Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20

Hari-hari sejak pemakaman Nara terasa seperti berjalan dalam kabut bagi Na Byul. Rasanya semua hal yang dulunya normal dan rutin, kini tampak begitu jauh dari jangkauannya. Perpustakaan yang biasanya menjadi tempat pelariannya kini malah menjadi sumber kecemasan. Beberapa penggemar Seok Jin datang ke sana, seolah ingin melihat Na Byul dengan mata kepala sendiri, memastikan apakah rumor yang beredar itu benar.

Na Byul baru saja mulai bekerja kembali setelah pemakaman Nara. Namun, sehari setelah ia kembali, ponselnya berdering saat ia sedang menata buku di rak. Di layar, tertera nama bosnya.

"Na Byul-ssi," suara lembut namun tegas terdengar dari ujung telepon. "Aku menghargai semua kerja kerasmu, dan aku tau kau berusaha untuk tetap melanjutkan hidup setelah semua ini. Tapi, aku rasa kau butuh waktu untuk dirimu sendiri."

Na Byul terdiam. Ia tahu maksud dari kata-kata itu, dan meskipun ia ingin menyangkal, ia tidak bisa menahan rasa lega yang merayap dalam dirinya. "Apa ini... tentang rumor itu?"

Bosnya menghela napas. "Beberapa penggemar sudah mulai muncul di perpustakaan. Mereka mencari-cari kau, dan aku tak ingin kau merasa terancam. Ini bukan soal pemecatan atau apa pun. Kau karyawan yang sangat baik, dan aku mempercayaimu. Aku hanya ingin kau tenang. Kau butuh istirahat, Na Byul-ssi. Bomin dan Junho juga berkata demikian, bahwa kau terlihat tidak sehat hari ini di perpustakaan."

Kata-kata itu membingungkan Na Byul. Ia tidak ingin beristirahat. Bagaimana bisa beristirahat sementara pikirannya terus dipenuhi oleh semua kejadian ini? Namun, di sisi lain, mungkin ia memang butuh waktu untuk memproses semuanya. Na Byul menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Baik, aku akan mempertimbangkannya."

Setelah telepon berakhir, Na Byul merasa sedikit hampa. Kembali ke apartemennya yang sunyi, dia mulai membereskan barang-barang yang berserakan. Ketika sedang merapikan tumpukan buku, ponselnya bergetar lagi. Kali ini, pesan itu berasal dari agensi Seok Jin, memintanya datang untuk sebuah pertemuan mendesak.

Apa lagi ini astaga. Tidak bisakah dia memiliki hari tenang?

***

Rasa gugup mulai merayapi tubuh Na Byul ketika ia berdiri di depan gedung agensi. Ini adalah pertama kalinya ia benar-benar terlibat dalam urusan yang melibatkan Seok Jin secara langsung sejak rumor itu beredar. Saat memasuki gedung, suasana di dalam tampak sunyi, meski sibuk. Ruang tunggu agensi terasa besar dan kosong, membuat rasa cemasnya semakin membesar.

Na Byul dibawa ke ruang CEO, di mana seorang pria paruh baya duduk menunggunya dengan ekspresi serius. Tanpa diberi taupun, dia sudah menyangka itu adalah CEO nya. Setelah beberapa kata pembuka yang sopan, ia langsung menuju topik utama. "Na Byul-ssi, maaf mengganggu waktumu. Bukan mendesak atau apapun. Seok Jin bilang bahwa kalian sedang dekat dan dia ingin berbicara jujur kepada media tentang hal itu. Tentu saja, prioritas utama adalah menghapus rumor tentang aborsi yang beredar. Seok Jin mengatakan dia ingin mendiskusikan ini denganmu sebelum membuat keputusan. Nah, bagaimana tanggapanmu untuk hal ini?"

Na Byul menatap pria tersebut, hatinya berdegup kencang. Berbagai pikiran berputar di kepalanya. Apa yang harus dia katakan? Bagaimana ia harus merespon ini? Sebelum dia bisa merumuskan jawaban yang jelas, pintu ruangan terbuka dengan keras.

"Apakah kalian tidak bisa menunggu sebentar?" Seok Jin masuk dengan wajah tegang. Dia langsung menghampiri Na Byul dan tanpa berkata apa-apa lagi, dia menarik tangannya dan membawanya keluar dari ruangan.

***

Napas Seok Jin menggebu-gebu begitu ia mendengar Na Byul digiring masuk ke ruangan CEO dari Yoo Bin tadi. Dan kini Seok Jin membimbing Na Byul ke sebuah ruang meeting kecil yang kosong seusai ia menarik perempuan itu dari ruangan CEO nya. Ketika mereka masuk, ia dengan cepat menutup pintu, menarik tirai jendela, dan mengunci pintu. Langkahnya cepat dan tegas, seakan-akan waktu sangat mendesak. Na Byul terdiam, melihat gerak-gerik Seok Jin yang tampak cemas. Ini adalah pertama kalinya mereka bertemu langsung setelah sekian lama. Dan pertama kalinya juga Na Byul melihat seorang Kim Seok Jin yang serius seperti ini.

"Kenapa kau datang?" Seok Jin bertanya dengan suara rendah namun sarat kekhawatiran. "Ini urusanku, bukan urusanmu. Kau tak seharusnya terlibat. Aku akan mengatasinya."

Na Byul menarik napas panjang. Wajahnya menegang, dan ia merasa seolah-olah seluruh perasaannya tertahan di ujung lidah. Setelah sekian lama memendam semuanya, akhirnya ia berbicara. "Aku tidak bisa terus seperti ini, Seok Jin-ssi. Semua komentar kebencian itu, semua rumor itu, terlalu berat. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

Saat ini, Seok Jin merasa dirinya gugup dan berharap ia tidak membawa Na Byul ke ruangan ini. Ia merasa bahwa ini salah, dan berbagai skenario muncul di kepalanya. Apakah Na Byul akan memintanya untuk berhenti bertemu? Apakah ini akan menjadi hari terakhir mereka bertemu dan berbincang?

"Lebih baik kita mengumumkan bahwa kita memang dekat. Setidaknya itu bisa menghentikan rumor yang lebih buruk."

Seok Jin terdiam, matanya membelalak terkejut. Jelas, ini bukan respons yang dia duga dari Na Byul. Dia menatapnya lama, seakan-akan mencari kepastian dalam mata Na Byul. "Kau... kau serius?"

Na Byul mengangguk, meski hatinya berdebar kencang. "Ya. Jika ini adalah cara untuk menghentikan semuanya, maka aku setuju. Aku lelah, Seok Jin-ssi. Ini satu-satunya jalan."

Seok Jin masih tampak ragu, namun akhirnya dia menarik napas panjang. "Baiklah. Kalau begitu, kita hadapi ini bersama."

***

Kembali ke ruangan CEO, Seok Jin dan Na Byul berdiri berdampingan. Wajah mereka sama-sama serius. Seok Jin berbicara lebih dulu, suaranya tegas dan tanpa ragu. "Kami memutuskan untuk mengumumkan bahwa kami memang dekat. Kami ingin mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan situasinya dan menghapus semua rumor, terutama tentang aborsi itu."

CEO dan Yoo Bin selaku manajernya Seok Jin, menatap mereka dengan ekspresi terkejut, namun mereka segera mengangguk, memahami betapa pentingnya ini bagi keduanya. "Kami akan menyiapkan konferensi pers secepatnya," kata CEO itu. Seok Jin menambahkan dengan sedikit senyum tegasnya, "Aku juga ingin memastikan, saat konferensi nanti, aku yang akan menyampaikan bahwa akulah yang pertama mendekati Na Byul."

Tentu saja, CEO sempat terkejut karna ini pertama kalinya Seok Jin setegas ini wajahnya. Selama beberapa tahun setelah ia membawa Seok Jin kesini, dia tidak pernah melihat wajah Seok Jin seserius ini. Tapi CEO tersenyum sepersekian detik kemudian, tersadar bahwa Seok Jin, anak emasnya ini memang sudah jatuh hati pada perempuan bernama Kim Na Byul ini.

Sehingga pria itu menatap Yoo Bin sebentar, lalu tersenyum dan mengangguk. "Baiklah. Lakukanlah sesukamu, asalkan jangan membuat masalah. Sisanya, biarkan aku dan tim yag mengatasinya."

Seok Jin tak urung ikut tersenyum dan menatap Na Byul yang duduk disampingnya. Na Byul merasa sedikit lega. Meski dia masih gugup, ada perasaan bahwa ini adalah langkah yang tepat. Setidaknya, mereka menghadapi semuanya bersama.

***

Di ruang tunggu sebelum konferensi pers, kecemasan Na Byul mencapai puncaknya. Ia duduk diam, merasa seluruh tubuhnya lemas dan gemetar. Tangannya dingin, dan napasnya terasa sesak. Setiap detik yang berlalu membuat dadanya semakin berat. Ia memandangi ponselnya, mencoba mencari pelarian dari pikiran-pikiran yang ramai di kepalanya ini, namun pikirannya terus kembali pada apa yang akan terjadi dalam hitungan menit.

Tiba-tiba, Seok Jin masuk dengan membawa secangkir teh chamomile. "Minumlah ini," ucapnya lembut. "Akan membantu menenangkanmu. Jangan khawatir, aku yang akan bicara. Kau hanya perlu menjawab sedikit saja, dan sisanya biar aku yang urus. Na hante gidaehae."

Na Byul menatap Seok Jin dengan rasa syukur. Ada ketenangan dalam suaranya yang membuat kecemasannya sedikit mereda. Ia mengambil cangkir itu dengan tangan yang masih gemetar, menyesap sedikit, berharap rasa hangat itu bisa meredakan sarafnya yang tegang.

Seok Jin duduk di sebelahnya, menatapnya dengan penuh pengertian. "Percayalah padaku, semuanya akan baik-baik saja."

Yoo Bin masuk ke ruang tunggu, mengingatkan mereka bahwa sudah waktunya. Na Byul merasa jantungnya berdetak lebih cepat, tapi Seok Jin menggenggam tangannya erat sebelum mereka melangkah keluar. "Kau tidak sendiri," bisiknya.

Saat mereka memasuki ruang konferensi pers, sorotan kamera langsung tertuju pada mereka. Seok Jin melangkah mantap di depan, dan Na Byul mencoba mengikuti meski hatinya masih penuh dengan kecemasan. Mereka saling bertukar senyum singkat sebelum duduk, dan Seok Jin tetap menggenggam tangan Na Byul erat, seakan memberikan dukungan tanpa henti.

***

Konferensi pers berakhir dengan cukup baik. Seok Jin menjelaskan dengan jelas bahwa mereka memang dekat, namun menekankan bahwa rumor aborsi yang beredar tidak benar sama sekali. Dia juga memastikan kepada para wartawan bahwa dialah yang pertama kali mengejar Na Byul, dan tidak ada yang perlu disalahkan dalam hubungan mereka.

Setelah semua selesai, Seok Jin menawarkan untuk mengantar Na Byul pulang. Perjalanan pulang terasa sunyi, dan tidak ada satu pun dari mereka yang memulai percakapan. Na Byul menatap keluar jendela, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi.

Setibanya di parkiran apartemennya, Seok Jin menghentikan mobilnya. Saat Na Byul hendak membuka pintu untuk keluar, tetapi Seok Jin menahan tangannya. "Terima kasih, Na Byul-ssi. Aku tahu ini bukan keputusan yang mudah."

Na Byul menatapnya, tersenyum kecil meski lelah. "Tidak apa-apa. Kita sudah melakukannya bersama. Hati-hati di jalan."

Mereka bertukar senyum singkat sebelum akhirnya Seok Jin kembali ke mobilnya. Na Byul berjalan masuk ke apartemennya, merasa sedikit lebih ringan meskipun masih ada banyak hal yang harus dipikirkan. Tapi untuk saat ini, setidaknya, mereka sudah melangkah maju bersama.

[TBC]

-------------

16 November 2024

hoooooo ada yang uda setuju buat lanjut bareng gesssss. lampu hijau kah???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro