Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 9 [Repost]

Kamar A1122. Jana tidak terlalu memperhatikan Prasa yang sedang mengedarkan pandangannya ke sekitar yang memang cukup hening. Penghuni tower A di apartemen yang mayoritas dihuni oleh warga negara asing ini sama sekali tidak terlihat satupun. Memang kalau sudah larut malam mereka jarang ada yang keluar atau minimal terlihat pulang dari beraktifitas.

"Makasih udah antar saya. Kamu pulang aja nggak apa-apa."

"Bisa nggak aku-kamu?"

"Sorry. Im fine. Kamu bisa pulang, makasih banyak," ucap Jana mengulang kalimatnya.

"Besok pagi aku jemput."

Laki-laki itu melangkah pergi dengan seulas senyum tanpa memberi kesempatan untuk Jana mendebat ucapannya. Jana terdiam, menatap punggung lebar yang mulai menghilang di sudut lorong menuju ke lift. Ia baru akan menutup pintu ketika seseorang menyerobot masuk dengan sederet pertanyaan.

"Lo sama siapa? Pacar baru? Demi apa? Kok lo nggak pernah cerita kalau punya gandengan? Ganteng banget, gila lo?"

"Pacar apa sih? Nggak ada, Karen. Dia cuma kenalannya Tiran. Lo mau gue kenalin? Nanti kalo ketemu gue kenalin. Udah deh, besok lagi ya? Gue capek banget asli."

Gadis itu terdiam sejenak seperti mencari kebenaran dari dalam diri Jana. Sementara Jana bersandar di dinding, membiarkan Karen menatapnya menilisik.

"Kerjaan lo banyak banget emang?"

Jana menghela napas. Menahan diri untuk tidak kesal ketika badan rasanya sudah remuk namun mendapati pertanyaan sialan macam itu. Dulu, dia sering berantem dengan Karen. Namun seiring waktu, Jana lebih memilih diam karena enggan untuk ribut. Lebih dari itu, Karen tetangga flatnya yang paling dia kenal, yang selalu ada setiap saat meskipun terkadang menyebalkan.

"Ya lo pikir? Besok ada event, Karen. Udah ya, besok lagi ceritanya."

"Ngerumpi?!"

Sebuah suara menyeruak membuat Jana dan Karen menoleh ke arah pintu yang terbuka. Jana hanya meringis kaku pada laki-laki yang menatap lurus padanya dan juga cengkeraman kuat dari Karen di tangannya disertai pekikan kecil. Prasa di sana!

"Kamu kenapa balik lagi?" tanya Jana setengah berbisik.

"Memastikan kamu beneran istirahat. Udah malam. Tetanggamu suruh pulang. Diminum!" katanya mengambil satu tangan Jana dan menggenggamkan sebotol minuman bervitamin yang ia keluarkan dari saku jaketnya.

"Thanks. Ya udah, apa lagi?" tanya Jana ketika Prasa masih mematung di tempat.

Laki-laki itu hanya menjawab dengan lirikan tajam ke arah Karenina yang menempel ketat pada Jana. Seakan tahu, Jana lantas berbisik pada Karen untuk segera kembali ke flatnya.

"Thanks," ucap Jana sekali lagi sebelum menutup pintu.

Ia menyandarkan tubuhnya di pintu, menghembuskan napas lega ketika terdengar langkah kaki menjauh. Reaksi tubuhnya tidak mampu ia perkirakan. Bahkan kini sudah luruh di lantai. Jana seperti seonggok daging tanpa tulang. Lemas, gemetar. Entah rupa-rupa rasanya, sulit untuk dijabarkan. Padahal tidak sekali ini dia partner in frame dengan model pria. Tapi tidak yang semacam Prasa.

Terus terang, Jana syok luar biasa. Bicara profesionalitas kerja? Ia bukan lagi anak TK yang perlu diajari apa itu profesional. Jana sangat bisa. Tapi bagaimana dengan cara Prasa memperlakukan dirinya? Dari hari ke hari kalau ditimbang kadar manis perlakukan laki-laki itu terhadap dirinya dirasa semakin melonjak. Menyerah? Tidak bisa! Saat ini nasib DeGantium berada di tangannya. Mana bisa Jana hempaskan semua mimpi-mimpi dan tekad kebersamaan itu.

Jana menarik napas panjang. Perlahan bangkit, menyeret kakinya menuju ke kamarnya. Saat ini kepalanya sedikit terasa berat. Gadis itu melempar tasnya ke sofa sebelum menjatuhkan diri ke ranjang tanpa mengganti baju. Jangankan mengganti baju, mencuci muka pun tidak.

***
"Iya, Ma? Jana lagi siap-siap mau berangkat kerja," jawab Jana sambil sebotol jus kemasan dari dalam kulkas.

"Kok pagi banget? Kamu ada meeting?"

Jana tertawa kecil. Sang ibu memang rutin meneleponnya setiap pagi untuk sekedar menanyakan kabar.

"Nggak ada. Tapi hari ini ada event. Makanya aku harus datang pagi buat prepare. Doain kita ya, Ma, biar DeGantium makin besar."

"Selalu. Biar kamu jauh, tapi adek selalu ada di hati Mama."

Bibir Jana mengembang sempurna. Kalau diingat-ingat, dulu ketika finansialnya tergolong sulit, selalu ada banyak waktu untuk bersama keluarga. Makan seadanya pun terasa lebih nikmat. Ketika keadaan mulai membaik, ia masih bisa bersanding dengan sang ibu dan sesekali lengkap dengan kakaknya sebelum kakaknya menikah dan menetap di hongkong. Sekarang, ketika semuanya lebih dari cukup, Jana menyadari ada sesuatu yang hilang. Harga yang harus ia bayar. Adalah kebersamaan. Jana sibuk bekerja dan sang ibu sibuk bersama sang cucu, anak dari kakaknya. Dalam setahun bisa dihitung dengan jari kapan Jana dan keluarganya berkumpul seperti dulu.

"Miss you so much, Mama. Sehat-sehat di sana. Oya, udah dulu ya, Ma. Nanti Nana telepon lagi. Kayaknya ada tamu. Febi kali ya," ucap Jana ketika mendengar suara bell pintu memenuhi flatnya.

Jana segera beranjak dengan sedikit tanda tanya. Masalahnya ia tidak meminta Febi untuk menjemputnya. Mana mungkin juga si Karen pagi-pagi sudah bangun. Gadis itu akan bangun ketika matahari nyaris berada di atas kepala. Delivery makanan? Jana tidak sedang memesan makanan. Apalagi sepagi ini. Ia memutuskan untuk mengintip lubang kecil pintu flatnya. Tidak ada orang. Keningnya mengkerut, siapa pula yang mengajaknya becanda di pagi buta ini? Ia baru akan meninggalkan pintu ketika suara bell berdentang lagi. Sedikit menggerutu dalam hati, Jana membuka pintu.

Apa yang ia dapati nyaris membuatnya terjerembab. Sebenarnya ini satu paket kesempurnaan kalau saja pemilik wajah tampan senyum menawan dan sebuket bunga aster putih dominasi pink bukanlah Rajendra Prasa.

"Good sweet morning," katanya sambil melangkah masuk tanpa persetujuan Jana.

"Hei, kamu ngapain pagi-pagi ke sini?" tanya Jana terkejut dan juga panik, menyusul langkah Prasa. Serangan fajar!

"Jemput kamu. Mobil kamu di kantor," katanya datar sambil duduk di sofa ruang tamu. Sebuket aster peacock sudah bertengger manis di atas meja minimalis itu.

"Astaga, Tuhan. Saya bisa naik taksi atau yang lain kok. Kamu nggak perlu repot-repot buang waktu."

Jana mendesah singkat. Yang diajak bicara hanya menaikkan alis. Then masalah? Begitu makna tatapannya. Merasa tidak ada respon, Jana memilih pergi. Ia mengambil cangkir dan memasukkan gula dua cube yang sudah berisi teh chamomile. Satu-satunya teh yang dia miliki saat ini di lemari dapur.

"Makasih," katanya singkat dengan sudut bibir naik sedikit. Sedikit saja manisnya sudah luber kemana-mana. Ah, crazy sweet temptation!

"Wait a minute!" ucap Jana sebelum menghilang masuk ke kamarnya.

Lima belas menit kemudian Jana keluar dengan handbag keluaran Marhen J dengan setelan blouse tipis warna pink nude berlengan sebelah lengkap dengan pengait pita di pangkal leher. Sementara celana skinny putih menyempurnakan penampilannya. Aroma fresh lily menguar dari tubuhnya.

"Oke," ucap Jana sambil melangkah menghampiri Prasa. Untuk sekian detik yang tidak Jana sadari, Prasa menatapnya lurus sedikit kehilangan napas.

"Bunga kamu nggak dibawa?" tanya Jana begitu melihat Prasa beranjak dari duduknya tanpa mengambil buket bunga cantik itu.

"Buat kamu. Sengaja pesan mau diambil subuh."

Oh?! Jawaban Prasa membuat Jana sedikit terhuyung. Buat apa? Begitu pikirnya.

"Dalam rangka?" tanya Jana memberanikan diri mencari kejelasan.

"Come on! Keburu Semanggi macet."

Dia melangkah menuju ke pintu. Jana mendengkus. Memangnya siapa dengan berani membuat Jana kena mental sepagi ini?

"Prasa!"

"Kamu cantik, kamu smart. And so special," jawabnya pada akhirnya.

Laki-laki itu membuat langkahnya terhenti beberapa detik. Jika benar laki-laki itu berniat menggodanya, Jana tidak tahu harus bagaimana. Menjaga jarak sudah, menghindar sudah. Tapi kalau dipikir ulang, seharusnya Jana bisa lebih menempatkan diri. Hubungannya bukankah sebatas partner in frame? Kenapa harus menjaga jarak? Seharusnya ia bisa mengerti posisinya. Ya udah sih nggak usah baper! Cuma partner kerja kan?

"Oh, nice. Makasih. Bunganya cantik. Anyway, kenapa kamu pilih bunga itu? Nggak yang lain aja? Yang lebih familiar gitu."

"I said cause youre beautiful, youre smart. More than that, youre so special."

Jana terdiam, tidak ingin mendebat tapi entah mengapa, ini kali kedua Prasa memberinya bunga aster. Dan itu sedikit banyak sudah membuat Jana menjadi penasaran, ada apa sih?  Kenapa sih? Tapi ia lebih memilih untuk diam dan akan mencarinya sendiri nanti. Gadis itu menghela napas singkat kemudian menutup pintu flatnya.

"Hei, whats wrong?" tanya Jana terkejut ketika Prasa kembali melepas jaketnya untuk menutupi pundak Jana. Masalahnya selama ini tidak ada yang bersikap seperti laki-laki itu padanya.

"I've been told you before," jawabnya singkat kemudian tangannya singgah melekat merangkum lengan Jana.

"Sebelumnya nggak pernah ada yang mempermasalahkan."

"Mulai sekarang ada."

"Kenapa? Kita cuma sekedar partner kerja..."

Jana mendelik ketika tangan besar itu membungkam paksa mulutnya. Laki-laki itu hanya menyeringai sambil terus menatap ke depan.

"Ini akan lebih bagus. Kamu jadi terlihat berkharisma. Pertahankan!"

Condominium pagi ini tidak aman. Berlaku hanya bagi Janarie Lukito. Semua gara-gara kedatangan laki-laki itu. Sejak pemilik wajah paling tampan bernama Rajendra Prasa, entah mengapa semua hal menjadi sial bagi Jana dan berkah bagi yang lain. DeGantium makin mekar sementara Jana harus menahan geram. Jadi apa namanya? Berkah yang meresahkan. Tepat sekali. Laki-laki itu benar-benar meresahkan.

"Mana motormu?" tanya Jana pada akhirnya kembali pasrah menerima kenyataan bahwa ia memang harus selalu terlibat dengan laki-laki itu. Apalagi hari ini. Ia akan terlibat sampai larut malam nanti.

Prasa menunjuk pada sebuah mobil berjenis sporty keluaran toyota yang bertengger manis di ujung sana. Tanpa banyak bicara ia membawa Jana menghampiri mobil tersebut.

"Biar kamu lebih nyaman," katanya singkat sambil membukakan pintu untuk Jana. Satu tangannya menyentuh puncak kepala Jana ketika memasuki mobil itu. Sesuatu yang manis. Iya, tapi ini semakin meresahkan. Di dalam, Jana hanya bisa diam, menahan diri agar tetap terlihat baik-baik saja.

***
Tbc

Haloo selamat malam. Hari ini jadinya up. Berhubung ada waktu sedikit. Kali aja ada yang nungguin 🤣🤣 ya ampun aku mah apa 🤣🤣kepedean.

09 January 2022
Salam,
S Andi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro