Part 13
Holaaa
Ka_Ra update nih..
Jgn lupa vote n coment ny ya
Happy reading 😉
_____________________________________
Tepat pukul 5 pagi mpok Minah masuk ke kamar Karamel, dan dia melihat Rafael tertidur dengan posisi bersandar pada kepala kasur king size Kara. Dia enggan untuk membangunkan tapi hari ini Karamel harus ke kantor dan dia juga belum menanyakan apa saja yang harus dia siapkan untuk siang nanti.
“Eh, Mpok. Mau bangunin Kara ya?” tanya Rafael yang sadar akan kehadiran mpok Minah di kamar Karamel dengan tatapan bingung
“Iya, Den. Sekalian mau nanya apa yang harus saya belanjakan untuk makan siang nanti, Den,” kata mpok Minah namun Rafael langsung menarik tangan pembantu Karamel itu ke luar kamar untuk menceritakan garis besarnya tentang kejadian yang menimpa keluarga Kara.
Setelah merasa sudah aman maka Rafael menjelaskan semuanya pada mpok Minah, dan dia bermohon supaya mpok Mimah tidak menyinggung tentang kepulangan keluarganya Karamel.
Rafael bisa melihat kalau mpok Minah berusaha keras untuk tidak meneteskan airmata karena dia tidak menyangka dengan apa yang menimpa keluarga majikannya.
“Ya ampun, den Rafa. Lalu gimana dengan neng Kara?” tanya mpok Minah yang sebenarnya masih belum percaya dengan cerita Rafa tadi.
“Saya harap mpok masih bersedia menemani Kara di rumah ini, karena dia gak kuat kalau menghadapi ini semua sendirian. Saya dan Andre juga bakal bantu mpok untuk ngawasin Kara, tapi saya harap kalau mpok masih tetap ada buat Kara ya,” sahut Rafa yang berupa permohonan pada mpok Minah.
“Iya, den. Saya akan terus menemani neng Kara sampai kapan pun,” sambung mpok Minah lalu memutuskan untuk turun daripada dia harus menangis di depan Karamel pikirnya, dia juga tadi meminta supaya Rafa yang membangunkan majikan kecilnya itu.
“Kara, Kara… Kara, bangun Kar,” panggil Rafa lembut di telinga Karamel sambil mengusap lengan gadis itu.
Terdengar suara lenguhan dari Karamel dan detik berikutnya gadis itu langsung terduduk tegak, dan matanya seperti mencari sesuatu di atas kasurnya. Bahkan dia tidak memperdulikan kenapa ada Rafael di kamarnya sepagi ini, setelah menemukan apa yang dia cari maka dia menempelkan ponselnya ke telinga dan tidak kunjung mendapat jawaban apapun dari seberang sana.
“Kenapa gak aktif sih? Kenapa handphonenya pada mati semua?” tanya Karamel yang dia tujukan untuk dirinya sendiri.
“Kar, kamu nelepon siapa?” tanya Rafael lembut sambil mengenggam tangan Karamel.
“Kak? Kok kamu bisa ada di sini?” tanya Karamel setelah sadar kalau yang dia lihat adalah Rafael.
“Aku sengaja nemanin kamu di rumah, Kar. Kamu tadi nelepon siapa?” kembali ditanyakan oleh Rafa.
“Papi, Mami, kak Riris dan Alex tapi kenapa handphone mereka mati semua?” tanyanya dengan tatapan kosong dan itu membuat Rafa tersiksa, dia gak tega melihat keadaan Kara yang berusaha menunjukkan kalau dia tidak tahu menahu soal kecelakaan pesawat itu.
“Mungkin handphone mereka lowbet, Kar. Lebih baik kamu mandi dan siap-siap ke kantor ya. Biar aku yang anterin kamu ke kantor,” sahut Rafa yang berusaha tenang supaya dia bisa menguatkan Kara yang saat ini sedang hancur berkeping-keping.
“Iya, Kak. Nanti aku bakal coba telepon lagi deh, mungkin benar kata kamu,” sambung Kara dengan suara tercekat, padahal Rafa tahu kalau Kara ingin menangis tapi sekuat mungkin dia menahan agar tangisannya itu tidak pecah.
Punggung Kara menjauh dari pandangan Rafa dan tanpa dia sadari kalau kedua tangannya sudah mengacak rambutnya frustasi, dia bingung harus bagaimana menghadapi Kara yang bersandiwara seperti tidak terjadi apa-apa padahal di balik itu semua pasti banyak airmata yang ingin dia bagi. Ingin rasanya dia membawa Kara ke dalam dekapannya lalu menenangkan gadis itu dan membiarkan Kara terus bersandar padanya untuk membagi segala kesedihannya.
👣👣👣
Setelah menyakinkan Rafa agar tetap pergi ke kantor maka Kara pun melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam gedung yang sudah dia jadikan rumah keduanya selama 2 tahun ini. suara hentakan hells yang dikenakan Kara menggema di telinga-telinga orang yang dia lewati. Jelas terbentuk wajah bekas menangis dan matanya sedikit bengkak namun tetap dia memamerkan senyuman setiap berpapasan dengan orang-orang yang dia kenal ataupun tidak.
Hanya itu yang bisa dijadikannya tameng saat ini, karena bukan dia lupa akan apa yang terjadi semalam tapi dia berusaha keras untuk tidak memikirkan itu. Dia hanya bisa berdoa kalau keluarganya tidak termasuk korban yang tidak bisa diselamatkan, dalam hati kecilnya masih terus berharap kalau keluarganya hanya korban luka-luka dan akan kembali bersama dengan dia.
“Pagi, Mel,” sapa Ocha saat melihat Kara memasuki kubikel.
“Pagi, Cha,” sahut Kara yang masih berusaha bisa tersenyum.
Masih tetap berusaha untuk mengalihkan pikiran supaya tidak terfokus pada kejadian yang menimpa keluarganya, tapi tidak membuat dia untuk tidak memantau perkembangan berita online tentang kecelakaan itu. Kara sengaja menayangkan berita online pada ponselnya dan terus mencuri pandang untuk melihat berita tersebut.
“Mel, kamu dipanggil pak Faisal tuh,” sahut Taufik yang berada tidak jauh dari kubikelnya.
Kaki Kara melangkah menuju ruangan Faisal dan dia tahu apa tujuan atasannya itu memanggilnya untuk apa, tapi karena pikirannya sedang tidak fokus maka laporan itu belum juga selesai. Padahal seluruh laporan dari tim yang ikut dengannya sudah dia dapatkan sejak kemarin, tapi saat ini sudah jam 11 pun masih juga belum rangkum karena pikirannya terpecah.
“Kara, saya baru mendapat kabar tentang kecelakaan pesawat dari Macau menuju Singapura. Apa keluarga kamu salah satu korban kecelakaan tersebut?” tanya Faisal untuk memberitahu tujuan dia memanggil Kara ke ruangannya buat apa.
“Saya belum dapat kabar, Pak,” jawab Kara lemah dengan kepala tertunduk.
“Kalau kamu butuh bantuan untuk menyelesaikan laporan maka saya izinkan, dan saya kasih waktu sampai jam 12 siang sudah ada di atas meja saya ya,” sambung Faisal yang tidak tega dengan keadaan Karamel saat ini, dia tahu kalau karyawannya ini sedang terguncang.
“Baik, pak,” sahut Kara lalu keluar dari ruangan Faisal masih dengan wajah tertunduk sampai dia tidak melihat jalan dan menabrak seseorang di depan pintu.
“Kebetulan ada kamu, Mel. Ini saya mau kasih laporan tim kamu yang di Manado kemarin, saya udah dapat soft copy laporan dari salah satu tim kamu dan sudah saya rangkumkan. Mau kamu yang serahkan atau saya, Mel?” tanya Gilang yang kebetulan adalah supervisor dari bagian lain tapi dulu sempat jadi supervisor di bidang Kara sebelumnya.
“Kamu aja, Gilang. Saya permisi,” sahut Kara yang kini sudah tidak bisa menahan airmatanya untuk tidak tertumpah saat ini.
“Gilang, kamu bisa serahkan pada saya. Dan saya harap kamu bisa handle dulu kerjaannya Karamel ya, dia sedang mengalami musibah dan saya baru saja melihat berita kalau keluarganya termasuk dalam daftar korban yang tewas dalam kecelakaan pesawat itu,” sahut Faisal yang menyadarkan Gilang dari lamunannya.
“Baik, Pak. Ini laporannya, Pak. Saya permisi.” lalu Gilang melangkah keluar dari ruangan Faisal, saat berada di depan kubikel Kara dan dia tidak melihat sosok gadis yang sempat mencuri perhatiannya itu dulu.
Kaki Gilang pun mencoba mencari ke arah toilet dan benar kalau Kara saat ini sedang menangis di depan pintu masuk toilet cewek sambil memegang ponsel di tangannya. Dia menebak kalau Kara baru tahu kabar tentang keluarganya, dan dia juga merasa kalau Kara saat ini butuh teman untuk menemaninya.
“Kar, kamu kenapa?” tanya Gilang lembut sambil menahan lengan Kara yang bersandar lemah ke dinding.
“Lang, gak seharusnya aku ada di sini. Harusnya aku juga ada sama mereka, aku gak boleh di sini,” rengek Kara di balik isak tangisnya.
“Kamu gak boleh ngomong gitu, Kar. Kamu harus kuat supaya keluarga kamu tenang,” sahut Gilang yang kini sudah memeluk Kara.
“Kenapa mereka ninggalin aku, Lang? Aku gak mau hidup sebatang kara di dunia ini, aku udah gak punya siapa-siapa lagi,” sahut Kara yang masih belum bisa menghentikan tangisannya.
“Ingat masih banyak yang sayang sama kamu, Kara. Ada aku dan juga teman-teman kamu yang lain, kamu gak boleh merasa sendirian seperti ini.” Gilang masih setia menjadi tempat sandaran Kara saat ini. Dia tidak ingin Kara merasa sendirian karena walaupun perasaannya bertepuk sebelah tangan tapi tidak merusak hubungan mereka sebagai rekan kerja. Bahkan Gilang sudah menganggap Kara seperti adiknya sendiri, begitu juga dengan Kara yang menganggap Gilang sudah seperti saudara baginya.
Apa yang dirasakan Kara adalah hal yang tidak pernah terlintas dalam benak siapapun, dalam waktu yang singkat dia kehilangan seluruh anggota keluarga yang sangat dia cintai. Kini dia sebatang kara di dunia ini, tidak ada lagi tempat dia mengadukan cerita-cerita tentang apa yang sudah dia lewati.
Tak ada lagi orang-orang yang bisa dia lihat setiap hari, orang-orang yang sudah mengajarkan tentang arti keluarga yang sebenarnya. Dia kehilangan separuh hidupnya dan merasa tidak kuat untuk menghadapi semua ini.
Kara tidak sanggup dengan kesedihan yang dialaminya sehingga dia meminta untuk pulang lalu berkurung di kamar. Bahkan panggilan dari Andre dan juga Rafa diabaikannya, yang dia butuhkan hanya ketenangan untuk meredam emosinya. Hatinya remuk redam dengan kenyataan yang harus diterima dengan terpaksa, tidak rela kehilangan orang-orang yang dia sayang.
Mungkin Kara harus siap dan mau tidak mau tetap harus mau menghadapi kenyataan yang merobek hatinya. Hanya menangis yang bisa dilakukan Kara saat ini dan dia tidak butuh apa-apa, seolah membiarkan dirinya menderita supaya melengkapi kehancurannya.
Sorenya Kara mendapat kabar dari maskapai kalau keluarganya termasuk korban kecelakaan pesawat Scoot dan akan segera diterbangkan ke Indonesia, diperkirakan besok siang jenazah akan tiba di Jakarta.
Kara merasa dunianya benar-benar sudah hancur saat mengetahui kabar yang dia dapat dari berita, tapi dia masih berharap bahwa berita itu salah namun saat pihak maskapai memberi kabar padanya baru dia percaya.
Harapannya sirna dan digantikan dengan dukacita yang menganga lebar, menyambut kehancuran selanjutnya yang sudah menunggu di depan mata.
👣👣👣
______________________________________
Gimana?
Pada sedih gak?
Pada ngerasain gak yg dirasain sama Kara?
Yuk kasih saran kalau ad yg kurang.
Spoiler : masih tentang kesedihan Kara di beberapa part ke depan 🙏🙏🙏🙏
Jgn lupa taburan bintangnya ya, guys
Makasi 😉
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro