Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Harus selalu bersama

Luki baru tahu kalau ada manusia yang tertidur seperti bangkai, susah dibangunkan dan bahkan telinganya tuli. Denok seperti mayat yang tidak punya nyawa, andai saja dia tidak bernapas sepertinya Luki akan diserang panik.

Sejak lepas landas hingga sampai di Jakarta, Denok tertidur pulas di jet pribadi Luki, mau tidak mau karena terpaksa, Luki membopong tubuh gadis itu masuk ke dalam mobil.

Papanya meminta pertemuan mendadak dilakukan bersama board members malam ini. Masih pukul delapan malam, itu kenapa Luki tidak langsung kembali pulang ke apartemen, dan terpaksa dia memarkirkan tubuh Denok si putri tidur di sofa ruang kerjanya.

Bagaimana lagi? Gadis itu luar biasa, tidak terbangun sama sekali meskipun tubuhnya dibawa ke sana kemari.

Sagar, asisten pribadi sekaligus sekretarisnya membantu membawakan selimut cadangan yang ada di gudang penyimpanan logistik kantor. Sebenarnya, itu selimut untuk klinik yang ada di lantai lima. Tidak jarang, karyawan pingsan atau sakit secara mendadak, dan gedung perusahaan ini memiliki satu klinik khusus dan dokter yang berkompeten serta dua perawat dan jajaran tenaga medis yang dibutuhkan tiba-tiba.

Setelah menyampirkan selimut di sekitar tubuh Denok, Luki pergi menuju ruang meeting.

Di sana, jajaran kursi para boards members sudah diisi dan hanya Luki saja orang terakhir yang datang karena perjalanan Singapura-Jakarta yang menghabiskan banyak waktu karena menjenguk Erlangga Djatiwibowo.

"Selamat malam semuanya." sapa Luki.

Board meeting malam ini kelihatannya akan lebih super serius, karena Papanya, Gianjar Amidjaja yang mengatakan bahwa kehadirannya begitu diperlukan untuk membicarakan proyek pembuatan kilang minyak di Yogyakarta yang akan dimulai bulan ini.

Seluruh dana investasi proyek kilang minyak ini, tergolong besar karena Luki menginginkan dana yang lebih daripada kurang.

Sagar, membawakan proposal kepadanya yang aebelumnya sudah Luki tinjau ulang. Luki mengangguk singkat dan menatap Papanya kali ini. "Bisa kita mulai sekarang?"

Semua orang menatapnya dengan serius, dan Gianjar lebih tahu bagaimana watak putranya yang keras kepala hingga membuat para jajaran direksi sedikit gentar melihat keberanian Luki yang mengatakan bahwa dia baru saja kembali dari Singapura.

"Maaf saya terlambat, perjalanan Singapura-Jakarta memerlukan waktu banyak karena saya baru menjenguk calon mertua saya," tekan Luki.

Gianjar tahu siapa yang Luki maksud. Erlangga Djatiwibowo adalah pria yang pernah berkuasa dan menjadi temannya. Dan kini, entah kenapa takdir terasa mempermainkan kehidupan putranya hingga Luki harus bertunangan dengan putri Erlangga Djatiwibowo.

Direktur finance Amidjaja Petroleum Corp., Ghaisan Abdi Noer Hassan, pekerja favorit Opanya mengangguk. "Baik kita mulai sekarang Pak Luki."

Selama meeting tidak ada satu pun yang menyangkal ucapan Luki, sesuai dengan apa yang tertera di proposal. Proposal itu diperbaiki sebanyak dua kali oleh Sagar, dan tentu saja dengan pengawasan Luki karena Luki sendiri yang melakukan revisi ulang.

"Keberhasilan proyek Kalimantan yang jelas tidak mengecewakan dalam proses, menjadi cermin utama bagi saya." jelas Luki pada semua jajaran malam ini yang hadir. "Pravinda Arjanta mengelola dengan baik, orang-orang yang bekerja dengannya jujur, cekatan dan teliti."

Sebenarnya apa yang Luki katakan adalah sebuah sindiran untuk seseorang. Gianjar Amidjaja menahan diri ingin mengingatkan putranya agar tidak keterlaluan malam ini. Tapi sepertinya Luki tidak akan pernah mendengarkannya.

"Saya tidak mau ada perundingan di dalam perundingan. Itu sama saja artinya kalian bisa menusuk saya dari belakang."

"Luki," Gianjar angkat suara kali ini. "Papa akan pastikan semua komite sektor akan terbagi dengan rata dan seimbang."

"Apa Papa bisa melakukan itu semua?" tanya Luki balik. "Jika Papa bisa, saya akan menyerahkan segalanya pada tangan Papa. Mungkin, orang yang bekerja dengan Papa lebih baik daripada orang-orang saya."

"Dana belum sepenuhnya turun Luki," balas Gianjar.

"Ya jelas, saya masih menunggu jawaban dari pihak Arjanta Group, Pa." Luki lupa, kalau Arjanta Group adalah salah satu perusahaan yang akan memberikan dana investasi.

Tapi tadi siang, tidak ada satu pun perwakilan Arjanta yang datang untuk meeting di Singapura. Kenapa Luki bisa percaya diri pulang ke Jakarta dan menyanggupi meeting malam ini? Karena dia telah berhasil mengantongi persetujuan kontrak dengan Yu Industry dari Singapura.

"Ini sudah lewat dari waktu yang telah diberikan, Pak." timpal Ghaisan. "Sepertinya Arjanta Group memang tidak akan ikut berinvestasi kali ini."

Gianjar mengangguk setuju. "Mereka tengah melakukan ekspansi besar-besaran di Eropa, Luki. Sebaiknya kita mulai saja proyek ini sebelum semuanya terhambat."

"Memang masih ada hambatan, Pa. Beberapa lahan di Yogyakarta masih memerlukan perhatian khusus karena beberapa diantaranya berdiri di atas tanah pemerintah daerah."

Hambatan itu lagi, Ghaisan dan Papanya kembali memberikan saran dan tidak ada satu pun saran yang bisa Luki terima.

Akhirnya meeting itu selesai dengan hasil yang belum seluruhnya bisa diambil. Luki masih perlu berpikir secara matang-matang dan menunggu konfirmasi Arjanta Group.

"Luki,"

Ruang meeting yang hanya tersisa Gianjar dan Sagar itu kembali terisi oleh suara besar Rodeo Brata, pria tua yang masih terlihat sehat, bugar, tampan dan kekuasaan yang terlihat di aura wajahnya. Rodeo Brata berbeda dengan Opanya yang memilih santai di rumah dan mengawasi dalam diam.

"Ya Pak Rodeo?" balas Luki dengan sopan.

Rodeo Brata masih tersenyum kepadanya dan mengatakan. "Salah satu Arjanta adalah menantu saya, Pravinda Arjanta dan sepupunya Raphael Arjanta tidak akan join dalam investasi kali ini."

Luki mengangguk. "Baik. Saya mengerti, suara mereka diwakilkan oleh Bapak?"

"Ya, semuanya terlihat aman sejauh ini. Saya suka dengan taktik kamu yang hati-hati, dan kabar baiknya Yu Industry akan ikut bergabung."

"Memang itu rencana saya,"

"Well... a good meeting, mau golf bersama saya besok? Saya dan Papamu sudah janjian untuk besok pagi."

Luki menatap Papanya yang tengah mengangguk dan tersenyum. "Oh, dimana Pa?"

"Sentul."

Luki mengangguk sekilas dan mengingat jadwal besok. "Mm... besok weekend saya lihat jadwal dulu."

Rodeo Brata tertawa mendengarnya. "Sibuk sekali, kalau kamu ada waktu luang datang saja."

"Baik, Pak." Ujar Luki menghormati ajakan Rodeo Brata.

Pria itu memiliki dua istri dan rasanya Luki ingin berkata pada pria itu bahwa Rodeo Brata adalah pria yang tamak.

Ah... tidak pernah bisa Luki bayangkan, bagaimana rasanya memiliki dua istri?

"PAK!"

Sialan, suara Sagar malah membuat Luki terkejut. "Kenapa?"

"Nona..." suara Sagar terdengar panik sekarang, dan Luki tahu Nona siapa yang Sagar maksud. "Nona kabur!"

Ini lagi...

Apa?

Denok kabur? Gadis itu pulang bersama siapa? Dan naik kendaraan apa? Astaga, bahkan Luki belum memberinya makan sejak siang tadi, gadis itu hanya meminum mineral water dan satu croissant yang diberikan oleh pramugari saat di pesawat tadi.

"Shit!" umpat Luki.

Gianjar menatap heran pada putranya yang panik seketika. "Kamu mau kemana?"

"Anak kecil itu belum makan malam, Pa!"

Setelah mengatakannya, Luki bergegas pulang dan turun menyusul Denok, itu pun jika Denok masih ada di kantornya.

***

Denok merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan mata yang terpejam. Dia menerima pesan satu jam yang lalu bahwa Abby tidak akan pulang karena gadis itu akan kumpul bersama teman departemennya.

Denok meraba perutnya yang keroncongan, rasanya lapar tapi Denok tidak mau bangkit dari kasur. Lagi pula dia malas makan, karena Denok ini tipikal pemilih makanan. Tadi saat di pesawat, dia hanya makan croissant itu pun hanya dalamnya saja yang dia sentuh.

Denok tidak suka kulit roti, tidak suka sayur, tidak suka daging sapi. Denok hanya suka ayam, itu pun fillet, sementara itu dia pemilih makanan akut, tidak sembarang makanan bisa Denok makan. Terkecuali, udang yang dia sukai dan beberapa seafood yang pasti Denok sentuh.

Rasanya akan menyenangkan jika malam ini dia bisa makan kerang seafood saus padang dengan nasi panas.

"Gue butuh Ben..." gumam Denok pada dirinya sendiri.

Denok mengangkat ponselnya dengan malas, ada satu nama yang Denok akan selalu ingat selama ini, teman kampusnya.

"Halo, Cinta?"

Denok tersenyum senang ketika Ben menjawab panggilannya. "Lagi dimana?"

"Habis balik dari apartemen Gio, kenapa?"

"I need your help."

"Apa nih? Ada sesuatu yang lo butuhkan? Gue bisa cari nanti."

Denok terkekeh pelan. "Lo udah makan malam belum?"

"Manisnya..." di seberang sana Benjamin Pawaka tengah terkekeh pelan. "Tumben perhatian sama saya, ada angin apa nih?"

"Pengen makan seafood yang saus padang tapi, nanti gue yang masak nasinya. Lo makan di rumah gue aja gimana?"

"Sekarang?"

"Iya dong... gue kan laparnya sekarang."

Benjamin tertawa lagi. "Okay, gue OTW sekarang ya cantik!"

Denok berdecih menahan senyumannya, Benjamin Pawaka is the number one asshole, tapi Benjamin juga yang sudah banyak membantunya selama ini.

Satu-satunya cowok yang banyak membantunya tanpa pamrih, Benjamin Pawaka pernah mengutarakan perasaannya pada Denok. Tak hanya sampai situ, dia pun berusaha membuat Denok nyaman. Tapi alih-alih menerima Benjamin, Denok lebih suka Benjamin jadi sahabatnya saja.

Memasak nasi, dan menyiapkan minuman untuk Benjamin, Denok pikir akan lebih ramai jika Abby ada di sini. Tak berselang lama, Benjamin datang membawa makanan yang dia inginkan. Datang-datang Benjamin langsung memeluknya.

"Kebiasaan deh..." Denok menjauhkan tubuh Ben.

Ben memberikan ekspresi wajah tengilnya kepada Denok dan mulai merengek. "Kangen, sibuk mulu sih sekarang..."

"Semua udah sibuk penelitian, Ben! Jangan aneh-aneh."

Lalu Ben melirik jari tangannya yang memakai cincin pertunangannya. "Sweet, dia yang memasangkan cincin ini di jari lo?"

Denok mengangguk. "Iya, bisa gue lepas kapan saja kok."

"Kalau memang niat melepas cincin nanti kasih tahu gue, nikah sama gue aja. Mau nggak?"

Denok mengangkat alisnya dan memandang Ben dengan sinis. "Keluar kandang buaya, masuk kandang macan kalau begitu."

Ben tertawa dengan tidak tahu malunya. "Kalau gue punya bini bentukannya kayak lo, gue janji bakal setia, nggak main cewek lagi."

Denok memberikan piring berisikan nasi kepada Ben, mereka duduk di salah satu pendopo yang ada di paviliun kanan rumah Denok, Bi Siti menggelar karpet kecil di sana.

"Bi ayok, makan bareng!" ajak Denok. "Aku capek banget, udah lapar nggak kuat."

Bi Siti terkekeh pelan. "Bibi sudah makan tadi jam 7, Non lanjut sama sama Mas Ben."

Setelah melihat kepergian Bi Siti masuk ke dalam rumah, Denok dan Ben mulai makan bersama, diiringi obrolan ringan yang menyenangkan dan tidak ada beban. Tidak ada pembahasan tentang kuliah, penelitian, ataupun keluh kesah lain.

Ben ini manusia ketinggalan zaman yang baru saja menonton film Game of Thrones. Dia begitu semangat menjelaskan setiap potongan film yang hebat.

"Ketinggalan zaman banget sih, lo!" cerca Denok kepada Ben.

"Ya habis, cewek gue yang sekarang ajak gue nonton film aneh-aneh, gue jadi ikut menikmati kalau nonton."

"Oh, movie date?"

"Iya,"

"Di apartemen cewek lo?"

"Iya,"

"... Oh.."

Ben menyipitkan matanya. "Lo kenapa sih?"

"Nggak apa-apa kan, nanya aja." jawab Denok dengan simpel.

"Denok,"

Suara laki-laki lain membuat Denok dan Ben menoleh secara bersamaan. Di sana, ada Luki Amidjaja yang baru saja datang dengan napas sedikit ngos-ngosan. Apa ada yang terjadi? Pria itu tadi sedang meeting dan Denok tidak mau mengganggu pria itu.

Sudah cukup dia dibawa bulak balik Jakarta-Singapura dan pulang dalam kondisi kelaparan. Luki Amidjaja mungkin pria workaholic yang tidak akan memikirkan isi perutnya.

"Kenapa datang lagi?" tanya Denok tidak senang karena Luki mengganggu waktu makannya.

Tangannya belepotan, karena Denok enggan makan dengan sendok. Berbeda dengan Ben yang terlihat manusiawi kini menghentikan kegiatan makannya dan memandang Luki Amidjaja.

"Oh ini tunangan kamu itu ya?" goda Ben dengan suara lembutnya.

Malas sekali, Denok ingin menjitak kepala Ben.

"Ya, saya tunangan Denok."

Bukan Denok yang menjawab, tapi itu Luki. "Oh, kenalkan... saya Ben mantan Denok."

Denok melengos sabar lagi. Sejak kapan juga Ben menjadi mantannya?

Luki mengangkat alisnya dan berjalan mendekat. "Saya khawatir karena kamu belum makan dari siang." kali ini dengan tatapan yang tidak lepas pada Denok.

"Ini saya lagi makan, mau gabung?" tawar Denok.

Luki menggeleng, dengan wajah datarnya pria itu memperhatikan bagaimana cara Denok makan di hadapannya tanpa rasa malu. "Kamu kenapa nggak bilang sama saya kalau kamu lapar?"

"Kamu sibuk," jawab Denok dengan tenang.

"Sudah saya bilang bukan, kamu bisa minta apa pun pada saya. Tadi di pesawat saya tanya kamu lapar apa nggak tapi kamu nggak menjawab dan malah tidur, susah dibangunkan."

"Denok memang begitu," timpal Ben dengan senyuman, tangan kanannya mengusap puncak kepala Denok sembari menyisir rambut panjang gadis itu dengan jari-jarinya. "Mungkin Anda harus tahu beberapa hal, Denok ini pemilih dalam makanan, dia nggak suka makanan aneh-aneh, tiap hari makanannya, ayam, telur, seafood, ikan pun jarang terkecuali memakai tepung, makan nasi sehari dua kali—"

"Oke stop," putus Denok merasa pembahasan Ben tidak penting, dia kembali menatap Luki yang malah terlihat cemas? Apa mungkin, Denok salah? "Saya sudah makan sekarang, tenang saja."

"Maafkan saya,"

Apa lagi ini? Kenapa pria itu bersikap tiba-tiba? "Kenapa?"

"Maafkan saya, harusnya saya memperhatikan kamu lebih baik." ujar Luki penuh penyesalan.

"Saya paham—"

"No, I'm sorry—saya akan menjemput kamu besok."

"Mau kemana?"

"Makan siang bersama? Sebagai permintaan maaf."

Denok menyipitkan matanya dan melirik Ben yang tengah menahan senyum. "... ya," jawab akhir Denok yang tertekan.

Bertemu lagi? Besok?

***

a/n:

Baru part segini udah capek aja sama si Luki dan Denok, bagaimana dong? Padahal belum apa-apa nih wkwkwk.

"Cukup sukai aku, karena tidak ada lagi yang seperti aku." — Jeong Jaehyun.

p.s: karena cerita ini ratenya mature menurut kalian posting di sini atau di KaryaKarsa bagian maturenya?

23, November 2022.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro