13
Hari kerja sekarang seperti ada yang berubah. Perpustakaan jadi jauh lebih tenang daripada sebelum-sebelumnya. Tentu saja akan berubah, karna sudah tidak ada syuting disini, kan.
Tidak ada kru syuting, tidak ada suara papan slate menandakan syuting dimulai, dan...
Tak ada lagi orang yang mengganggunya selama dia bekerja.
Memikirkan Seok Jin secara tidak sadar membuat Na Byul tersenyum tipis dan langsung menggelengkan kepala guna menyadarkan dirinya sendiri. "Berpikir apa kau tadi, Kim Na Byul," bisiknya pada diri sendiri yang sedang berada di balik meja. "Ayo kerja-kerja."
Ah, jika memikirkan Kim Seok Jin, rasanya dia harus minta tolong Bomin untuk besok. Karna besok premier film Seok Jin diadakan, dan kebetulan dia besok bekerja. Seojeong sudah pasti tidak bisa, apalagi Junho.
"Noona." Wah, timing yang pas sekali.
"Bomin. Aku ingin minta bantuan padamu."
Mendengar perkataan Na Byul yang itu, tentu saja membuat Bomin sedikit terkejut, karna perempuan ini meminta bantuan padanya. Tumben sekali.
"Ada apa?"
"Maukah kau besok tukeran masuk denganku?"
"Boleh saja sih. Tapi ada apa memangnya?"
"Aku ada urusan. Bolehkah? Sekalian nanti kubayar dengan ke cafe untuk mengganti gagal nonton saat itu."
Bomin menganggukkan kepalanya setuju. "Baiklah. Kebetulan besok aku juga tidak ada urusan."
"Terimakasih!"
***
Gawatlah ini. Dari siang tadi sampai sekarang, Na Byul bersikap seperti layaknya seorang perempuan. Dia sudah mengeluarkan pakaian-pakaian yang sekiranya akan bagus untuk dipakai.
Dan lihatlah sekarang keadaan kamarnya. Sangat berantakan sekali. Dimana-mana ada pakaian bertebaran, ada tas berserakan, singkatnya, untuk jalan saja dia sampai bingung harus lewat mana. Tapi dia masih belum bisa memutuskan mau memakai yang mana.
Akhirnya, dia melakukan pemilihan acak. Menghitung kancing dengan pilihan 3 terbaik.
Dan pilihan terakhirnya adalah ini.
Simpel dan terlihat nyaman untuk dipakai. Toh cuaca hari ini tidak sedingin itu. Masih bisa ia tahan rasa dinginnya.
Sekarang, waktunya makeup. Wah, dia sendiri bingung ada apa dengannya sekarang. Kenapa ia seperti memikirkan penampilannya begitu. Padahal biasanya dia santai saja. Oke, Kim Na Byul. Makeup sewajarnya saja. Yang simpel saja.
"Ah, jaketnya Jin."
Benar, ia juga harus mengembalikan jaketnya ya.
Kim Na Byul:
jaketmu masih padaku
nanti kukembalikan
Begitu pesan yang ia kirimkan pada Seok Jin sebelum ia memastikan penampilannya lagi dan pergi menuju bioskop dengan mobilnya agar lebih cepat sampai.
***
Di sisi lain, si manusia bintang ini, Seok Jin, sedari tadi seperti cacing yang kepanasan di ruang tunggunya. Dari tadi dia sedikit melihat ke kerumunan antrian film, tapi belum ada tanda-tanda bahwa Na Byul sudah tiba.
Yoo Bin, sebagai manajernya tentu saja jadi ikutan gerah karna daritadi dia memperhatikan gerak gerik Seok Jin yang tidak bisa diam. Lihat saja itu kakinya mengetuk-ngetuk ke lantai terus dan sesekali masih suka melihat ke kerumunan antrian beberapa menit sekali.
"Kau kenapa sih?"
Seok Jin mengerjapkan matanya dan menghela napasnya. "Kim Na Byul masih belum sampai kah? Dia hanya bilang akan mengembalikan jaketku, tapi sampai sekarang aku belum lihat dia di antrian sana."
"Mungkin dia masih di jalan," jawab Yoo Bin sambil memainkan ponselnya dan duduk disamping Seok Jin. "Tunggu saja dulu."
"Bagaimana jika dia terjebak macet? Atau dia tibat-tiba sakit?"
Plak.
Tamparan pelan menghantam pundak Seok Jin yang diberikan oleh Yoo Bin. "Aw! Hyung! Wae ttaeryeo?!" (Kak! Kenapa kau memukulku?!)
"Mulutmu terlalu berbahaya. Bicara yang baik-baik saja. Jangan ngomong sembarangan."
"Aku kan hanya khawatir."
"Sudah duduk tenang saja. Sebentar lagi mungkin dia sampai. Kau harus bersiap karna sudah waktunya untuk masuk ke ruang teater."
Dan benar saja, tak lama Yoo Bin selesai ngomong, seorang staf memanggil Seok Jin untuk masuk ke teater. "Baik, aku akan kesana."
***
Seok Jin melangkahkan kakinya masuk bersama dengan beberapa pemeran dalam film itu juga ke dalam bioskop yang sudah penuh dengan para penggemar setianya. Cahaya lampu yang sedikit redup tidak menghalangi matanya untuk mencari satu orang yang sudah membuat hatinya tak tenang sepanjang hari. Matanya terus menyapu barisan penonton, hingga akhirnya menemukan yang ia cari.
Di tengah kerumunan, ada Na Byul yang duduk dengan wajah tenang, seperti biasa. Begitu pandangan mereka bertemu, tanpa sadar Seok Jin tersenyum lebar. Dengan antusias, ia melambaikan tangannya ke arah Na Byul. Sesaat, Na Byul hampir saja membalas lambaian itu, namun ingatan tentang kemungkinan rumor yang akan muncul jika ia melakukannya, menghentikan gerakannya. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, tapi ia tetap menundukkan kepala, pura-pura tak melihat lambaian itu.
Sementara itu, para penggemar yang melihat aksi Seok Jin dari kejauhan langsung heboh. Mereka mengira idola mereka sedang melambaikan tangan kepada seluruh penonton yang hadir. Sorakan dan tepuk tangan pun bergema di seluruh ruangan, membuat suasana semakin riuh.
Seok Jin menaiki panggung, tersenyum kepada semua orang sebelum berbicara. "Terima kasih yang sudah datang," ucapnya dengan nada yang terdengar ramah dan tulus. "Aku sangat mengapresiasi itu."
Namun, di balik kata-kata yang diucapkannya untuk semua, sejujurnya ia megucapkan itu untuk Na Byul.
Sesaat setelah mereka semua berinteraksi dengan fans sebentar dan duduk, Seok Jin barulah mengirimkan pesan kepada Na Byul. Hnaya singkat, sebelum film dimulai.
Kim Star:
terimakasih sudah datang haha
semoga kau suka ya
dan pakai dulu jaketku,
kau akan kedinginan nanti
Kim Na Byul:
aku akan menikmatinya
selamat untuk film mu!
aku tdk kedinginan, tak apa
nanti kukembalikan padamu
Kim Star:
pakai. jangan membantah, oke?
Kim Na Byul:
baiklaaa
Dan film akhirnya dimulai. Ada perasaan lega di dalam hatinya, mengetahui bahwa Na Byul benar-benar hadir.
***
Selama pemutaran film, Seok Jin tidak bisa berhenti melirik ke belakang, tempat Na Byul duduk. Meski suasana premier penuh dengan riuh tepuk tangan dan sorakan dari para penggemar, pikirannya tetap tertuju pada satu orang, tentu saja, Kim Na Byul.
Mumpung dia ingat, ia mengirim pesan kepada Yoobin, manajernya. "Hyung, habis ini tolong ajak Na Byul ke ruang tunggu artis, ya. Kecuali kau mau aku yang membawanya ke ruang tunggu, ya tidak masalah sih untukku."
Yoobin hanya menghela napas ketika menerima pesan itu, tapi dia menurut saja. Itu lebih baik daripada Seok Jin bertindak gila dan menggiring Na Byul sendiri ke ruang tunggu.
Saat bioskop mulai sepi dan para penonton perlahan-lahan keluar dari teater, Yoobin mendekati Na Byul dan mengajaknya ke belakang panggung. Na Byul hanya mengangguk, setuju tanpa banyak bicara walaupun dia sedikit bingung untuk apa.
Setelah beberapa menit, pintu ruang tunggu terbuka, dan di sana Na Byul berdiri dengan ekspresi datar, seperti biasa. Seok Jin, yang sedang duduk santai, langsung tersenyum lebar begitu melihatnya. "Terima kasih banyak sudah datang," ucap Seok Jin tulus, dengan mata berbinar penuh rasa terima kasih.
Merasa jika ia perlu meledek Seok Jin, Na Byul menatapnya sebentar, sebelum menyilangkan tangan di depan dada. "Filmnya seru juga," katanya sambil tersenyum kecil, "Ternyata aktingmu tidak terlalu buruk, ya."
"Apakah kau ingin mengajakku ribut sekarang?" jawab Seok Jin dengan sedikit tertawa.
Tak kuat melihat mereka berdua, Yoo Bin memilih untuk duduk saja di ruang tunggu itu. Memantau dari dekat-jauh.
"Kau bawa kendaraan kesini?"
Na Byul mengangguk. "Tuh kan. Sudah kubilang tunggu saja. Dia tidak beri tau kalau sudah sampai mungkin karna dia langsung ke teater setelah parkir." Celetukkan dari Yoo Bin secara tidak langsung bilang bahwa Seok Jin menunggunya, dan itu membuat Seok Jin melemparkan tatapan sinis pada Yoo Bin yang menanggapinya dengan santai bermain ponsel.
"Kalau begitu, biar kuantar saja ke rumah. Aku yang bawa mobilmu. Tak apa, kan?"
"Hei! Kau kan ada makan dengan para pemain dan kru setelah ini," kata Yoo Bin yang sedikit terkejut dan mengingatkan Seok Jin bahwa setelah ini dia masih ada acara.
"Tak apa. Aku bisa pulang sendiri. Kau kan masih ada kegiatan."
Seok Jin menggeleng kuat. "Tidak. Aku bisa ijin dari acara itu. Ya, kan, Hyung?"
Jujur saja, saat ini Yoo Bin hanya bisa menghela napasnya dan melambaikan tangannya lelah. Membiarkan Seok Jin berbuat seperti keinginannya. Karna dia tolakpun, manusia itu tetap akan mencoba untuk lepas dari acara makan dan mengantar Na Byul pulang.
"Baiklah, terserah saja." balasnya, pura-pura tak peduli. Na Byul juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menyetujuinya dan tersenyum.
"Jinpakha. Mobilmu bagaimana? Kau kan kesini juga bawa mobil, aku menumpang di mobilmu tadi."
"Kau saja yang bawa, Hyung."
"Eh?!!!!"
***
Perjalanan pulang berlangsung tenang. Jin mengemudi sambil sesekali melirik Na Byul, tapi mereka lebih banyak terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Setibanya di depan rumah Na Byul, Seok Jin memarkir mobil dengan hati-hati. "Terima kasih untuk malam ini," katanya sebelum Na Byul turun.
Na Byul tersenyum tipis, tak berkata apa-apa selain anggukan kecil sebelum masuk ke dalam rumah. Ketika mobil Na Byul sudah hilang dari pandangan, Seok Jin menarik napas dalam-dalam. Alih-alih langsung pulang ke rumah, ia memutuskan untuk menghabiskan malam di tempat Yoo Bin. Persetan dengan Yoo Bin yang akan memarahinya karna masuk saja tanpa pemiliknya, toh mereka sudah dekat.
Saat tiba di apartemen Yoo Bin, sahabatnya itu sudah menunggunya di ruang tamu dengan wajah lelah. "Kenapa kau tidak pulang saja? Lelah aku jadi supir dadakan begini," keluh Yoobin, melepaskan jaketnya.
Seok Jin tertawa kecil, merebahkan dirinya di sofa dengan santai. "Mian, Hyung. Kayaknya aku tidak bisa pulang sekarang. Aku butuh tempat untuk merenung."
Yoo Bin mengernyit. "Merenung? Tentang apa?"
Seok Jin terdiam sejenak, menatap langit-langit apartemen sambil berpikir. Akhirnya, dengan senyum kecil yang tak bisa ia sembunyikan, ia berkata, "Kayaknya aku tertarik sama Na Byul."
Yoo Bin langsung memutar bola matanya dan menggelengkan kepala. "Aku sudah menduga hal ini. Mulai dari awal kau bertanya tentang dia terus. Hadeh... semoga ini bukan masalah besar."
Seok Jin hanya tertawa, tapi dalam hatinya, ia tahu bahwa perasaan ini mungkin lebih dari sekadar ketertarikan biasa.
[TBC]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro