Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

52. Tidak heboh tidak afdol

Siapa sih yang bilang kalau Denok ini sempurna banget? Pasti orang yang pernah bilang begitu matanya siwer. Abby yakin, ada yang salah dari diri Denok sampai sahabatnya itu bikin pusing bukan main.

Kebaya putih? Oke. Kain batik? Oke. Hair do? Oke banget, make up? Apa lagi. Tapi ya kok kelakuan sahabatnya bangsat banget? Detik-detik pernikahannya, Abby baru kali ini mencium aroma tak sedap yang sedang dia hirup sudahlah Denok memang kelakuannya sinting bukan main.

"Lo semalam makan apa sih Bangsat?!" maki Abby sambil menutupi hidungnya.

Denok masih mengejan dengan wajah memerah dan tertawa tanpa dosa. "Makan mie setan sama Shinta, duh—" ringis Denok lagi. "Mules, By!"

"Anjing lah!" rengek Abby ingin menangis, gara-gara kebaya putih Denok yang panjang dan berekor dia harus rela masuk ke dalam bilik toilet gereja yang sempit ini! "Lo mau bayar berapa hah setelah ini? Sialan lo! Awas aja kalau gue dibayar kecil, gue bakal bilang sama Mas Luki kalau gue sudah berkorban untuk membantu lo pup!"

Denok mengejan lagi lalu menarik napas lega. "Hah... udah keluar By, tadi yang terakhir."

Abby buru-buru menekan flush pada toilet dan menjepit cuping hidungnya lebih kencang. "Ceboknya gimana ini?!" tanya Abby yang panik.

Sumpah, ini akan jadi pengalaman yang tidak akan Abby lupakan. Awas saja! Nanti Abby akan ceritakan aib-aib ini pada anak Denok.

Denok malah tertawa seperti orang gila ketika dia meminta Abby untuk mengangkat sedikit kebayanya.

"Sial, sial..." keluh Abby ketika melihat Denok sedang menceboki dirinya sendiri.

"Udah," ujar Denok sambil nyengir tanpa dosa.

"SIRAM LAGI LAH ANJING LO DE!"

Denok tertawa tanpa henti dan membuat Abby kesal setengah mati. "Buruan anjir! Mas Luki udah nungguin di Altar dari tadi bego!"

"Ya sabar!" teriak Denok lagi sambil tertawa.

Mampus saja sudah, Abby keringetan makeupnya sepertinya sudah rusak. Setelah keluar dari toilet, Abby membantu menurunkan kembali kebaya yang berekor panjang itu.

"Percuma lo dandan cantik!" maki Abby lagi. "Malah dibawa berak, udah tahu hari ini lo mau nikah kenapa malah makan mie pedes?!"

"Ya gimana..." rengek Denok sambil membetulkan letak rambutnya. "Kepengen,"

"Kalau nanti malam pertama lo mules, mampus aja udah!"

"Eh!" hardik Denok dengan kedua mata yang membulat panik. "Gue harus minum obat dong!"

"Memang yakin lo siap diperawani nanti malam?!" tanya Abby penasaran.

Denok malah terdiam dan menggeleng kaku. "Nggak tahu, kalau Mas Luki ngajak ya gue bisa apa?"

"Pas nanti lagi enak lo mules, sakit perut mau berak." Abby menakut-nakuti Denok.

"Ya jangan dong ah! Gue mau minum obat kalau pemberkatan udah selesai."

"Terserah lo dah!"

***

"Dimana Denok?" tanya Adjie kepada Sisca Moestopo.

Sisca menggeleng panik. "Dia belum balik dari toilet sejak tadi?!"

"Lah!" Adjie tercengang, di sebelahnya Ariel meraih lengan suaminya dan berkata. "Aku akan cari Denok,"

Tapi sebelum Ariel bisa pergi, Luki sudah berjalan lebih dulu mendekati kerumunan. "Ada apa ini?"

"Denok hilang!" sahut Laksmana yang entah kenapa datang dengan kejahilannya.

Adjie dan Ariel mengangkat alisnya sebelah melihat humor yang begitu receh dan tidak berpengaruh. Memang siapa yang akan percaya pada manusia serius seperti Laksmana?

"Hah?! Denok hilang?!"

Yeh, malah ditanggapi oleh si calon pengantin pria, Luki ini memang sedang panik atau memang bodoh?

"Hilang kemana dia? Cari Sagar dan Gana—"

"Yak panik," Laksmana bergumam sambil mengangguk melihat betapa mulusnya jalan untuk membodohi Luki. "Calon istri lo kebelet pup, udah lo duluan yang naik altar sono."

Ruth yang berada di belakang tubuh anaknya hanya bisa mengelus dada. "Laks, bercandanya jangan sekarang. Tante tadi ikut jantungan!"

Luki menatap Laksmana dengan kesal lantas berjalan menuju altar bersama Ruth dan Gianjar. Setelah memastikan Luki dan pendeta saling berbicara satu sama lain terkait janji yang akan dia ucapkan bersama Denok, Luki merasa gila setengah mati karena kenapa bisa Denok kebelet pup di saat pemberkatan akan dimulai?

Luki memberi kode lewat mata kepada Shinta, anak Bi Siti yang kini menghampirinya dengan langkah-langkah kecil.

"Kok bisa Denok sakit perut?" tanya Luki sambil berbisik kepada Shinta.

"Semalam Non Denok makan mie pedes, Pak. Maaf ya, kayaknya Non Denok diare."

Luki menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Bisa-bisanya, kenapa kamu nggak larang dia?"

"Nggak bisa dikasih tahu, semalam juga kayaknya Non Denok grogi kali, Pak." jawab Shinta seenaknya.

Ah, sudahlah.

Luki membetulkan letak tuksedonya dan menarik napas, melihat jam tangannya kembali dan menatap pada pintu yang masih tertutup. Artinya, iring-iringan Denok memang belum datang.

Kabarnya, Denok akan berjalan menuju altar bersama Edgar, tapi pria itu juga tidak kelihatan. Pikirannya malah bercabang sekarang, bagaimana jika Denok betulan kabur seperti apa yang Laksmana katakan tadi?

Tidak lucu sama sekali.

Tapi ngomong-ngomong, kenapa Luki berkeringat dingin?

***

Edgar Djatiwibowo dengan penuh kesabaran menunggu sang keponakan di depan toilet, dan ketika keponakannya keluar dengan wajah lebih lega dari sebelumnya, Edgar tersenyum lebar.

Siapa sangka? Keponakannya yang selalu merengek kepadanya dibandingkan kepada kakaknya sendiri, Erlangga akhirnya akan menikah? Dulu, ketika Denok kecil, Edgar adalah jembatan komunikasi antara Denok dan Erlangga agar bisa menyampaikan apa yang Denok inginkan, dan apa yang Erlangga khawatirkan kepada Denok.

Erlangga memang tidak pernah bisa bicara secara langsung bertatap muka dengan Denok, alasannya adalah satu; dia menjaga jarak agar tidak terlihat peduli kepada Denok di hadapan Banuwati. Dua; Erlangga menjaga dirinya agar tidak melukai Denok secara sengaja.

Dulu, Edgar bahkan selalu kesal jika melihat tingkah kakaknya yang tidak pernah mau bicara langsung kepada Denok. Dia lebih memilih diam-diam masuk ke dalam kamar putrinya, mencuri satu ciuman di wajah Denok dan kembali keluar dengan wajah lega namun tidak rela meninggalkan kamar anaknya.

Erlangga ingin Denok seperti ini, harus begitu, diberi ini, mendapatkan ini-itu. Sementara Denok, akan mendapatkan segalanya lewat Edgar.

"Om," Denok menyeka air mata yang turun di sudut mata Edgar tanpa pria itu sadari.

"Oh..." Edgar memalingkan wajahnya dan menatap Denok begitu lembut. "Sudah siap?"

Denok mengangguk. "Siap, Om kenapa nangis?"

"Om cuman..." Edgar tidak mau membuat perasaan Denok ikut terasa melankolis seperti dirinya.

Akhirnya, Edgar meraih tudung putih itu dan menutupi wajah Denok hingga depan dadanya. "Ready? Pegang tangan Om,"

Edgar memberikan tangan kanannya, lalu Denok pun menggenggamnya dengan begitu erat.

Di sisi lain, Abby berseru senang, dia akan jalan di depan Denok dan Edgar, ketika ketiganya sampai di depan pintu masuk katedral, Denok menarik napas dan meraih bahu Abby.

"By," panggilnya membuat Abby dan Edgar menoleh bersamaan.

Edgar bisa merasakan tangan Denok yang berkeringat dingin. "Kenapa? Sakit lagi perutnya?" tanya Edgar panik.

Denok menggeleng, sementara itu Abby menepuk bahu Denok dua kali. "Kuat-kuat, sebentar doang..."

"Bukan mau pup, gue..."

Suara terompet yang menyambut kedatangan Denok sudah berbunyi. Di dalam katedral sana, semua orang berdiri menunggu kedatangannya termasuk Luki Amidjaja, calon suaminya yang tengah berdiri di altar bersama pastor.

Denok menarik napasnya dan mengambil langkah sedikit demi sedikit. Kebaya dan gaun yang menjadi satu pada tubuhnya terlihat sangat menawan, ekor kebaya itu memperlihatkan dua burung cenderawasih yang tengah menatap satu sama lain, setiap langkah yang Denok ambil membuat kedua burung pada ekor gaun itu terlihat sangat berkilauan.

Denok menatap Luki yang ada di seberang menunggunya dengan diam, tidak ada senyuman pada wajah pria itu. Sebenarnya, Luki ini mau apa tidak menikah dengannya? Bukannya pria itu yang memaksanya untuk menikah?

Luki turun dari tangga dan menghampiri Edgar dan Denok.

Edgar menyerahkan tangan kanan Denok kepada Luki sembari berkata. "Ingat janji yang sudah kamu katakan kepada saya tempo lalu, mencintai dia sekarang adalah kewajiban kamu."

Luki menganggguk patuh kepada Edgar. "Menjaga dia dan mencintai dia seumur hidup adalah kewajiban saya," balasnya kepada Edgar.

Denok tersenyum tipis di balik tudung, ketika keduanya berjalan menuju ke hadapan Tuhan, keduanya saling memejamkan mata dan membuat tanda salib dengan pengharapan yang tinggi di dalam hati.

Keduanya saling menjalani kegiatan ibadah pernikahan yang dilangsungkan oleh pastor. Ruth, Gianjar, Sisca dan Desmond mengulas senyuman yang paling terlihat lega ketika melihat keduanya saling berikrarkan janji.

"... saya Luki Amidjaja menerima engkau, Denok Kanara Djatiwibowo untuk menjadi istri saya. Saya berjanji untuk selalu setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka maupun duka, di waktu sehat dan juga sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu, sampai maut saling memisahkan. Suci ini, semoga Tuhan menolong saya."

Keduanya saling berpegangan satu sama lain, Ruth tak kuasa menahan tangis di sisi Gianjar, sementara Rajasa tersenyum penuh bangga melihat keharuan dan waktu yang begitu Tuhan berikan kepadanya hingga dapat kesempatan untuk melihat kebahagiaan saat ini.

"... saya Denok Kanara Djatiwibowo menerima engkau Luki Amidjaja untuk menjadi suami saya. Saya berjanji untuk selalu setia kepadamu dalam untung dan malang, dalam suka maupun duka, di waktu sehat dan juga sakit, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu, sampai maut saling memisahkan. Suci ini, semoga Tuhan menolong saya."

Luki tersenyum penuh haru dan menangis ketika Denok selesai mengucapkan janjinya. Gadis yang pernah Luki ragukan, gadis yang pernah Luki sakiti, dan gadis yang pernah Luki hampir tinggalkan begitu saja. Hari ini, telah resmi menjadi istrinya.

Luki memasangkan cincin di jari manis Denok, dan begitu pun dengan Denok. Ketika sampai waktunya Luki membuka tudung yang menutupi wajah Denok, tidak ada lagi kata-kata yang bisa Luki jabarkan selain kecantikan yang tidak pernah Luki bisa bantah oleh apa pun.

Denok adalah definisi dari segala kecantikan yang pernah Luki lihat, jika orang-orang mengatakan Luki beruntung maka Luki akan menyetujui jawaban setiap orang.

Luki menarik tangan Denok sedikit dan menunduk demi bisa mencium bibir ranum Denok. Tidak ada paksaan dan tidak ada penolakan, Denok menyambut ciumannya dan seluruh hati Luki merasa telah penuh hari ini.

Tidak ada yang perlu dia takuti sekarang, karena Denok telah menjadi miliknya.

"I'm own you," bisik Luki di bibir Denok ketika tepuk tangan semua orang masih menjadi backsound mereka.

Denok yang bisa mendengarkan gumaman Luki itu mengangkat kedua bola matanya bergerak hingga bertatapan dengan Luki. "Sure, I'm legally yours, Sayang."

Luki mengangkat alisnya dan tersenyum penuh makna ketika Denok membalas godaannya.

***

"Gue sadar gue sinting, tapi kalau perkara Ariel gue nggak bisa bersikap sinting! Dia itu istri gue anjing!" maki Adjie kepada Luki yang tengah tertawa tanpa dosa.

Luki memeluk pinggang Denok dengan posesif ketika acara resepsi itu berjalan, sementara itu Ariel berjalan cepat dan siap-siap untuk menghajar Adjie. Ini semua terjadi karena mantan-mantan Adjie yang datang di pernikahan Luki dan Denok menyapa Adjie dengan tanpa tahu aturan.

Dalam satu waktu, Adjie sudah mendapatkan beberapa ciuman di wajahnya dari para mantannya. Dan Ariel, melihat semuanya.

"Bujuk aja dulu biar nggak marah," cetus Denok kepada Adjie.

Ariel mengibaskan rambut pirangnya dan siap memukul bahu Adjie tanpa ampun. "Dasar bajingan tengik!" umpat Ariel kepada Adjie.

"Riel!" Adjie menutup bibir istrinya sendiri.

Sementara Laksmana kelihatannya sudah gerah melihat drama antar suami istri itu. Martha datang membawa satu minuman di tangannya dan meneguknya hingga habis.

Sebelum Luki ingin mengingatkan gadis itu baru saja meneguk Vodka, dan terang saja sepertinya malam ini Martha akan mabuk berat.

"De," panggil Martha yang sudah mulai ngawur. "Aku punya rahasia,"

"Apa tuh?" jawab Denok.

"Mas Luki paling suka posisi misionaris," katanya tanpa dosa.

Adjie panik, sementara Laksmana hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Anjing..." maki Adjie yang kini ikut menutupi mulut Martha di sisi kanan. "Manusia hari ini kenapa ya? Aneh semua."

Denok mengerutkan kening dan bertanya lewat tatapan mata kepada Luki, sementara itu Luki menggaruk keningnya yang tak gatal. "Nanti kita bahas di kamar aja," timpal Luki menenangkan istrinya.

Lalu Martha tertawa lagi. "Gue cuman mau kasih tahu info—kata geng sosialita Barat sana, katanya Tante Ruth beruntung banget bisa punya menantu kayak Denok."

"Oh ya jelas," balas Luki jumawa sambil mencium pipi istrinya.

Namun tak lama kemudian, kolega bisnis Luki menyapa Luki dan Denok. Keduanya pergi menghampiri para kolega Luki yang tengah mengucapkan selamat pada keduanya.

Sementara itu, Martha hanya bisa memperhatikan wajah sang kakak dari samping yang tengah tersenyum tipis sambil memandangi Denok tanpa lepas.

"Dia istri sepupu lo, Mas." ujar Martha mengingatkan Laksmana.

Laksmana menoleh dengan wajah penuh dendam. Lalu disambar nya hidung Martha oleh jarinya dan menjepitnya dengan gemas. "Gue tahu, gue hanya... merasa bahagia bisa melihat keduanya bisa bersama sekarang."

"Makanya cepetan nyusul, Mas." racau Martha lagi.

Laksmana tidak menjawab. Tapi entah kenapa seharian ini dia melihat bagaimana Luki dan Denok saling berjanji kepada Tuhan untuk sehidup semati dalam kehidupan pernikahan, ada hati yang tergerak dalam dirinya bahwa bagaimana pun posisi Denok saat ini adalah saudara iparnya.

Melihat wajah bahagia Denok saja sudah cukup bagi Laksmana, apa lagi jika Luki lebih bahagia memiliki Denok.

Berarti, semuanya sudah pas dan sudah sesuai takarannya masing-masing. Katanya, perihal hati dan menyukainya akan kita dapatkan jika menemukan seseorang yang bisa terkait satu sama lain dengan tulus.

Tidak salah bagi Laksmana yang akan menunggunya selama bertahun-tahun, atau mungkin jika Tuhan mengizinkannya akan ada waktu cepat agar dia bisa bertemu dengan seseorang yang dia inginkan.

"Sedih amat ekspresi muka kamu," sahut Gianjar, sang Paman yang baru saja menepuk bahunya.

"I'm not," balas Laksmana percaya diri dan menatap wajah sang Paman. "Kebahagiaan Luki sudah terpenuhi sekarang, pasti Om dan Tante sudah merasa tenang sekarang,"

Gianjar mengangguk setuju. Diantara lautan manusia, acara after party wedding Luki dan Denok ini memang sangat private. "Kamu kapan?" tanyanya kepada Laksmana.

Laksmana menggeleng ragu. "Sulit cari yang sesuai dengan hati."

"Yang kemarin, Ansara tidak sesuai hati kamu?"

Disinggung soal Ansara, sejujurnya Laksmana penasaran bagaimana kondisi gadis itu sekarang. Terakhir kali, Laksmana bertemu ketika dia mengetahui bahwa Ansara baru saja sadar pasca operasi. Pendarahan yang terjadi di area kepala gadis itu mengharuskan Ansara langsung dilakukan pembedahan secara besar-besaran. Untungnya, nyawa gadis itu memang sangat luar biasa.

"Dia..."

Sebenarnya apa kurangnya Ansara? Selain tidak bisa menjaga sikap di tempat umum, suaranya yang lantang dan keras, tidak tahu sopan santun? Ya, itu kekurangan gadis itu. "... aku tidak pernah menyadari keberadaan dia, Om."

Gianjar mengangguk mengerti, dia pun pernah merasakan hal yang sama. "Itu adalah hal yang Om lakukan setelah Om menikah dengan Tante kamu,"

Kali ini Laksmana memandangi wajah sang Paman yang terlihat sangat serius. "Om dijodohkan dengan Tante Ruth tanpa sepengetahuan Om, apa lagi Tante Ruth adalah anak dari lelaki—yang notabenenya adalah musuh Om. Om kalah di persidangan karena mertua Om sendiri pada saat sebelum menikah, Laks."

"Dan semuanya kelihatan baik-baik saja, Om punya Luki dan bahkan Om mencintai Tante Ruth."

Gianjar mengangguk lagi. "Iya, tapi Om telat menyadari perasaan Om, Laksmana. Luki sudah besar dan dewasa, perasaan itu baru saja timbul, Om memuja istri Om setelah berpuluh-puluh tahun bersama, dan bagaimana bisa kami berdua satu rumah tanpa keharmonisan sama sekali saat pertama menikah? Itu yang Om sesali sampai sekarang."

"..."

"Om hanya tidak mau kamu sama seperti Om, jika kamu memang tidak suka dijodohkan—cari perempuan yang benar-benar kamu inginkan dan kamu sukai, agar tidak menjadi penyesalan seperti apa yang Om rasakan. Telat jatuh cinta itu tidak enak."

Laksmana tertawa mendengarnya. "Aku akan mencobanya, Om. Aku janji, ketika aku menemukan orang yang aku cintai, maka Om adalah orang pertama yang akan aku beritahu. Okay?"

Gianjar mengangguk puas. "Ditunggu."

***

Rajasa berkenalan secara langsung dengan Nenny Reemer Moestopo, ibu dari Sisca Moestopo yang terlihat masih segar meskipun sudah tua. Usianya beda dua tahun dengan mendiang istrinya, Nenny Reemer Moestopo bahkan begitu senang berada di sekitar lingkungan baru yang dia rasakan malam ini.

Maka dari itu, Rajasa sebetulnya heran, sejak sekian lama kenapa baru sekarang Nenny Reemer Moestopo ini muncul?

"Cucu-cucu Anda, Pak." Sisca menyikut lengan Rajasa memperlihatkan bagaimana keadaan cucu-cucunya yang merusuh dan menggoda Denok.

Rajasa hanya bisa menghela napasnya dengan pasrah. "Biarkan saja, mereka akan selalu seperti itu kalau di rumah pun,"

"Anak saya sepertinya jadi bahan bulan-bulanan mereka." cetus Sisca dengan kedua mata yang menyipit.

Rajasa tertawa mendengarnya. "Bagaimana lagi, Denok adalah yang termuda di antara cucu-cucu saya,"

"Tapi Pak Rajasa," kata Nenny yang ikut bicara. "Cucu kedua Anda belum menikah, tapi yang keempat sudah? Apa dalam satu tahun ini ada pernikahan dalam keluarga Bapak?"

Rajasa mengangguk. "Kalau hitungan tahun ya begitu, tapi biarlah... cucu-cucu saya memang sedang balapan untuk menikah."

Sisca menggeleng tepat setelah mendengar pernyataan Rajasa, lalu Gana asisten pribadi pria tua itu datang menghampiri meja keluarga. "Pak, kediaman baru Pak Luki, dan Nona Denok sudah siap, semuanya aman, dan sudah rapi."

Rajasa mengangguk puas. "Bagus, Luki sudah berpesan kepada saya kalau dia tidak akan pergi dalam waktu dekat ini," kali ini Rajasa memberitahu Sisca. "Mereka berdua akan menghabiskan waktu di rumah baru mereka, satu minggu ke depan jangan ada yang menemui mereka dulu."

Sisca mendengus. "Saya tahu mereka itu pengantin baru, Pak. Tapi tetap saja, anak saya jangan dikurung satu minggu di rumah juga!"

"Ya Anda bilang saja pada cucu saya itu—oh salah, menantu Anda." balas Rajasa dengan jahil.

Sisca terkekeh pelan, sementara Rajasa menarik napasnya dengan lega. Malam ini, sejak tadi pagi pemberkatan semuanya aman terkendali, dan rasanya beban Rajasa sudah luruh satu persatu. Tinggal Laksmana saja yang kini masih sendirian, rasanya Rajasa ingin turun tangan membantu cucu keduanya itu.

Tapi Rajasa tahu, Laksmana tidak akan suka mendengarnya.

"Opa!" Rajasa baru saja melamun lagi sepertinya, karena kini suara riang Denok yang tengah memeluknya membuat Rajasa tersadar.

"Cucu Opa..." Rajasa memeluk Denok dengan hangat. "Capek? Mau pulang saja? Nanti acaranya sudah ada yang urus, kamu boleh pulang duluan."

Denok menggelengkan kepalanya, meraih kedua tangan Rajasa dan menggenggamnya dengan erat. "Aku punya hadiah buat Opa,"

Denok membawa satu gelang rantai titanium berwarna silver itu pada tangan Rajasa. "Gelang ini aku buat waktu aku mengukur cincin yang Opa kasih buat aku dan Mas Luki,"

Gelang itu terlihat sederhana, namun terdapat lempengan emas yang bertuliskan nama seseorang di sana. "Aku sampai tanya Mas Luki, siapa nama Oma, dan di belakangnya..." tepat pada lempengan itu, Rajasa bisa membaca nama istrinya di sana. "Ada nama Oma di sini, dipakai ya... Opa, maaf hadiahnya cuman ini, nanti aku akan beri hadiah yang lebih baik lagi untuk Opa."

Rajasa tersenyum haru, dia menyentuh ukiran nama istrinya di sana, Arimbi Condrokirono yang di ukir begitu cantik.

"Terima kasih, cucu Opa..." Rajasa mengusap puncak kepala Denok dengan penuh kasih sayang, mencium puncak kepalanya dan mengusap sudut matanya yang basah. "Terima kasih sudah kasih hadiah yang cantik untuk Opa,"

Denok mengangguk dan dia lantas memakaikan gelang itu pada pergelangan tangan Rajasa. "Aku nggak tahu bagaimana cerita Opa dan Oma dulu, tapi kata Mas Luki kalian berdua memang romantis. Aku jadi penasaran. Dan Opa adalah laki-laki paling keren yang pernah aku temukan karena selalu merindukan Oma setiap saat, pasti Oma juga merindukan Opa setiap saat. Semoga..." Denok ikut sedih juga sekarang, tapi dia tetap tersenyum. "... ketika waktunya kalian bisa bertemu lagi, aku berharap perasaan rindu kalian akan terbalaskan satu sama lain Opa."

Rajasa tersenyum lagi dan mengangguk. "Pasti, Oma pasti akan merindukan Opa dengan begitu besar. Sama seperti perasaan Opa yang tidak pernah lepas dari Oma,"

"Cinta kalian begitu besar Opa, aku berharap bisa sama seperti Opa dan Oma."

"Opa akan doakan kebahagiaan untuk kamu dan Luki, Nak." Rajasa sekali lagi mencium kening Denok.

Dia diberikan kesempatan untuk memiliki cucu perempuan yang begitu baik dan lembut hatinya seperti Denok.

***

END!

Beneran END:')

Akhirnya kisah Luki dan Denok selesai ya teman-teman. First of all Thanks to Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang telah diberikan karena saat menulis kisah Denok dan Luki aku masih diberi waktu yang luang untuk menulis.

Thanks to para pembaca silent mode atau pun yang hard mode wkwkwkw. Untuk antusias kalian, untuk kenyamanan kalian saat membaca adalah prioritas yang akan aku utamakan.

Jujurly, menulis itu nggak aku jadikan sebagai pekerjaan tapi aku jadikan sebagai ladang untuk menyalurkan hobi aku. Kebayang nggak sih, berapa banyak penulis di luar sana yang merasa terbebani hanya karena mereka nggak menikmati kehidupan sebagai penulis. Itu kenapa aku, mencoba untuk menikmatinya setiap saat. Kayak setiap punya inspirasi pasti langsung aku tulis, meskipun sedikit yang penting ada kemajuan.

Tapi ya, sejauh ini cerita Denok tuh yang paling santai dibandingkan cerita lain. Meskipun agak menguras jiwa sih waktu bagian Banuwati, Erlangga dan Sisca yang masa lalunya malah berdampak ke Denok.

Untungnya, Hengky bisa langsung di cegah oleh Om Edgar, bayangkan berapa banyak part yang harus aku selesaikan kalau Hengky adiknya Sisca Moestopo nggak aku cut? Wkwkwk.

Kayak penulis enjoy, pembaca juga harus enjoy. Kita main senang-senang aja laaaah, kalo mau cari yang serius, yang lebih scientist, humoris, romance coba cari di cerita yang lain. Kadang memang akhir-akhir ini jiwa humoris aku lagi melempem wkwkwk.

Eh btw, satu part terakhir bakal di upload nanti malam ya.

Terima kasih banyakkkk untuk semua pembaca Denok dan Luki. Padahal awalnya Denok dan Luki tuh project buat high school and teens tapi nggak jadi langsung aku belokkan ceritanya.

Tenyata jadi begini lahirnya...

Sudah ya, end! Di awal tahun ini, di bulan yang baru ini, di tanggal yang baru ini, mari kita awali semuanya dengan kebaikan.

Tunggu cerita-cerita selanjutnya yaaaaa! See ya!

Pangeran menyapa rakyat nih!

1, Januari 2023

Baru double update hehehe. Nanti ya ketiganya malam aja:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro