Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Love Or Whatnot -7

#QOTD baca di malam atau pagi hari?

🌟

Jethro kini sudah selonjoran, tidak peduli celana bahannya akan penuh dengan pasir. Toh, warnanya sama. Satu kaki berada di atas kaki lainnya. Kepalanya menengadah ke langit cerah setelah mengenakan kacamata hitam yang tadinya berada di kantong baju. Pria itu lalu mengeluarkan erangan pelan. "Growing up is hard," keluhnya, "tuntutan nggak pernah berhenti. Sama seperti waktu kita kecil, kan? Dan jadi dewasa nggak bikin kita lepas dari itu semua."

"I know, right." Ariel melihat jam di pergelangan tangannya, "Sebentar lagi mulai. Yuk, balik ke tempat acara." Ia berdiri dan memukul bokong serta bagian bawah dress yang juga dipenuhi dengan pasir-pasir halus yang menempel di sana.

Mereka berjalan ke tempat acara yang sudah ramai. Kursi-kursi terisi penuh di bagian depan sehingga Ariel dan Jethro duduk di barisan belakang yang memang kosong. Suasanya khidmat yang dirasakannya terusik ketika kursi di sebelahnya terisi lalu menyenggol clutch yang dibawanya hingga terjatuh ke rumput.

"Sorry," bisik lembut orang yang menjatuhkan barangnya, buru-buru mengambil clutch putih itu dan mengembalikannya pada Ariel.

Ariel tersenyum ketika tas kecil itu kembali ke tangannya, saat matanya naik dan menatap orang yang menjadi tersangka, ia berhenti bernapas seketika.

Mata yang dibingkai bulu mata panjang dan dihiasi alis yang terukir sempurna itu menatapnya penuh dengan penyesalan. Rambut panjang yang terurai berada di sisi kiri bahu sehingga memperlihatkan leher jenjangnya. Di sebelah kiri Gina ada Asa yang fokus pada acara pernikahan.

Bibir Ariel serasa kering seketika. Untuk menelan air liurnya pun tenggorokannya terasa sakit. Ia memaksakan senyum di bibirnya sedikit lebih lama sebelum mengembalikan tatapan ke arah dua orang berbahagia. Matanya memandang nanar pada pasangan yang sedang berciuman, mengundang berbagai macam reaksi dari orang-orang. Bedanya, kali ini tatapannya menjadi buram.

Keriuhan di sekeliling membuatnya kerdil. Menciptakan hampa yang mengimpit dada. Tidak ada satu pun suara-suara di sekitarnya yang dapat menarik Ariel dari kubangan pikiran yang semakin menenggelamkannya.

Ariel seharusnya tahu, ada beberapa hal yang memang tidak akan tercapai meskipun ia berusaha sekeras apa pun. Ada batasan dari apa yang dapat seseorang lakukan. Dan perasaan orang lain termasuk dari batasan yang seharusnya tidak berusaha untuk dijamahnya. Seharusnya ia belajar dari kekerasan hati ayahnya. Bahwa memang ada hal yang tidak dapat diubah dan ia harus berdamai dengan pengharapannya yang mati.

Pemberkatan itu berlangsung sangat khidmat. Tangis bahagia mempelai perempuan meluncur ketika sang mempelai pria mengikrarkan janji sucinya. Sepupu dari suaminya itu terlihat sangat cantik dengan balutan mermaid dress yang dihiasi payet di bagian dadanya. Mereka terlihat sangat bahagia. Terutama si Mempelai Perempuan, well, memang seharusnya terlihat bahagia ketika ia menikah dengan orang yang sangat ia cintai. Pria itu pun terlihat sangat bahagia. Caranya menatap mempelai perempuan membuatnya iri. Ah, Ariel memang selalu iri jika ada seorang pria yang menatap wanitanya penuh cinta.

Mungkin nanti suatu saat ia akan menemukan seorang pria yang akan menatapnya seperti itu. Tatapan penuh cinta, yang akan memberikannya perlindungan, membuatnya merasa aman dan membuatnya memiliki keluarga.

Penyesalan yang bersalut rasa bersalah membebat dadanya erat. Tidak menyisakan ruang untuk paru-parunya bergerak menarik napas. Telinganya dibayang suara aliran darah yang melaju kencang, sekencang irama jantungnya berdentum tak keruan. Ia harus menjauh dari tempat ini, ia tidak bisa berada di tempat ini lebih lama lagi.

Kaki Ariel bergerak cepat ketika perintah otaknya muncul. Membawanya menjauh dari kerumunan orang-orang dengan tangan yang gemetar dan tidak berhenti mengeluarkan cairan dari pori-porinya. Tarikan napas yang pendek semakin mempercepat langkah Ariel menjauh dari kerumunan. Kakinya berhenti di pintu berwarna cokelat dan ia baru sadar sesuatu setelahnya.

"Gue kan nggak bawa kunci kamar," ujarnya dengan suara bergetar.

"Ari." Kepala Ariel otomatis menoleh ke suara itu dan melihat Jethro berlari kecil ke arahnya. Ia bahkan tidak sadar kalau pria itu mengikutinya saking sibuk dengan dirinya sendiri. Jethro berhenti di sebelahnya lalu merogoh kantong celana dan mengeluarkan permen karet rasa mint yang selalu dibawa olehnya. "Kunyah dulu sebentar, sambil kita jalan ke resto."

Tangan Ariel yang gemetar membuatnya kesusahan untuk sekedar membuka bungkusannya. Jethro mengambil dan meletakkan permen karet langsung ke mulut Ariel kemudian membimbing langkah mereka menuju restoran.

"Kasih aba-aba, dong. Jangan main kabur aja. Gue kan ogah bengong sendirian di nikahan orang. Belum lagi gue merasa ada yang pasang papan target di kepala gue, lehernya nggak berhenti menoleh ke arah tempat duduk kita dari awal acara." Jethro mencoba berbicara ketika mereka sudah duduk di resto, menunggu makanan datang, dan Ariel tahu kalau sahabatnya itu tengah berusaha mengalihkan pikirannya.

Kesepuluh jemari Ariel mengelilingi mug berisikan teh yang dipesan buru-buru oleh Jethro. Rasa hangat dari sana serta Jethro yang tidak berhenti berbicara lumayan membantunya, napasnya tidak lagi berat seperti setelah ia berlari cepat, padahal olah raga adalah hal yang dibencinya. Walaupun ia tidak terlalu yakin mendengar keseluruhan kalimat yang diucapkan oleh sahabatnya itu, tapi Ariel yakin kalau apa yang keluar dari bibir Jethro bukanlah hal penting yang perlu dikomentarinya. Setelah satu potong kue cokelat memasuki perut, tubuhnya mulai tenang.

"Serangan panik lo yang sekarang kayaknya lebih lama, Ri." Jethro melipat kedua tangan di dada. Matanya meneliti ekspresi Ariel. "Katanya lo 'sudah mendingan sekarang'." Sahabatnya itu mengutip kalimat yang diucapkannya dulu. Satu gelas kopi berwarna putih yang sudah kandas terletak di atas saucer di hadapan pria itu.

"Gue lagi banyak kerjaan. Satu bulan bisa enam atau tujuh buku anak akhir-akhir ini. Belum lagi ada satu klien yang minta cepat dan gue belum sreg sama layout halamannya."

"Gila, lo kerja rodi banget." Mata Jethro membelalak. Ia tahu kalau satu buku anak saja perlu 10 sampai dengan 30 ilustrasi, tergantung panjangnya cerita. "Dan itu lo kerjain dalam dua bulan semua?"

Ariel meringis, "Ada satu yang cuma kasih waktu satu bulan, tapi dia bayar dua kali lipat, sih. Gue lagi perlu nabung untuk beberapa hal jadi yang minta buru-buru itu ngebantu banget."

"At the cost of your health."

Bibir bawah Ariel maju, "Kayak lo nggak gila kerja aja. Ini kan gue masih dapat istirahat yang cukup." Soalnya gue nggak berani pulang kemalaman dan ganggu tidurnya Asa, lanjutnya dalam hati.

Dehaman seseorang mengalihkan perhatian mereka yang tengah asyik berdebat. Mempersoalkan hal yang tidak penting dan tidak ada yang jauh lebih baik dibanding yang lainnya. Mereka semua sama-sama menggilai pekerjaan. Namun, Jethro dalam tahap, kalau pekerjaannya berbentuk seorang perempuan, sudah pasti pria itu tidak akan ragu untuk menikahinya. Ketika mereka menoleh ke asal suara, mereka dapat melihat Asa dengan Gina berdiri tidak jauh dari mereka.

"Mau foto keluarga dan Mama mencari kamu," ucap Asa sambil melihat Ariel sekilas.

Ucapan itu membuat Ariel berdiri secara terburu-buru tetapi tidak lama kemudian ia limbung karena pandangannya gelap. Untung Jethro dengan cepat menangkapnya.

"Tahu punya darah rendah, tapi hobinya kok berdiri cepat-cepat." Jethro menggerutu cukup kencang hingga dapat didengar oleh tiga orang lainnya. Satu tangannya memegang lengan Ariel dan tangan lainnya mengambil clutch. Sementara itu, Ariel hanya dapat meringis tanpa membalas ucapan sahabatnya.

Jethro membantu Ariel berjalan, memberikan jarak untuk menghormati status sahabatnya itu yang merupakan istri orang. Toh, ini juga acara dari keluarga laki-laki dan ia tidak mau membuat masalah. Ketika tempat acara mulai dekat dan Ariel tampak sudah tidak lagi perlu ditopang, Jethro melepaskan tangannya. Jethro dan Ariel pergi tanpa memperhatikan tatapan dari pasangan yang tadi menghampiri mereka.

19/4/22

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro