Episode 16 Hurt
"Oke, selamat buat kalian yang sudah sampai top five. Tinggal sedikit lagi kalian bisa mencapai final dan menjadi pemenang dalam kompetisi Hard Kitchen. Saya harap itu nggak membuat kalian besar kepala dan sombong, kemudian jadi lupa diri. Alright, dan pembagian pos untuk episode kali ini."
Ada jeda cukup lama, Janesh bahkan sepertinya enggan untuk berbicara. Hal ini cukup aneh, karena biasanya lelaki itu selalu tampak menguasai script dan terlatih untuk bicara di depan kamera. Kiran bahkan bertukar pandang dengan Dika, yang sama-sama merasakan keanehan tersebut.
"Karena tinggal kalian berlima, maka nggak perlu lagi ada Tim Biru dan Tim Merah. Kalian semua jadi satu tim, saya akan bagi posnya, jadi mungkin akan ada dua orang dalam satu pos. Menu kita kali ini adalah Ayam Geprek Sambal Ijo untuk main course, Tempe Mendoan untuk appetizer, Es Dawet dan Es Campur untuk dessert dan minuman."
Kali ini giliran Kiran yang merasakan guntur berdentam di kepalanya. Sesuatu yang akhirnya ia takutkan, kini muncul menyeruak di permukaan. Ekspresi wajahnya begitu syok dan kaget, sampai Dika menghampirinya dan berbisik di sebelahnya, "Kenapa, Ran? Wajah lo kok pucet?"
Tangan Kiran berkeringat dingin, bahkan hawa dingin itu merambati punggungnya, mengirimkan sensasi aneh pada perutnya, yang kini menjadi mulas. Gadis itu berkali-kali menelan ludah. Netranya beradu dengan Janesh, yang sepertinya mengirimkan isyarat rahasia kepada gadis itu. Apakah ... apakah ini akan menjadi 'ajalnya'?
"Kiran, you handle the main course." Dan ucapan Janesh barusan mempertegas ketakutannya. Jika selama ini gadis itu kesal karena Janesh jarang menempatkannya pada pos main course, sekarang Kiran sungguh ingin lelaki itu berbaik hati padanya, mencabut perintahnya barusan. Kiran tertunduk, tangannya gemetar tak karuan, dia sungguh ingin lari dan pergi dari sana.
"Dion, kamu di dessert bersama Will. Ludi, kamu di appetizer. Dika kamu di main course bersama Kiran." Janesh berkata lagi. Selain Kiran, wajah Dion dan Ludi tampak mengentengkan karena menu yang terlampau mudah bagi mereka. Sementara Dika masih khawatir melihat Kiran yang mendadak terdiam dan tak seantusias biasanya.
"Ran, lo sakit? Mau ijin break aja apa gimana?" tawar lelaki yang sudah menjadi kawan karib gadis itu.
"Jangan remehkan menu kita pada hari ini, karena tak SEMUA orang bisa menguasainya. Justru karena menu sepele macam gorengan seperti hari ini, orang jadi lengah dan mengabaikan teknik dasar memasak. Jangan sombong kalian, hanya karena menjadi tukang gorengan. Karena menu ini pada dasarnya menu yang diminati sebagian besar masyarakat kita. Kalian lengah sedikit," tukas Janesh seraya memberi isyarat dengan berdecak. "Let's open the kitchen."
Dika masih melambaikan tangan kepada Kiran yang bengong. Begitu Kiran tersadar, ia tergeragap. "Lo kesambet? Yok, mulai. Kita mesti siapin ayam sama tepungnya dulu." Dika memberikan senyum untuk menyemangati gadis itu.
"O-oke." Kiran memberikan senyum gugup, lalu mengikuti Dika untuk standby di posnya.
🍝🍝🍝🍝🍝
"Ya Allah, GUSTIIII! Kiran kamu apain ini tempenya? Kenapa pada gosong?!" omel bundanya, saat melihat hasil karya Kiran yang hitam pekat.
"Tapi Bund, Kiran beneran nggak tahu!" Gadis itu memberikan pembelaan.
"Ya kalo goreng tempe, jangan ditinggal main, Neng. Jadinya pada gosong begini!" Bundanya kemudian menyalakan kompor yang dimatikan Kiran setelah selesai menggoreng. Perempuan itu mengambil lagi sepapan tempe dan memasukkannya ke dalam minyak panas.
"Kiran tadi tungguin sampai selesai!" Kiran menyanggah dengan keras kepala.
"Ya kalo udah kuning diangkat, Neng. Nggak usah nunggu sampai gosong!"
🍝🍝🍝🍝🍝
"Kiran, ini masih belum kering ayamnya! Goreng lagi!" titah Janesh dengan nada keras, saat Kiran baru saja meletakkan hasil gorengannya di hadapan lelaki itu.
Dika yang baru saja menggeprek ayam goreng tepungnya dengan sambal ijo buatannya, sedikit terperangah. Ini pertama kalinya Kiran berbuat kesalahan di dapur selama mengikuti kompetisi Hard Kitchen. Lelaki itu bergegas menghampiri Kiran dan hendak membantu gadis tersebut.
"Dika, do your own job! Nggak usah sok bantu-bantu temen kamu!" Janesh menghardik dengan keras.
Kiran mengangguk lemah lalu kembali mengulangi pekerjaannya. Gadis itu kembali menguleni ayam dengan tepung lalu memasukkannya ke dalam panci yang berisi minyak panas. Kiran bahkan mengecek temperaturnya tepat berada di angka 180 derajat sebelum memasukkan ayam tersebut. Gadis itu sangat gugup ketika memandangi timer yang sengaja ia bawa untuk menghitung ketepatan waktunya.
"Elo lihat aja, Kiran. Kalo udah kelihatan kuning kecokelatan, angkat aja. Karena waktu penggorengan tiap ayam, bisa nggak sama." Dika memberikan arahan. Lelaki itu cekatan mengangkat ayam yang sudah ia goreng beberapa menit yang lalu, meniriskannya dengan kertas roti lalu menggepreknya dengan sambal. "Itu ayam lo tinggal dikit lagi golden brown. Jangan buru-buru ngangkat, entar masih belum renyah tepungnya."
Dika menyajikan ayam gepreknya di hadapan Janesh yang meliriknya sekilas. "Pass!"
Tepat lima belas menit, Kiran mengangkat ayamnya. Dika yang melihat hasilnya cukup bagus mengangguk samar. Gadis itu kemudian merasa senang karena akhirnya ia berhasil. Dengan segera ia mencampur ayamnya dengan sambal, lalu menyajikannya di hadapan Janesh. Berbeda dengan reaksi Janesh pada Dika, chef tersebut benar-benar mengamati hasil karya Kiran. "This is good. Pass!" teriak Janesh pada akhirnya.
Kiran mengembuskan napas lega. Gadis itu kemudian kembali menguleni ayamnya dengan tepung dan membuat pesanan untuk ticket selanjutnya.
"Apaan sih lo? Kayak bukan lo yang biasanya. Ini kan cuma goreng-goreng biasa!" Dika menyergah, ketika melihat Kiran yang begitu gugup sampai ceroboh saat memasukkan ayamnya ke dalam minyak panas. Minyak tersebut memercik ke tangannya, membuatnya memekik kesakitan.
"Nggak level kali dia sama gorengan, pamornya jatuh!" canda Ludi yang sedang asyik menggoreng tempe mendoan.
"Awas, entar minyaknya kena muka. Sayang banget tuh wajah cakep-cakep, skinkeran mahal, jatuhnya jadi tukang gorengan!" Will menimpali.
Tangan Kiran gemetar, tapi ia berusaha untuk tidak meladeni candaan peserta lainnya. Lima belas menit dalam minyak panas, gadis itu bergegas mengangkat ayamnya dan meniriskannya di atas kertas roti. Namun kegugupannya tampak kentara, sehingga salah satu ayamnya terjatuh membuat peserta lainnya menyorakinya.
Kiran menatap para peserta lainnya dengan netra nyalang dan memerah, merasa tak tahan lagi dengan tekanan yang sedari tadi meneror hatinya. "Terus aja kalian ketawain aku, karena ini gampang buat kalian. Cuma gorengan! Nggak sekeren masakan Eropa yang mahal! Buat kalian ini gampang karena sambil merem aja kalian bisa. Tapi buat aku itu enggak!" jerit Kiran histeris.
Janesh yang melihat hiruk pikuk tersebut, segera menghampiri peserta yang kini merasa aneh karena Kiran tiba-tiba menjadi histeris. "Kiran, don't say any word! Balik kamu ke dorm, kalo kamu nggak bisa tenangin diri kamu sendiri!" Janesh menatap Kiran lekat-lekat. Please, Kiran, don't say the truth right now, pinta lelaki itu tanpa suara.
Kiran balik memandang Janesh dengan putus asa, seolah tak tahu lagi harus bagaimana untuk menutupi rahasia yang selama ini dia pendam. "Aku nggak bisa tahu apa bedanya golden brown atau kuning biasa! Aku buta warna, oke!"
Hai, Keliners!
Sori ya hari ini postingnya telat. Betewe, selamat tahun baru 2022 ya! Semoga tahun ini kita bisa mencapai impian kita, serta senantiasa diberikan kesehatan setiap harinya.
Episode ini tuh puncaknya cerita di Love Kitchen, sesuatu yang rare, tapi cukup bikin heboh di dunia perkulineran. Buta warna ini kelainan fisik pada mata lho ya, dan beneran ada di dunia medis, bukan sesuatu karena nggak apal warna atau gimana. My husband punya kelainan ini, jadi dia emang nggak bisa bedain mana tempe yang mentah atau udah mateng. Suamiku disuruh jagain goreng tempe selalu gosong, padahal dia udah pelototin terus tempenya. Dia baru tahu kalo gosong karena baunya nyengat dan warnanya item ha ha ha. Dan ini serius bukan becandaan, bukan settingan juga. Cuma emang persentase cewek menderita buta warna itu sangat kecil kemungkinannya ketimbang cowok, jadi Kiran ini termasuk cewek rare :)
Meski pun persentase cowok buta warna itu banyak, tapi banyak juga lho yang jadi chef. Mereka bisa ngatasi kekurangan mereka untuk tetap berkarir di dunia perkulineran. Inilah yang jadi inti dari cerita Love Kitchen. Ups, ini bukan spoiler ya. Karena endingnya nanti gimana, aku sendiri nggak mau bocorin.
Kalo menurut kalian, para Keliners yang keren dan caem, bakal dibawa gimana nih, ending cerita ini? Mau happy end atau sad end? Apakah Kiran bakal jadian sama Janesh? Atau malah enggak? Apakah Kiran bisa menang Hard Kitchen? Komen ya pendapat kalian, aku pasti balas kalo sempat. Tapi semua komenan kalian, keluarga online-ku yang kece, pasti kubaca kok. Aku mau tahu menurut kalian gimana, siapa tahu ternyata kalian bisa sama dengan apa yang kupikirkan he he he.
See you next episode
Love,
DhiAZ
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro