Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Love Or Whatnot - LOW - 3

#QOTD Lebih suka buku cetak atau ebook?

🌟

Ariel meletakkan pen tabletnya di antara ceruk bibir yang mengerucut. Matanya fokus ke puluhan layout yang terpampang di layar komputer, memerhatikannya satu per satu hingga matanya pening sendiri. Ini adalah hasil sketch kasar yang diberikan oleh penulis yang membayar jasanya untuk proyek kali ini. Rasanya semua sudah pas sesuai pesanan penulisnya, tapi kenapa seperti tidak cocok, ya? pikirnya.

"Mbak Ari, nggak mau istirahat dulu? Kemarin kan baru selesai bikin mural di resto." Suara di belakang tubuhnya tidak membuyarkan perhatian Ariel yang masih fokus pada dua layar di depannya.

Fanny, asisten yang sudah bekerja dengannya tiga tahun terakhir bertanya. Tubuh perempuan muda yang baru lulus kuliah itu menyandar pada kursi kerja yang sudah tua sehingga beban sedikit saja dapat membuat bunyi kecil yang cukup nyaring di ruang tengah apartemennya. Tidak seperti apartemen pada umumnya yang memiliki ruang tengah untuk menonton, apartemen milik Ariel justru diisi dengan dua meja berbentuk L di kedua siku ruangan. Satu sisi menghadap tembok, sisi lainnya menghadap jendela besar yang terhubung ke balkon.

Di atas kedua meja itu berada satu layar komputer besar beserta satu tablet untuk menggambar yang membelakangi jendela besar. Agar tidak bosan bekerja sambil menghadap tembok, setidaknya ada warna yang dilihat ketimbang warna putih. Di meja asistennya ada tambahan satu printer serta satu mesin potong untuk stiker-stiker yang dibuatnya. Side hustle untuk tambahan pemasukan yang dilakoninya jika orderan menggambar buku anak sedang sepi. Namun, siapa sangka kalau kegiatan iseng itu justru malah digemari oleh penggiat journaling di dalam dan luar negeri dari beberapa website journaling yang bekerja sama dengannya.

Sekeliling tembok meja kerja mereka pun tidak luput dari gambar-gambar proyek yang sedang mereka kerjakan. Mulai dari theme color yang digunakan, gambar karakter utama yang sudah dibuat sesbelumnya serta beberapa sketch kasar yang dipesan oleh penulis. Ada tambahan di tembok mejanya, postcard dari beberapa penulis yang sempat bekerja sama dengannya yang mengirimkan buku yang mereka buat bersama. Buku-buku yang kini berjejer rapi di lemari sebelah mejanya.

"Ini penulisnya minta cepat," jawab Ariel dengan kesahan.

"Bukannya baru minggu lalu diterima, ya?"

Ariel menoleh pada asistennya itu dengan cengiran lebar, "Dia bayar double karena kita mau kerjainnya cepet."

"Bukan kita, Mbak doang. Aku sih cuma kerjain base color-nya," Fanny memeletkan lidah.

Ariel mencibir. Memang benar, asistennya itu lebih banyak mengerjakan side hustle karena ia tidak sempat lagi mengerjakannya. Untuk pesanan ilustrasi pun, Fanny hanya mengerjakan base color-nya saja. Sayang sebenarnya, karena menurutnya Fanny sudah mahir untuk mengerjakan warna.

Ariel menendang ujung tembok hingga kursinya mundur mendekati meja Fanny. Rambut cokelatnya yang panjang bergoyang pelan dan terjatuh di bahu kanan. "Fan, gimana kalau aku bikin studio ilustrasi? More like agency sih," tanyanya yang diganjar satu alis menukik tajam, tapi ia mendapatkan perhatian penuh dari asistennya itu. "Kamu kan sudah lulus kuliah, mau nggak mau harus ceri kerja. Nggak mungkin kan di sini aja terus-terusan sebagai asisten? Warna dan gambar kamu juga bangus banget, kok."

"Lepasan atau penuh waktu? Aku masih suka gambar lepasan, Mbak. Commission aku lagi banyak-banyaknya." Fanny menyengir lebar. Salah satu yang membuat Fanny betah di sini setelah melihat tawaran asisten tiga tahun lalu adalah Ariel yang tidak melarangnya untuk numpang menggambar pekerjaan lain di tempat ini. Tentu saja jika pekerjaan lainnya sudah selesai. Sesekali Fanny akan menanyakan pendapat bosnya itu jika sedang ragu. Atau mereka akan bertukar pendapat mengenai ilustrasi yang masing-masing buat. Selain itu, mereka berdua akan menyumpal telinga dengan musik jika sedang tidak ingin diganggu. Ide itu sangat menyebalkan, soalnya. Bisa tiba-tiba saja datang saat kita lengah, dan pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak.

"Itu juga bisa kamu kerjain. Toh, bukannya bakalan langsung dapat banyak order. Sambil nunggu, aku mau bikin website yang proper untuk side hustle. Website lainnya untuk portofolio kita berdua sambil aku tanya-tanya ilustrator lainnya mau join atau enggak," terangnya.

Ide untuk mendirikan agensi atau studio ini sudah cukup lama hilir mudik di dalam kepala Ariel. Agensi mungkin akan susah, tapi Ariel bisa mulai dengan studio dulu. Ia sudah mempunyai cukup banyak klien yang kembali memesan buku anak kepadanya dan akun dari platform yang diikutinya pun memiliki ulasan yang bagus. Untuk detail mengenai pembagian pekerjaan, Ariel akan memikirkan lebih matang lagi nanti. Namun untuk keperluan membuat dokumennya, Ariel sudah mulai menabung dan menyisihkan dari hasil kerjanya beberapa tahun terakhir. Setidaknya untuk membayar gaji setahun pertama dulu kalau Fanny berniat ikut bekerja bersamanya.

"Jadi nggak sayang-sayang ya, Mbak?"

Ariel yang tengah serius memikirkan apa saja yang harus diurusnya untuk memuluskan idenya sejak lama itu menoleh pada Fanny. "Apa?"

"Kuliah manajemennya jadi nggak sayang-sayang kalau begini." Cengiran lebar Fanny membuatnya terkekeh.

"Benar juga," sahutnya. Ariel tidak dapat menyembunyikan senyum lebar yang terpatri di bibirnya. Hidupnya mengambil tikungan tajam ketika ia memutuskan untuk mengambil kerja lepasan sebagai ilustrator dibanding masuk ke perusahaan ayahnya dan bekerja di sana setelah lulus kuliah. Uang bulanan yang biasanya ditransfer oleh ayahnya berhenti akibat kekeras kepalaannya dan ia harus berhenti berbelanja dan mulai mengetatkan ikat pinggang untuk biaya sehari-hari setelah ia resmi pindah ke kostan. Tanpa sokongan uang dari orangtuanya, Ariel harus bekerja keras.

Di umur 27, setelah lima tahun menggeluti usaha ini, Ariel dapat membeli apartemen satu kamar untuk dirinya sendiri yang dijadikan studio. Kostannya terlalu kecil untuk dirinya dan Fanny bekerja, dan tabungannya pun sudah cukup. Meskipun itu berarti ia harus kembali berhemat untuk biaya sehari-hari.

Setahun kemudian, tawaran pernikahan itu datang ketika umurnya genap 28 tahun.

"Aku ikut, Mbak. Kapan lagi aku bisa kerja pakai celana pendek dan dapet makan gratis juga?" seloroh Fanny yang membuatnya tertawa dan juga merasa lega. Setidaknya ia sudah mendapatkan satu orang yang sesuai dengan ritme kerjanya. "Mbak, nggak balik? Bukannya besok mau ke Bali?" tanya Fanny tiba-tiba.

Mata Ariel otomatis melihat ke arah jendela besar yang tertutupi gorden tipis berwarna putih. Langit sudah tidak lagi berwarna biru terang. Alih-alih matahari, bulan sabit sudah menggantikan matahari merajai langit. Ariel tidak ingat kapan pergantian itu terjadi.

"Kamu sendiri nggak pulang?" tanyannya balik.

"Aku nungguin, Mbak. Takut naik lift malam-malam sendirian," kata perempuan itu seraya bergidik pelan.

Lagi-lagi Ariel tertawa. Fanny memang sangat penakut jika matahari sudah tidak lagi berada di langit. Katanya, para setan sedang lucu-lucunya jika si raja langit itu sudah kembali ke peraduannya. "Pulang, yuk. Aku perlu beres-beres koper juga."

Fanny memonyongkan bibirnya, "Halah! Bilang aja mau anget-angetan sama suami."

Ariel hanya tertawa, tidak memberikan balasan lainnya. Not even in my wildest dream, tuturnya dalam hati.

17/4/22

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.Thank you :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro