Episode 7 Kuliah Tengah Malam
"Yang kamu minta dari saya itu mustahil." Chef Rahardi menatap Kiran dengan mata teduhnya. Seolah mengasihani. Gadis itu sudah nyaris terisak, tapi tidak kali ini. Dia tidak mau menangis, apalagi dikasihani.
"I'll do anything," pungkasnya, menampilkan tekad yang kuat dari wajahnya. Dia sungguh tak ingin ada keraguan mengenai kemampuannya.
"Kamu bisa memasak pastry, cake. I'll admit your Mango Cheesecake is excellent. Tapi saya tidak tahu mengapa kamu harus bersikeras untuk memasak dishes. Yang saya rasa akan cukup sulit untukmu." Chef Rahardi benar-benar seperti batu karang. Sama sekali tak bisa digoyahkan.
Kiran sedikit menyesali kejujurannya pada Chef tersebut.
*****
Semua peserta telah kembali ke dorm. Kiran memutuskan kembali lagi ke kitchen setelah mencopot jaket putih dengan label biru yang biasa digunakan untuk syuting Hard Kitchen. Badannya terasa lengket dan gerah, tapi gadis itu mencoba untuk mengenyahkan semua dari pikiran.
Sejak hari pertama, Kiran telah bertanya pada Dino apakah dia boleh menggunakan kitchen jika tidak dipakai untuk syuting, lelaki itu bilang tidak bisa. Dino mengkhawatirkan jika terjadi apa-apa pada pagi hari saat syuting, padahal dia dan timnya harus segera siap. Tapi Kiran boleh menggunakan kitchen yang ada di dorm, jika mau latihan. Lebih kecil, tentu saja. Peralatannya pun lebih sederhana. Tapi nggak masalah buat gadis itu. Dia tetap harus latihan.
Para peserta lain tidak terlalu sering menggunakan kitchen yang ada di dorm ini, karena mereka lebih memilih beristirahat karena pagi hari--entah dibangunkan dengan cara apa--selalu merasa pegal-pegal. Syuting selesai pukul 11 malam, sementara pada pukul lima pagi harus bangun dan bersiap.
Kiran membuka lagi catatan yang telah dia kumpulkan selama belajar dengan Chef Rahardi dan otodidak selama ini. Beberapa baris awal di salah satu halaman tertulis : "sunny side egg, 30 seconds in heat 175 degree ...", membuatnya tersenyum. Itu tugas pertamanya dari Chef senior itu. Membuat sunny side egg alias telur ceplok.
Bahan-bahan Kiran dapatkan dari sisa syuting Hard Kitchen, Dino bilang siapapun boleh mengambilnya karena untuk syuting keesokan harinya, mereka akan dikirimi bahan baru berkualitas terbaik. Tentu saja sisa di sini maksudnya benar-benar sisa. Karena jika ada sisa bahan yang masih segar, akan dijual ke restoran kelas dua yang mau menampung untuk dijual.
Tidak ada yang tahu apa yang akan dimasak esok hari, jadi Kiran hanya belajar resep yang digunakan pada hari ini. Cheese burger. Kiran belum pernah mendapatkan kesempatan untuk membuat makanan utama, jadi dia putuskan untuk memasaknya hari ini.
"Gunakan tongs, jangan garpu."
"Astaga!" pekik Kiran seraya terlonjak kaget. Garpu di tangan kini sudah terjatuh dan terlempar ke lantai. Dika berdiri di dekat pintu dapur, dengan gayanya yang elegan.
"Gosong tuh." Dika menunjuk pada patty yang kini mengeluarkan aroma daging terbakar yang lezat. Buru-buru Kiran mengambil tongs sesuai saran Dika dan membaliknya. Aromanya segera memenuhi dapur, membuat Kiran bahkan harus menelan air liur.
"Sebelum memasak, oleskan kentang kupas ke pemanggang, biar nggak lengket. Jangan sering dibolak-balik, agar patty-nya punya motif yang cantik. Durasi jangan lupa." Nada suaranya tenang dan santai, berbeda dengan saat syuting. Ini mengherankan. Kiran bahkan tercengang saat Dika memberinya saran-saran memasak, padahal biasanya saat syuting lelaki itu tampak arogan dan kasar.
Dika mengambil gelas yang ada di lemari, menuang susu bubuk yang ia bawa sendiri. Sekejap saja, aroma susu cokelat yang hangat memenuhi kitchen, bercampur dengan aroma patty yang terpanggang.
Kiran meletakkan patty di atas piring, hendak mengirisnya agar dia tahu apakah berhasil memanggangnya dengan baik. Tetapi tangan Dika mencekal tangannya.
"Kenapa?" tanya Kiran heran seraya menatap mata sipitnya.
"Ketika baru kamu ambil dari panggangan, suhu daging masih panas. Jika kamu iris sekarang, udara sekitar daging akan membuat teksturnya mengeras. Tunggu beberapa saat lalu baru kamu potong. Kandungan juice pada dagingnya akan meresap ke dalam daging dan membuatnya lebih lembut."
Kiran bersumpah akan mengingat dan mencatat petuahnya barusan di buku catatannya. "Makasih ya, Dik."
Dika hanya mengangkat alis dan meminum susunya. Kiran tersenyum kecil. "Kenapa?" Kali ini dia bertanya seraya menatap gadis itu.
"Yah, kamu minum susu sebelum tidur kayak anak sekolahan." Kiran menjawab takut-takut. Dia ini selalu memarahi Kiran saat syuting selain Janesh. Sikapnya di kitchen juga tidak ramah. Tapi kenapa dia begitu baik sekarang?
Dia hanya mengangkat bahu. "Ini bikin aku cepat tidur lebih nyenyak. Besok harus bangun pagi."
Kiran mulai bertanya-tanya, apakah lelaki ini seperti Jekyll and Hyde, memiliki dua kepribadian? Jadi dia bakal jadi baik saat malam tiba?
Dika memotong patty dan menusuknya dengan garpu. Tatapannya saat mengamati potongan kecil daging itu terlihat intens dan teliti. Kiran baru tahu bahwa menatap patty itu harus seperti itu.Atau memang lelaki itu terlalu lebay?
"Good. Kamu pake bumbu apa aja? Lada hitam, rosemary, garlic?" Dia mengunyah potongan daging itu dengan perlahan. Kiran merasa kagum dengan pengecapannya yang sempurna. Tidak salah jika dia selalu unggul dalam setiap episode.
"Itu ... sama aku kasih pala juga."
"Pala?" Matanya menatap Kiran heran.
"Nutmeg." Kiran menyebutkan nama bumbu itu dalam bahasa Inggris. Apakah memang chef itu lebih mahir berbahasa Inggris daripada bahasa Indonesia? Mereka selalu menyebut talenan dengan cutting board. Bumbu-bumbu juga mereka lebih tahu dalam bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. Kiran jadi teringat sahabatnya Brie.
Dika mengangguk. "Jadi, kamu bikin ini untuk midnight snack?" Tangannya mengisyaratkan agar Kiran mencobanya sendiri. "Kayaknya kamu tiap malam masih sering masak. Nggak pegel?"
Tangan gadis itu segera memotong patty dan memakannya. Rupanya Dika benar. Rasa kaldu dagingnya lebih terasa dibandingkan dengan percobaan Kiran beberapa kali di rumah. "Aku harus sering latihan. Di sini kan cuma aku yang amatir. Peserta yang lain rata-rata udah pernah kerja di kitchen."
Dika mendengkus. "Kerja di kitchen tapi belum pernah masak juga agak susah lah, Neng. Ada juga yang belum bisa membedakan mana pan buat Risotto, mana pan buat sauce."
Kiran mengangguk, Dika menyindir Wisnu yang tersingkir di episode pertama. Dia menggunakan saucepan yang non-stick untuk masak risotto yang kemudian lengket, sehingga tim merah harus membuang waktu untuk membuatnya lagi.
Dika memberi isyarat untuk mencicipi patty buatan Kiran lagi. Dengan cekatan, gadis itu segera menyodorkannya. Toh, dirinya tidak terlalu lapar. Tapi Kiran terpaksa menghabiskan hasil eksperimennya di dapur. Sayang, jika dibuang. Dika memakan patty perlahan-lahan, seakan ia sedang dinner di restoran.
"Makan itu harus pelan-pelan. Kita rasakan teksturnya, rasanya, apakah bumbunya meresap, bagaimana kualitas dagingnya. Dengan begitu kita akan mudah mengenali setiap bahan masakan, enak dimasak dengan bumbu apa, dengan cara bagaimana. Sebagai seorang profesional, kita harus selalu berdedikasi untuk apa yang kita lakukan."
Wah, kuliah Dika malam ini luar biasa. Kiran berusaha mengingat dan akan mencatatnya sebelum tidur. Tetapi mengapa lelaki ini menjadi baik ya sekarang?
"Makasih ya, Dik, atas masukannya. Betewe, boleh tanya sesuatu?"
Apakah Dika adalah udang di balik bakwan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro