Episode 19 Case closed
"Akhirnya!" Brie merebahkan tubuhnya di kasur mungil di kamar Kiran. "Capek banget, gila!"
Mereka bekerja nyaris seperti tanpa jeda, karena pengunjung tak henti-hentinya berdatangan. Bahkan ada yang menunggu saat kedai mereka tutup pada pukul tiga sampai empat sore untuk istirahat. Brie cukup puas dengan pencapaian hari ini. Apalagi sepertinya Kiran juga seakan dirasuki, bekerja di dapur membantu para karyawan yang memasak tanpa henti. Gadis manis yang biasanya menyempatkan menghibur pengunjung pada malam hari itu bahkan sama sekali tak menyentuh gitarnya.
Kiran mengikuti jejak sahabatnya, tapi tanpa bicara apa-apa lagi. Hatinya terasa kacau dan bingung. Entah mengapa, setelah sekian lama menipu diri dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, hari ini ia merasa sebaliknya. Aku tidak baik-baik saja, bisiknya dalam hati. Dan itu terjadi hari ini, tepat pukul empat sore ketika kedai sudah akan dibuka setelah istirahat selama satu jam.
Aroma cokelat dengan campuran kacang hazel segera memenuhi ruangan mungil yang terletak di belakang kedai. Kiran menghirup dalam-dalam, seolah ingin meraup semua bau-bauan yang menyenangkan itu sekaligus. Tangannya meraih cangkir, lalu mendekatkan ke bibir untuk menyesap isinya yang hangat dan manis. Kiran tersenyum. Dia menyukai aroma kacang hazel, sekalipun belum pernah memakan aslinya.
Pernah, koreksi batinnya segera. Lalu gadis manis itu menarik napas panjang dan lama. Matanya berembun, benaknya kembali mengingatkan pada sebuah nama, yang sebenarnya ingin ia lupakan selamanya. Atau mungkin dia tak ingin melupakannya.
Kiran menggelengkan kepalanya, lalu memijat bahunya yang pegal, lalu membenahi celemeknya. Sebentar lagi waktu istirahat sudah habis, kedai akan dibuka, lalu pelanggan berdatangan. Ia harus siap, meskipun dirinya tidak banyak memasak lagi kali ini. Tapi setelah istirahat biasanya adalah jam sibuk, sehingga Kiran bahkan tak tahu apakah masih bisa menyanyi di sudut kedai untuk menghibur pengunjung seperti biasa.
Gadis itu kembali menyesap kopinya hingga habis, sembari menghirup aroma kacang hazel yang menguar dari minuman tersebut, lalu berdiri diam, seolah menunggu. Ia siap. Bahkan ketukan di pintunya yang sekarang terdengar, adalah hal yang sudah ia antisipasi. Kiran membuka pintu, mengangguk pada salah satu karyawan yang memberitahunya bahwa kedai sudah buka. Langkah kakinya percaya diri menggema ke seluruh lorong, lalu terhenti saat tak sengaja ekor matanya menangkap tayangan televisi yang dinyalakan karyawannya di ruang istirahat. Tayangan tersebut menampilkan kilasan adegan-adegan yang masih terekam nyata dalam benak Kiran, termasuk adegan di mana dirinya sendiri yang sedang sibuk memotong di atas talenan.
"Mampukah mereka menjawab tantangan yang paling extrim dari Chef Janesh?" Sayup narator itu melemparkan pertanyaan retoris. Kemudian televisi menampilkan Janesh yang sedang bersedekap di depan peserta. Kiran tercekat. Oh, sudah dimulai. Hatinya seakan disayat dengan sembilu, perih dan ngilu. Bersiaplah. Sudah dimulai.
Itu adalah tayangan reality show Hard Kitchen di mana dirinya menjadi peserta. Rasanya sudah sangat lama syuting itu berlalu, tetapi mengapa rasa sakitnya masih nyata? Tangan gadis itu kini bersarang di dadanya, nyeri yang sangat hebat membuatnya berpikir seakan ada yang sedang mencerabut dirinya.
Tetapi setelah beberapa detik berlalu, Kiran mulai menyadari sesuatu. Sepertinya ia masih belum bisa melepaskan kenangan akan Janesh yang ada dalam hatinya.
🍝🍝🍝🍝🍝
"Kiran, aku mau bilang sesuatu." Brie bangkit dari ranjang lalu mencondongkan badan ke arah sahabatnya yang hanya mengerjap. "Kamu ... jangan marah ya?"
"Hmm." Gumaman Kiran terdengar malas dan cuek, tetapi gadis itu sedang mempersiapkan hati untuk apa yang akan dikatakan sahabatnya. Kiran teringat iklan yang tayang sore hari tadi, tentu Brie juga sudah tahu.
"Aku tadi lihat di tivi dan ... kayaknya Hard Kitchen udah mau ditayangin." Brie langsung berterus terang, seperti yang biasa ia lakukan.
Kiran terdiam beberapa saat, tatapannya kosong. "Iya, aku juga tahu tadi."
Brie menghela napas. "So ... are you okay?"
"Dunno." Kiran menoleh ke arah sahabatnya, mengangkat bahu, berusaha bersikap cuek, tapi Brie tahu bahwa gadis itu masih berduka.
"Kiran, aku tahu sejak dulu kamu nggak mau bahas ini lagi. Kamu bilang bahwa this is case closed, kamu pengen move on. Tapi aku beneran penasaran, what happened? Maksudku, apa yang sesungguhnya terjadi di sana? Aku cuma bisa menduga, mikir, tapi faktanya cuma kamu yang tahu, Kiran. Dan aku pengen tahu, karena aku pengen bantu kamu keluar dari situasi ini." Brie bernapas lega setelah mengeluarkan semua uneg-uneg yang dipendamnya selama setahun ini.
Kiran masih membisu, tetapi dadanya bergerak naik turun, seakan dipenuhi emosi yang menggelegak. Dia tak sanggup untuk mengatakan apa pun bahkan pada sahabatnya sendiri. Sementara Brie mencoba sabar untuk menunggu. Semuanya terasa sangat aneh, hingga tayangan Hard Kitchen season dua yang diikuti Kiran baru tayang setahun setelah syuting selesai. Semuanya menyisakan jutaan pertanyaan yang takkan bisa dimengerti oleh Brie, kecuali Kiran atau Janesh, bahkan, yang menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Apa yang sebenarnya terjadi? Kiran memejamkan netra, menolak untuk mengingat apapun yang telah membuatnya terluka, tapi semua bayangan dan kenangan membanjir begitu saja. Rasanya sungguh menyakitkan, bahkan setelah setahun berlalu. Mengapa dia tak bisa melupakannya? Mengapa rasa itu masih saja keras kepala ada di sana?
"Kiran, please. Aku nggak sanggup lihat kamu kayak gini, setidaknya kamu cerita apa yang terjadi. Kalo memang sifatnya rahasia dan kamu masih terikat kontrak, aku nggak akan cerita sama siapa-siapa. Sama Bunda juga enggak. Tapi tolong, kasih tahu aku. Aku nggak mau lihat kamu sengsara kayak gini!" Brie meledak dalam kemarahan.
Kiran menangis sesenggukan. "Aku udah nggak tahan lagi, Brie. Aku capek buat pura-pura kelihatan baik-baik aja, padahal enggak. Aku nggak baik-baik aja. Aku sama sekali nggak oke! Tapi aku bisa apa! Aku bisa apa!"
Brie memeluk sahabatnya, yang akhirnya menumpahkan seluruh air matanya setelah setahun ini memendamnya jauh di dasar hati. Semua luka seakan timbul dan kembali menganga, membuat gadis itu tak bisa lagi menahan. Brie menepuk pungung sahabatnya, membiarkan Kiran menangis, sampai pada akhirnya Kiran kelelahan dan tertidur.
Sabrina terduduk di ranjang setelah menyelimuti Kiran yang telah pulas. Netranya memindai sekeliling ruangan, lalu terantuk pada pigura foto yang ditutup di atas meja oleh pemiliknya. Brie perlahan mengambil pigura tersebut dan memandang foto yang ada di sana, lalu menghela napas. Bahkan sudah setahun berlalu, Kiran masih tak bisa melupakan lelaki itu. Kiran berusaha menutupi perasaannya, yang kini terluka dan berdarah tetapi dia tak sanggup membuang Janesh dari dalam hidupnya.
"Aku bisa bantu apa, Kiran? Kenapa mesti harus begini?" desah Brie menatap sahabatnya.
Ada yang punya temen kayak Kiran? Kalo punya masalah diem aja nggak mau ngomong sampai bikin gemes?
Ceritain dong, gimana caranya ngadepin teman kayak gitu?
Betewe, kalo kamu suka cerita ini plis jangan lupa vote dan komen yang banyak ya. Aku suka kehibur gitu baca komen kalian yang gemes sama Janesh, atau Kiran. Jadi aku nggak gemes sendirian 😄😄
Oh ya, aku juga mau nyampein kalo Love Kitchen sudah open order mulai kemarin tanggal 25 Juli 2022 - 1 Agustus 2022. Kalian yang mau checkout bisa ke Shopee : alursemi. Atau bisa ke Tokopedia : topokkidabumin. Ada dua paket yang bisa kalian pilih, paket reguler dan paket spesial.
Tuh, kece-kece kan paketnya? Yang menjadi istimewa versi cetak konfliknya jauh lebih kompleks, adegan Janesh-Kiran yang rada uwu-uwu juga ada. Yang pasti ceritanya akan berbeda sedikit dengan versi Wattpad. Bonus merchnya juga ada buku resep Kiran, yang sudah pasti enak-enak banget. DIsclaimer : resepnya aslinya adalah hasil experienceku yang pernah dibahas di novelnya. Jadi sudah pasti istimewa dong ya.
Eniwei, semoga kalian suka dengan versi cetak dan kalian yang baru saja bergabung menjadi Keliners, kuucapkan selamat bergabung dan semoga betah.
Sekali lagi, makasih banget, atas dukungan kalian selama ini.
Luv luv ❤😘
DhiAZ
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro