Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02

Kim Seok Jin

Sepanjang hari di telingaku masih terngiang-ngiang umpatan halus yang dilontarkan perempuan penjaga perpustakaan dua hari yang lalu. Astaga. Baru kali ini aku mendengar seseorang mengataiku secara langsung.

Mau dipikir bagaimanapun, rasanya sangat mengesalkan. Aish! Marah rasanya. Sekali lihatpun aku sudah tahu kalau dia adalah antifansku. Sebenarnya , antifansku juga tidak sedikit. Banyak juga yang suka melontarkan komentar negatif padaku. Tapi itu semua kan dilontarkan lewat media sosial. Aku tidak terlalu ambil pusing. Nah, perempuan itu.

Perempuan itu adalah wanita pertama yang melontarkan komentar negatif secara langsung padaku. Wah. Rasanya kesal sekali. Memangnya dia tahu apa tentangku. Cih.

"Seok Jin, kau kenapa seharian ini?"

Walaupun masih kesal, tapi aku tetap menerima hot choco dari Yoo-bin hyung. "Hyung tidak perlu tahu. Ini biar aku yang selesaikan. Hyung sudah melakukan bantuan yang kuminta?"

"Sudah. Itu staf perpustakaan, kan?"

Kepalaku mengangguk sebagai jawaban sambil meneguk hot choco sudah kutiup tadi. Sebuah kertas diulurkan padaku. Tertera nama KIM NA BYUL disana. Jangan berprasangka buruk dulu. Walaupun kami bisa mencari informasi, tapi bukan berarti kami bisa mencari informasi orang lain seperti polisi. Ada batasan juga untuk informasinya.

Dan kertas yang kupegang ini hanya berisi namanya, tempat tinggalnya, dan umur serta tempat dan tanggal lahir. Ini juga pasti hanya salinan informasi yang didapat Yoo-bin dari perpustakaan tempat ia bekerja.

"Ingat. Jangan buat masalah. Masalah kau tuh sudah banyak. Tolong bantu aku, oke?"

Aku hanya memutar bola mataku jengah. Padahal hampir semua rumor dan masalah bukan karena aku sendiri yang buat, melainkan orangtuaku atau perusahaan.

"Tapi kau tahu tidak?"

Aku menggeleng, menatap Yoo Bin dengan penuh rasa penasaran. "Hyung kan belum memberitahuku," kataku, mencoba menahan rasa frustrasi yang terus berkecamuk. Bagaimanapun, aku tidak suka ditinggalkan dalam gelap soal sesuatu, apalagi jika itu berhubungan dengan antifans yang baru saja menghancurkan kepercayaanku pada orang-orang.

"Ah, kau pintar juga ternyata," candanya.

"HYUNG!" Aku berteriak dengan nada kesal, tapi di dalam diriku, ada sesuatu yang sedikit menggelitik. Mungkin karena Yoo Bin selalu bisa menenangkan dengan cara konyolnya. Walaupun begitu, perasaan kesal terhadap Na Byul belum hilang. Mengapa aku masih terus memikirkan perempuan itu? Setiap kali aku mencoba untuk melupakannya, bayangan wajahnya, sikap dinginnya, dan kata-kata tajamnya kembali terngiang-ngiang di kepalaku. Dan sialnya, semakin aku memikirkannya, semakin aku penasaran.

"Iya. Iya. Mian. Jadi tadi ada keramaian di lokasi shooting. Saat kau sedang take, hampir saja seorang fansmu jadi korban yang kehilangan tasnya karena hampir dicuri. Untungnya salah satu staf perpustakaan yang kebetulan sedang didepan setelah membeli makan lewat dan menolongnya."

Wah. Ternyata masih ada juga orang baik yang tak kenal takut. Biasanya orang jaman sekarnag pasti hanya mengangkat ponsel mereka dan merekam tanpa membantu. Mwo, memang sih ada juga yang membantu, tapi perbandingannya kecil dengan yang tidak membantu.

"Yang benar? Siapa yang membantu? Laki-laki yang tadi pagi bicara dengan hyung? Siapa namanya? Bomin, ya?"

Yoo-bin menggeleng singkat, ia beralih menunjuk kertas yang kupegang dengan dagunya. "Dia. Kim Na Byul."

EHHH?!! "YEE?! Kau bercanda, hyung? Tidak mungkin."

"Tidak mungkin gimana. Kau tidak tahu saja kalau Na Byul itu anak yang baik."

Hah. Yang benar saja. Perempuan ini? Baik? Lagipula memangnya Yoo-bin hyung kenal dengan si Na Byul ini?

"Utkijima. Sekali lihat juga sudah tahu kalau perempuan ini tidak baik. Lagipula memangnya hyung tahu darimana kalau dia baik?"

"Aku kan dong-ne oppanya."

Wow. Aku terkejut. Mulutku sampai terbuka lebar saking terkejutnya. Ternyata dunia itu sangat kecil. "Hyung. Tidak sedang bercanda, kan?"

Aku bermaskud mencari kebohongan di wajah Yoo-bin hyung, tapi tidak ada. Dia memakai raut wajah kalau apa yang dia katakan itu benar. Aku sudah bekerja dengannya selama 7 tahun, tentu saja aku tahu macam-macam raut wajahnya. Kapan dia marah, kesal, menahan emosi, senang, sedih, serous dan sebagainya. Dan kali ini aku benar-benar melihat raut wajah seriusnya. Kalau dia tidak berbohong.

"Wahhhhhhh."

"Tutup mulutmu kalau tidak mau rahangmu jadi pegal. Sebentar lagi akan mulai pemotretan."

Ah benar. Ini jadwal terakhir untuk hari ini ya. "Besok apa aku ada jadwal?"

"Besok? Ada sampai jam satu siang. Setelah itu kau bebas."

"Benarkah? Berarti aku boleh melakukan apa saja, kan? Bebas kemana saja, kan?"

Yoo-bin hyung mengangguk dengan mata yang memandangi ipad yang aku yakin itu tentang jadwalku. "Tentu saja."

Haha. Waktunya pembalasan. Aku yakin senyum ala iblis sudah terpampang di wajahku. "YAYAYA! Kau kenapa tersenyum seperti itu? Kau benar-benar mau buat masalah lagi ya? Aku sudah bilang kan untuk tidak buat ma-- YA! JINPAKHA!"

Persetan dengannya lebih baik aku kabur dulu. "Aku mengerti. Aku mengerti. Aku harus mulai syuting sekarang. Dah!" Sebagai penutupnya yang otomatis membuat Yoo-bin hyung semakin naik darah, aku melayangkan kiss bye ala Kim Seok Jin. HAHAHA.

***

"Seok Jin. Kau sehabis ini harus kembali ke hwisa. Jadi jangan kemana-mana. Tunggu aku dulu disini. Aku mau memberitahu gamdoknim dulu kalau lusa kau tidak bisa ikut syuting."

Yoo Bin hyung ini benar-benar. Setelah bicara yang dia mau, dia langsung pergi begitu saja. Cih. Manajer artis paling buruk adalah Yoo Bin hyung kurasa.

Nah, sekarang. Mari kita lihat. Kemana kah perempuan itu pergi? Apakah dia sudah pulang?

"Chajattda!" Kakiku melangkah maju mendekat ke arah rak buku paling ujung di perpustakaan yang cukup sepi sore itu. Deretan buku-buku tebal berjajar rapi, menyebarkan aroma kertas tua yang sedikit berdebu. Cahaya matahari yang masuk dari jendela besar di belakang Na Byul memberikan efek dramatis, memperlihatkan rambutnya yang berkilauan di bawah sinar itu.

Padahal kalau dia seperti ini—tenang, fokus pada kertas yang sedang ia pegang—dia terlihat begitu cantik. Sekilas, aku hampir melupakan betapa menyebalkan ucapannya dua hari lalu. Tapi, segera ingatan itu menghantam kembali. Dia adalah satu-satunya orang yang berani mengkritikku secara langsung. "Jeogiyo," kataku sambil mengetuk rak buku dua kali, berharap mendapatkan perhatiannya. Namun, dia hanya menatap sekilas sebelum kembali sibuk dengan kertasnya. Benar-benar perempuan ini, pikirku kesal. Entah kertas apa itu.

Dan berhasil. Hanya 5 detik saja. Habis itu dia sibuk melihat kertasnya lagi.  Eh? Benar-benar perempuan ini.

"Halo?" Tanganku melambai di depan wajahnya yang membuat perempuan itu menilik tajam padaku. "Waw. Jangan marah. Kau yang mengabaikanku tadi."

"Mau apa?"

"Kenapa kau ketus sekali padaku? Kau tau aku ini aktor terkenal, kan?"

Alis perempuan itu naik satu. "Lalu?"

"Apakah aku ada melakukan kesalahan padamu? Kenapa kau memperlakukanku seperti itu?"

Aku benar-benar penasaran ini.

"Pertanyaan tidak penting. Aku sibuk. Silahkan anda pergi." Begitu saja. Perempuan itu pergi setelah bicara seperti itu.

ARGH! Aku benar-benar terganggu dengannya.

"Hei! Sepertinya kau memang tidak suka denganku." Aku mengikutinya dari belakang dan terus berbicara walaupun dia tidak menoleh sama sekali. "Aku minta maaf walaupun aku tidak tau apa salahku-"

"Kalau begitu untuk apa minta maaf," gumamnya yang pelan yang entah kenapa sangat terdengar di telingaku.

Aku berjalan cepat ke depannya, menghadangnya untuk pergi. Sepertinya dia terkejut karna dia langsung menatapku mendelik. "Mari kita berkenalan dari awal. Aku, Kim Seok Jin." Tanganku terulur untuk berjabat dengannya, berkenalan.

Tau apa yang ia lakukan? Ia hanya mendengus, "pergi lah saja, baewoo-nim." Dan perempuan itu kembali melewatiku begitu saja.

HEY! Tidak ada yang bisa seperti itu padaku.

Aku sudah hampir mencegatnya pergi lagi kalau saja Yoo-bin hyung tidak memanggilku untuk pergi.

Lihat saja. Aku akan berteman dengan perempuan itu.

Kim Na Byul.

***

Kim Na Byul

Ouh!! Kenapa sih lelaki itu? Ada masalah apa dia sebenarnya!? Kenapa terus menggangguku sih?! Ugh! Kesal sekali kalau ingat kejadian hari ini.

Hari ini sepertinya jadi buruk karna lelaki itu.

Ugh!

"Halo?"

Aku menerima panggilan di hapeku tanpa melihat siapa yang menelepon. Hapeku bertengger di telingaku sambil aku mengetikkan sesuatu di komputer.

"Noonim..... Aku ingin minta bantuan. Bolehkah?"

Mataku mengerjap beberapa kali, menyadarkan diri dengan suara dan cara bicara yang familiar. "Bomin? Ada apa?"

"Aku sepertinya tidak masuk hari ini. Bisakah kau menggantikan shift ku hari ini saja?"

"Hm... Baiklah. Berarti besok aku off ya?"

"Iya iya."

"Oke."

"Yeoksi! Noonim baik sekali!! Terimakasih!!"

"Ya ya. Sudah. Aku sibuk."

Tanpa ba-bi-bu, aku mematikan panggilannya dan kembali mengetik.

Ada beberapa buku baru yang baru saja datang barusan, dan perlu dimasukkan ke database, jadi aku perlu mengerjakannya sekarang. Setelah itupun, aku masih perlu meletakkannya di rak buku. Sibuk sekali.

Jika ada yang menggangguku lagi, mungkin aku bisa meledak.

Tok tok

Siapa lagi kali ini!?

"Kim Na Byul."

Suara yang familiar membuatku menoleh. "Oppa. Kau sedang apa di sini? Baru datang kah?" tanyaku dengan nada yang lebih santai.

Yoo Bin oppa adalah teman sekampungku dulu. Dia seperti kakak bagiku, selalu baik, sopan, dan gentleman. Walaupun sudah lama tidak bertemu secara teratur, aku tetap merasa nyaman setiap kali berbicara dengannya. Tapi kali ini, ketika aku melihat sosok di sampingnya, suasana hatiku langsung berubah.

Yoo Bin menampilkan senyumnya padaku dan sepersekian detik kemudian, ada seorang lelaki yang ingin sekali ku kritik, mencuat keluar dari balik bahunya Yoo Bin.

Seok Jin. Oh tidak, lagi-lagi dia. Aku sudah berusaha keras melupakan kejadian dua hari lalu, tapi melihat wajahnya sekarang, aku tak bisa menahan rasa kesal yang tiba-tiba muncul. Apa dia sengaja datang ke sini untuk menggangguku lagi? Ya Tuhan, pria ini benar-benar tidak bisa mengerti batas. Menghela napas panjang, aku berusaha untuk tetap tenang. Tidak ada gunanya bertengkar lagi. Tapi kenapa dia harus ada di sini, di tempat kerjaku, tempat yang seharusnya jadi zona aman bagiku?

Aku melempar lirikan malas pada lelaki itu dan menghela napas. "Oppa kenal dengannya juga?"

"Aku bekerja sebagai manajernya," jelasnya sambil menunjuk ke samping, ke arah lelaki yang kini berdiri di sebelahnya.

Menghela napas lagi. Sepertinya akan selalu begitu jika melihat si Kim Seok Jin ini. "Lalu ada apa kesini?"

"Jinpa-- Aw!" Entah apa yang dilakukan si Seok Jin ini pada Yoo Bin karna tatapan mematikan dilemparkan pada si Seok Jin setelah ia menjerit sakit. "Seok Jin ingin berkenalan denganmu katanya."

Cengiran yang mungkin membuat para gadis di luar sana bisa jatuh tersungkur memuja manusia itu, terbit diwajahnya, tetapi cengiran itu tidak berlaku untukku. Aku malah memutar bola mataku jengah melihatnya. Tangannya lagi-lagi terulur untuk kedua kali ke depanku.

"Ayo berkenalan."

Benar-benar. Aku menerima uluran tangannya hanya karna aku merasa dia tidak akan berhenti sebelum aku menerimanya. "Kim Na Byul. "

"Kim Seok Jin," ujarnya sambil terus tersenyum padaku. Aku tidak tau apakah itu senyum asli atau palsu.

"Sudah, kan?" tanyaku basa basi hendak melepaskan tanganku yang ternyata tidak diberikan lepas darinya, membuatku melayangkan tatapan dingin hendak meninjunya. "Igeo anwa?" (Ini tidak mau lepas?)

"Ah. Maaf." Kalian tau tatapan mata datar yang hampir menyipit? Iya, itulah tatapan mataku sekarang. "Jadi, apakah kita sudah berbaikan sekarang?"

"Memang kita pernah berkelahi sebelumnya?" sarkasku. Pertanyaan bodoh.

Aku dapat mendengar surara kekehan Yoo-bin dari samping Seok Jin yang mendapat decakan dari Seok Jin setelahnya. Tapi aku tidak salah kan? Aku memang tidak pernah berkelahi dengannya. Murni karna aku memang tidak suka dengannya saja.

"Bisakah kalian pergi sekarang?" tanyaku datar. "Kalian cukup menggangguku sekarang."

"Jika aku pergi sekarang, apakah kau akan menjadi temanku?"

Pertanyaan apa lagi ini? Aku sampai memiringkan kepalaku tak percaya saat mendengarnya. Bagaimana aku harus menanggapinya? Dengan datar, halus, atau sarkastik?

"Hei, aku bertanya padamu."

"Untuk apa aku menjadi temanmu?"

"Kenapa tidak? Kau bisa berteman dengan Yoo-bin hyung. Kenapa tidak denganku?"

"Kenapa kau mau aku jadi temanku?"

"Itu.. Itu karna..." Seok Jin melihat Yoo-bin yang juga menatapnya dengan tatapan bingung. Ya iyalah, aku juga bingung. "Karna..."

"Sebelum kau tau jawabannya, lebih baik kau jangan menggangguku."

"Tapi--"

"Oppa. Bisakah kau mengajaknya pergi dari sini?" tanyaku baik-baik kepada Yoo-bin dengan sangat memohon.

Yoo-bin mengangguk dan menarik Seok Jin yang seperti anak kecil tidak mau pergi dari toko mainan.

Hah... Ada-ada saja.

[TBC]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro