muda sekarang blak-blakan seperti ini?
"Bisa mampir ke mini market depan dulu? Ada yang mau saya beli."
Aku mengabulkannya. Yvonne membuka pintu dan turun begitu mobil terparkir di depan mini market.
"Saya nggak tahu kalau anak muda sekarang terang-terangan menganggu kencan sahabatnya sendiri," kataku pada Edo yang hendak ikut turun.
Gerakan Edo terhenti.
"Vonne yang menganggap saya sebagai sahabatnya."
Aku mengulum senyum. Dilihat dari wajah dan perawakannya, sepertinya Edo dan Vonne seumuran. Mengikuti jalan pikiran anak dua puluh tahunan di usia tiga puluh tahunan sepertinya agak berat.
"Apa Vonne tahu kalau kamu menyukainya sampai selalu memperhatikannya, mengikuti ke mana-mana? Saya tahu kamu nggak suka melihat saya menemuinya di Bon Appetit." Kali ini aku memutar badan agar bisa bertatapan langsung dengan Edo.
Agaknya laki-laki itu gusar mendengar kata-kataku. "Sampean nggak tahu apa-apa tentang Vonne. Seorang pria muncul tiba-tiba dan mengatakan menyukainya lalu mengajaknya jalan-jalan berdua saja? Saya nggak tahu niat apa yang tersembunyi di sana."
Tawaku nyaris meledak. "Apa Vonne itu anak kecil? Dia bahkan punya kafe dan bisa mengurus bisnis, masa' kencan saja harus dikawal?"
Belum sempat Edo menimpali kata-kataku, Yvonne sudah kembali. "Yuk, jalan."
Aku melempar senyum dan kembali melajukan mobil. Ini tidak berjalan sesuai yang kuinginkan.
"Kamu belum makan malam, kan?" Aku mencoba mencairkan suasana.
"Hm, ya. Kamu bilang jangan makan malam dulu. Aku tebak, kita akan makan dulu?" Yvonne hanya melirikku sebentar lalu kembali memandang lurus, sama dengan diriku. Aku mencoba mengenyahkan keberadaan Edo di kursi belakang.
Aku masih mengajak Yvonne mengobrol meskipun ada gangguan di belakang. Tanganku sibuk memutar stir di persimpangan. Berbeda dengan raut wajah Yvonne, di dalam sini rasanya ingin meledak sejak akan berangkat menjemputnya tadi. membayangkan berada dalam satu mobil, duduk bersisihan dan menghabiskan waktu bersama membuat debaran jantungku semakin gila.
Memalukan sekali sebenarnya. Usiaku sudah tiga puluh dua tahun dan masih merasakan debaran ala remaja seperti ini. Bahkan saat bersama Poppy, tidak ada canggung antara kami seperti ini. Semuanya smooth like butter. Jika bukan karena Poppy selingkuh, mungkin aku masih bisa bertahan.
Ya Tuhan! Apa yang aku lakukan? Kenapa di saat seperti ini, Yvonne kubandingkan dengan Poppy? Jauh, sangat jauh. Gadis di sampingku ini punya daya tarik yang membuatku betah bersama meski hanya diam saja.
"Btw, katanya selain makan malam, kamu mau ajak saya ke tempat lain. Memangnya kamu mau bawa saya ke mana?" tanya Yvonne.
"Ke festival paling menarik di Malang. Kita bisa makan malam sambil menikmati festival. Kamu tinggal di sini, pasti tahu sekarang sedang ada festival apa. Band teman saya akan tampil. Kamu pasti suka."
"Sampean nggak terlihat seperti orang yang suka musik band rock?" timpal Edo. Aku menahan diri untuk tidak mengumpat.
"Saya nggak bilang kalau saya suka musik band rock. Makan malam sambil dengerin musik rock bukan selera saya," jawabku setengah tidak peduli.
"Terus ke mana?" Kali ini Yvonne bertanya.
Aku tersenyum, berharap dia akan melirik ke sini. "Nanti kamu akan lihat sendiri. Saya yakin kamu akan suka dengan ambiance-nya."
"Vonne nggak suka keramaian. Dia nggak suka harus menatap banyak orang." Edo kembali menyeletuk.
Menatap banyak orang? Apa maksudnya? Aku menanti kelanjutkan kata-kata Edo, tetapi baik laki-laki itu maupun Yvonne sama-sama terdiam. Keduanya saling mengirimkan sinyal-sinyal bahasa kalbu yang tak kumengerti.
"Apa kamu punya fobia di keramaian? Saya nggak keberatan kalau kita ke tempat lain."
"Nggak, saya nggak punya fobia. Hanya kurang suka saja, tapi kamu nggak perlu sampai mengganti tempat. Seperti yang kamu bilang kemarin, ini untuk mengenal kamu. Bukan mengenal saya."
Aku tersentuh mendengarnya. Tidak bisa kuhalangi helium mengisi paru-paru dan melambungkan rasa senang. Menggelitik ulu hati hingga membuat ujung bibirku tak henti tersenyum. Namun, lagi-lagi mataku justru bertabrakan dengan pandangan Edo dari balik kaca mobil. Rasa senangku hanya bertahan sebentar.
Ah, nyamuk itu.
Perjalanan yang memakan waktu satu jam berlalu dalam keheningan yang canggung. Selama perjalanan, beberapa kali kudapati wajah tegang Yvonne. Aku menyadari bahwa meskipun mungkin Yvonne tidak keberatan dengan kencan ini, sepertinya dia memang tidak nyaman. Bukan tidak nyaman, tetapi terlihat cemas.
Ah, kalau begini aku lebih suka mengganggu dan mengobrol dengannya setiap pulang kerja saat mampir ke Bon Appetit. Apa yang dipikirkannya sampai terlihat mencemaskan sesuatu begitu? Apa seharusnya aku tidak mengusulkan hal seperti ini?
"Sudah sampai. Ayo turun!" kataku setelah memarkirkan mobil. Kami turun dari mobil. Dari sini sudah terdengar alunan music folk yang menyegarkan pendengaran.
Aku tersenyum pada Yvonne dan hanya dibalas senyum sekilas saja. Edo muncul di tengah-tengah kami. Wajahnya sangat jelas tidak senang dan memberi isyarat agar kami tidak berdekatan.
Hah, dasar nyamuk! Mengganggu saja! Bagaimana caranya menyingkirkan sahabat ini?
Tempat parkir semakin ramai karena kedatangan segerombolan remaja. Kami berjalan ke pintu masuk. Saat itulah pandanganku menangkap ekspresi lain di wajah Yvonne, itu membuatku terkejut.
Lagi-lagi dia terlihat sama sekali tidak nyaman. Wajahnya pucat dan kebingungan. Senyumnya hanya tipis-tipis muncul. Dengan sigap, Edo berdiri dan melakukan gerakan menenangkan gadis itu meskipun tidak terlihat jelas. Ujung jarinya menepuk bahu Yvonne beberapa kali. Dalam bisingnya suara pengunjung. Aku masih bisa mendengar suara Edo.
"Kamu nggak perlu panik. Ada aku di sini."
Ada apa dengan Yvonne? Apa dia benar-benar punya fobia berada di keramaian?
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro