Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode 20 Reset

"Waduh, anak kesayangan Ayah sekarang sudah pinter masak. Nggak nyangka dulu kalo Ayah inget goreng tempe aja gosong!" Ayah Kiran menepuk kepala putrinya yang sedang menyajikan masakan Soto komplit dengan koya dan sambal.

Soto Ayam Koya

Kiran tersenyum puas melihat hasil karyanya, resep yang baru saja ia pelajari dari chef Rahardi. Tak sia-sia dia berusaha keras selama enam bulan kursus dengan lelaki itu, yang harus rela ia bayar mahal. Kiran bahkan harus mengorbankan kuliahnya dengan cuti kuliah, karena waktunya ia habiskan untuk mencari uang untuk membayar kursusnya. Kiran sempat berpikir untuk kuliah sekaligus mengambil job sebagai penyanyi kafe, tetapi penghasilannya belum cukup. Karena itu lah dia terpaksa cuti demi menabung uangnya terlebih dahulu.

"Gimana rasanya, Yah? Enak?" Kiran menatap Ayahnya, tak sabar menunggu penilaian dari lelaki paruh baya itu.

"Ini uenak banget! Emang top deh masakan putri Ayah!" Ayah bersemangat menyantap soto yang dinikmati bersama nasi putih hangat.

Kiran tersenyum lebar, bangga akan pencapaiannya. Sepertinya ia akan siap untuk ikut Hard Kitchen tahun ini. Gadis itu sudah mengambil formulirnya kemarin dan akan mengisinya hari ini. Kiran sudah menonton tayangan ulang Hard Kitchen season pertama, sehingga ia cukup yakin untuk bisa masuk paling tidak sampai babak penyisihan. Tentu saja, ia tidak mengharapkan lebih, tetapi ketika ia sudah menjadi peserta, tentu akan mudah mendekati Janesh.

"Emmm, Yah. Kalo Kiran ikut Hard Kitchen yang di tivi itu, boleh nggak?" Kiran duduk di hadapan Ayahnya, mencoba meminta izin.

"Hard Kitchen? Yang lomba masak-masak itu? Apa nggak susah itu, Sayang?" Ayah mengernyit, mencoba mengingat tayangan kompetisi masak yang sudah ia tonton.

"Coba-coba aja, Yah. Siapa tahu masuk." Kiran menyunggingkan senyum percaya diri, tetapi tangannya terkepal, demi menyembunyikan gemetar karena gugup yang kini menyergapnya.

Ayahnya masih menyuap soto itu ke dalam mulut. "Nggak papa sih. Asal kamu bisa jaga diri. Tapi bukannya itu kudu dikarantina-karantina gitu ya, Kiran? Kuliahmu gimana?"

Tetes keringat mulai menghiasi dahi gadis berambut panjang itu. Selama ini ia menyembunyikan kenyataan bahwa ia sudah cuti kuliah selama dua tahun. Baru semester ini ia masuk lagi dan menyamakan mata kuliah yang diambilnya bersama Brie, meskipun ada mata kuliah dasar yang mesti ia selesaikan tanpa bantuan sahabatnya.

"Nanti akan Kiran atur, Yah. Tapi boleh kan?" Kiran membujuk Ayah agar bisa meloloskan keinginannya.

Ayah mengangguk, membuat Kiran menjerit kegirangan. Kiran memeluk Ayah dan masuk ke kamar, untuk mengisi formulir pendaftaran Hard Kitchen.

🍝🍝🍝🍝🍝

Janesh mengerling tak percaya ke arah Kiran yang dengan tenang menandatangani perjanjian lanjutan dengan Dino. Beberapa kali lelaki itu mendengkus, ingin sekali dirinya merobek kertas itu, tetapi Kiran sudah mengatakan bahwa dirinya bersedia melakukan apapun yang akan diarahkan oleh Dino demi meningkatkan rating acaranya.

Setelah Dino menjabat tangan Kiran, dirinya beserta kru pergi dari ruangan privat studio, meninggalkan Kiran dan Janesh berdua.

"This is really insane, Kiran. You've shouldn't do that." Janesh berkata datar.

Kiran menggeleng lemah. "Ini bukan sesuatu yang mengerikan, Chef. Lagipula settingan ini takkan membahayakan kehidupan aku. Dan kompetisi tetap akan berjalan fair."

Janesh bersedekap. "Kamu bilang kamu cinta sama aku, kan? Kamu bisa melakukan apa pun biar aku senang, kan?" Kiran mengangguk antusias. "Lalu kenapa kamu nggak pergi aja, waktu kubilang kamu harus pergi?"

Raut wajah Kiran mendadak tampak kecewa. "Chef, aku bahkan belum menunjukkan ketulusanku buat Chef. Atau menunjukkan bahwa aku bisa dan layak untuk bersama Chef. Mengapa Chef begitu ingin aku pergi?"

"Karena aku nggak mau nanti kamu bakal sakit hati atau sedih karena disuruh melakukan sesuatu yang kamu nggak mau." Janesh mengucapkan itu dengan nada bosan, seolah sudah ribuan kali lelaki itu mengatakannya.

Kiran menunduk. "Maaf, Chef."

"Waktu pertama kali kamu audisi, kamu bahkan marah dan kecewa hanya karena diarahin kru buat ngomong kamu akan terus memperjuangkan cintamu. Lalu kenapa sekarang kamu malah iya-iya aja? Kamu nggak tahu betapa sumpek dan stresnya aku gara-gara itu?" omel Janesh seraya menatap Kiran dengan marah.

"Oh, Chef sampai stres gara-gara aku? Kenapa?" Manik mata Kiran menatap Janesh dengan penuh kepolosan.

Janesh mendesah. "Lupakan. Sekarang balik aja kamu ke dorm. Besok kita akan syuting lagi untuk episode ini. Dan aku nggak akan segan-segan keras sama kamu lagi, ngerti?"

Kiran mengangguk, menyembunyikan senyumnya. "Iya, Chef."

Baru saja Kiran berdiri dari kursi dan berbalik, ia teringat sesuatu. Ragu-ragu, ia menoleh ke arah Janesh yang masih duduk di kursi dan mengangkat kepalanya ke atas, seolah menatap langit-langit, sementara netra lelaki itu terpejam.

"Chef?"

"Hmmm?" Janesh bergumam, sementara badannya sama sekali bergeming.

Kiran meremas tangannya dengan gugup. "Aku boleh tanya sesuatu?"

"Hmmm." Netra lelaki itu bahkan masih terpejam, wajahnya tampak lelah, sesuatu yang berbeda dengan yang diperlihatkan oleh kamera. Kiran tercenung sejenak, menatap lekat-lekat wajah lelaki itu, merasa kagum dengan kerja keras lelaki itu selama proses syuting. Publik mengenalnya sebagai chef pemarah, yang selalu mengeluarkan makian ala Amerika, blak-blakan dan seolah tidak punya sopan santun. Tetapi lelaki ini, memiliki etos kerja yang cukup tinggi, perhatiannya terhadap dunia kuliner membuatnya semakin tampak hebat dan berdedikasi. Kiran sudah sering melihatnya memasak secara langsung saat syuting dan lelaki itu benar-benar serius dan telaten. Bahkan penjelasannya mengenai bahan-bahan begitu detail dan mudah dimengerti, membuat pengetahuan dan kekaguman Kiran bertambah.

"Mau sampai kapan kamu ngeliatin aku?" Bahkan mengucapkan kalimat tersebut dilakukan Janesh masih dengan mata terpejam. Kiran terlonjak kaget.

"Maaf, Chef. Aku ... tadi cuma ...." Kiran tergeragap, bingung menjelaskan bahwa pesona wajah lelaki itu meski pun diliputi kelelahan masih sanggup membiusnya tanpa ampun.

"Ya sudah. Kamu tanya apa? Ini udah malam. Cepetan tanyanya, terus balik ke dorm. Istirahat!" Janesh membuka mata, lalu menatap Kiran tajam.

"Yah ... itu, aku ...." Kiran mencoba menenangkan hatinya yang menjadi liar tak terkendali. Janesh menatapnya dengan ekspresi bosan. "Maaf, Chef. Aku gugup."

"So?" Janesh masih saja menampakkan wajah datar.

Kiran mencoba mengingat kata-kata yang sudah ia susun sebelum berada di ruangan ini. "Aku mau tanya. Apa Chef masih ingat aku?"

Lelaki itu mengerjap, tetapi tampilan wajahnya masih dalam mode datar. "Kamu Kiran. Oke, ada lagi?"

"Oh, maksudku ...." Kiran meremas tangannya lagi. "Apa Chef masih ingat pertemuan kita pertama kali?"

Tak menjawab, lelaki itu hanya bangkit berdiri lalu berada tepat di hadapan Kiran. Netra mereka saling beradu, membuat jantung Kiran nyaris melompat dari tempatnya. Gadis itu menelan ludah gugup, merasa terintimidasi dengan postur tubuh Janesh yang jangkung serta tatapannya yang tajam seakan bisa membunuh orang dengan sekali pandang.

Karena tak mendapat jawaban, Kiran mencoba mengulangi lagi pertanyaannya. "Apa Chef beneran lupa, kapan pertama kali kita ... ketemu?"

Lelaki itu masih terdiam, tetapi netranya masih menatap Kiran, seakan mengirimkan jutaan kata tanpa suara. Kiran memandangnya tak mengerti, lalu memutuskan mungkin memang Janesh tidak ingat. Apalah artinya dirinya dibanding dengan chef yang memiliki banyak penggemar?

"Oke, Chef. Nggak papa. Aku ... balik dulu, Chef." Kiran berbalik, melepaskan tatapannya dengan Janesh dan melangkah menuju pintu ruangan.

"Aku ingat," jawab Janesh yang membuat jantung Kiran mencelus. Saat Kiran perlahan berbalik untuk berhadapan dengan lelaki itu lagi, sang chef mengeluarkan perkataan yang semakin membuat Kiran terkesiap, "Desember 2016. Aku ingat."

Duhai Abang Janesh ini emang bikin geregetan. Aku gemes sendiri kadang 🤣🤣🤣🤣

Kira-kira kayak gimana ya adegan pertama kali mereka ketemu? Aku beneran nggak sabar buat nulis cerita ini sampai selesai, apalagi kalo liat kalian para Bosque bisa excited banget tiap aku update.

Jangan lupa kasih tahu aku ya gimana menurut pendapat kalian, apakah Janesh emang udah ada hati sama Kiran atau nggak? Terus kenapa Janesh selama ini cuek banget sama Kiran? Apakah mereka berdua bakal bersatu atau nggak?

Please komen ya, biar rame 🤣🤣 plus aku juga beneran mau tahu apa yang kalian, para Keliners pikirkan tentang cerita ini.

Oh ya, aku dengan sedih mengucapkan ini bab terakhir yang ku publish di Wattpad. Lanjutannya kayak gimana, bisa dicek di versi cetak ya Keliners.

Terima kasih buat kalian semua yang sudah komen dan vote cerita ini. Dukungan kalian sangat berarti buatku. Kalo nggak ada kalian, cerita ini cuma berdebu di pojokan, nggak akan ketemu jodohnya kayak sekarang. Jadi makasih, makasih banget ya Keliners. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.


Love,
DhiAZ 💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro