Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

40. Kembalinya sang pemain lama

Denok tidak bisa berkonsentrasi seharian setelah mengingat pertemuannya dengan Ben kemarin. Antara dirinya dan Ben, sama-sama memiliki masalah. Ben tidak jauh dari urusan percintaan, sementara Denok menceritakan kebingungannya akan keberadaan istri Papanya, Banuwati Gayatri yang masih belum diketahui, lalu Ibu kandungnya Sisca Moestopo, dan soal Luki Amidjaja.

Hal itu berhasil membuat Ben syok untuk beberapa saat dan tidak mempercayai kenyataan yang Denok katakan kepadanya. Ben bilang, kalau kehidupan Denok benar-benar sulit, selama ini siapa pun yang mendengarkan ceritanya jelas tidak akan percaya.

Tapi Ben bilang, apa yang Mamanya lakukan itu untuk membuat Denok masuk ke dalam keluarga Mamanya secara tidak langsung. Selama ini, kelahirannya saja ditutupi, bahkan dirahasiakan. Selama ini juga, orang menganggap Denok putri dari Banuwati Gayatri dan Erlangga Djatiwibowo.

Namun Ben pun mengatakan, kalau kekayaan Desmond Winarta pun tidak akan mempengaruhi Denok jika Denok sudah diberikan investasi sejak dini oleh Sisca Moestopo. Kasarnya, Sisca Moestopo ingin Denok tidak bergantung pada siapa-siapa lagi, dan jika keadaan mendesak seperti Papanya yang jatuh sakit, setidaknya Denok masih punya Luki yang akan menjadi suaminya kelak.

Masuk akal, semua penjelasan Ben bisa diterima oleh otaknya. Tapi untuk yang satu ini... entah kenapa kemarin Ben tiba-tiba...

"De, lo tahu kan kalau gue punya perasaan sama lo. Jangan bohong kalau lo nggak tahu."

Denok sebetulnya kaget karena entah angin mana Ben tiba-tiba mengatakannya secara langsung dan serius. Biasanya, Ben tidak pernah seserius itu, pernah sekali menyatakan perasaan tapi Denok selalu menganggapnya sebagai candaan saja karena buktinya, Ben saja jalan dengan beberapa cewek kenalannya kok.

"Perasaan as a friend?" tanya Denok memastikan.

"Perasaan yang buat gue pengen jadikan lo cewek gue. Tapi... gue insecure soalnya lo taat banget, dan gue nggak mungkin ambil lo dari Tuhan lo."

Sedih... padahal Denok juga memiliki perasaan yang sama. Benar apa kata Ben, Denok juga tidak akan mungkin tega merebut Ben dari Tuhannya.

Lalu Denok menjelaskan kalau dia pun memiliki perasaan yang sama, hanya saja ketika ada hal yang tidak bisa direalisasikan di dunia ini, Denok lebih memilih diam dan menyimpannya sebagai kenangan saja.

Setelahnya, Ben pun setuju. Apa lagi, setelah Ben menyadari kalau jari manis Denok tidak lagi kosong.

"Lo akan menikah dengan Luki?" tanya Ben kepadanya lagi.

Tahu rasanya plong dan lega? Ya, setelah Ben dan dia saling mengutarakan perasaan satu sama lain rasanya ada yang membuat Denok bebas dari sebuah ikatan yang pernah tertahan di dadanya.

Denok mengangguk. "Iya, kemarin Mas Luki lamar gue. Dan kayaknya..."

"I got it," Ben tersenyum tipis dan mengangguk. "Gue doakan lo semoga selalu bahagia bersama pilihan lo. Apa pun itu ke depannya, kalau ada apa-apa lo harus ingat—cerita sama gue, bagi kesusahan lo sama gue, jangan dipendam sendiri, okay?"

"Okay." kata Denok setuju dengan permintaan Ben yang begitu perhatian kepadanya.

Namun selang berikutnya, Ben mengatakan sebuah kejujuran yang membuat detak jantung Denok berhenti untuk beberapa saat.

"Gue sebentar lagi akan jadi ayah, De."

Tanpa harus berpikir lama, Denok tahu apa yang tengah terjadi. Ben, temannya akan menjadi seorang ayah dan menikah dengan perempuan yang sebenarnya tidak Ben cintai sama sekali.

"Gue menghamili seseorang, De."

Pengakuan itu terus datang hingga Denok bisa melihat putus asa, penyesalan dan kemarahan yang ada pada wajah Ben. "Gue menghamili perempuan ketika keadaan gue dan dia sama-sama nggak sadar."

"... dan gue tahu, lambat atau cepat gue memang harus menerima perempuan itu sebagai istri gue."

Jadi, saat ini Denok sedang berpikir bagaimana caranya membantu Ben agar bisa keluar dari masalahnya namun tetap membuat Ben bertanggung jawab untuk anak yang tengah dikandung oleh perempuan asing itu.

Abby belum tahu soal ini, dan kemungkinan jika Abby tahu, Ben pasti akan kena omel.

"Ben... kalau lo sampai bisa tidur dengan dia itu artinya lo kenal sama dia? Sebelumnya gimana lo bisa berakhir dengan dia? Maksud gue.. keadaan kalian." Sial, Denok bingung bagaimana menjelaskan pertanyaannya sendiri.

Ben membuang napasnya pasrah dan kelihatan frustrasi. "Kita lagi dalam satu event yang sama. Lo tahu kan, kalau akhir-akhir ini perusahaan Bokap lagi nggak baik-baik aja, dan salah satunya cara keluarga gue untuk memperbaiki perusahaan adalah mendatangkan orang baru."

Denok tidak begitu mengerti, tapi setahu Denok juga keluarga Pawaka adalah pemilik perusahaan yang bergerak di bidang hospitality yang membawahi beberapa restoran, bar dan katering. Restoran dan bar yang dimiliki oleh Pawaka Group adalah Madame Kitchen, Osteria Foodish, Cafe Bottega, Balamie Resto, dan Made in Indo's kitchen.

Bahkan orang tua Ben adalah salah satu restaurant founder terbaik di Indonesia, beberapa restoran bahkan sudah mendapatkan bintang Michelin.

"Lalu gue dan Papa berhasil menemukan kejanggalan yang ada di dalam perusahaan, De. Dan mereka semua yang berperan menurunkan citra serta kualitas Pawaka Group. Lebih simpelnya, orang kepercayaan Bokap gue korupsi."

Denok mengangguk mengerti sekarang. "Dan... apa hubungannya ketika lo bisa tidur dengan cewek itu? Apa dia bekerja di Pawaka Group?"

"Ya,"

"Satu divisi dengan lo?"

Ben mengangguk lagi. "Ya, karena pencarian sumber masalah di kantor, akhirnya kabar kalau gue anak Bokap gue jadi menyebar."

"Geez...." Denok mendesis prihatin mendengarkannya. "Kapan lo akan menikahi dia?"

"Secepatnya."

"Everything's gonna be okay, Ben." kata Denok memberikan dukungan emosional.

Ben menarik bibirnya lagi dan memaksakan senyuman. "Gue cuman nggak sangka aja kalau gue akan menjadi seorang Ayah dengan cara seperti ini."

***

Banuwati Gayatri melepas masker yang menutupi wajahnya dan melihat ke area sekeliling dimana daerah komplek tempat tinggalnya dulu berada cukup terlihat aman.

Rumah suaminya, dimana Banuwati tinggal selama belasan tahun itu terlihat baik-baik saja, rapi, dan terawat. Itu artinya rumah Djatiwibowo tidak terbengkalai, apa Denok ada di dalam sana?

Banuwati sudah melarikan dirinya sejak Erlangga jatuh sakit. Tidak sudi bagi Banuwati merawat dan membantu Erlangga yang jatuh sakit parah apa lagi stroke. Banuwati merasa dirinya masih muda dan masih mampu mencari pria lain yang bisa ia jadikan suami.

Tapi sebelum ia benar-benar bisa menikah, Banuwati meninggalkan aset miliknya di dalam rumah Djatiwibowo itu.

Apa Djatiwibowo benar-benar jatuh miskin? Mungkin ini semua kutukan yang pernah Banuwati ucapkan kepada Erlangga setelah menemukan Erlangga memiliki hubungan dengan artis junior Sisca Moestopo bahkan sampai memiliki anak haram dengannya.

Erlangga pikir dia bisa menerima putrinya sepanjang usia pernikahan? Tidak. Banuwati benci jika melihat wajah Denok ada di hadapannya apa lagi wajah gadis itu mengingatkan Banuwati akan wajah Sisca Moestopo.

Banuwati menghentikan mobilnya di ujung belokan sebelum masuk ke dalam blok rumah mantan suaminya itu, namun tiba-tiba saja ponselnya berbunyi dan kekasihnya baru saja menghubunginya.

"Sebentar Mas, aku lagi di jalan ini... aku akan bawa sertifikat rumah itu, bagaimana pun rumah itu harus menjadi milikku. Erlangga yang sialan itu belum bisa menandatangani surat cerainya mungkin, aku lihat kemarin kondisi dia di Singapura semakin menyedihkan. Ya, sepertinya dia sebentar lagi akan mati."

Setelah memberikan informasi kepada kekasihnya, Banuwati kembali menyetir dan maju melihat beberapa pria berjas hitam berjaga di sepanjang halaman rumah Djatiwibowo.

Ada apa sebenarnya?

Apa... ada suatu hal buruk terjadi pada Denok?

Namun kedua mata Banuwati melihat yang tak biasa dan tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya.

Banuwati baru saja melihat Denok keluar dari mobil dan di susul oleh wanita yang tak lain, Sisca Moestopo. Keduanya tampak berbincang hangat dan dekat, bahkan Sisca mencium kening Denok dan memeluk Denok begitu erat.

Kecurigaannya berkumpul menjadi satu. Apakah Sisca Moestopo sudah mengatakan kebenarannya pada Denok? Jadi Ibu dan anak itu sudah saling mengetahui satu sama lain?

Wah... Erlangga, kamu luar biasa. Puji Banuwati dengan kebenciannya di dalam hati. Entah kenapa, melihat kebahagiaan anak dan Ibu itu membuat hati Banuwati kesal, bukan seperti ini seharusnya!

Ya, sekali lagi, Banuwati harus menghancurkan kebahagiaan anak haram yang telah merenggut kebahagiaannya dulu.

***

Denok terkejut bukan main ketika dia baru saja akan pulang dari sekolah, lalu Luki sudah stand by di depan halaman sekolahnya menunggunya dan berniat menjemputnya secara tiba-tiba.

Denok merapatkan blazer yang dipakainya karena entah kenapa, Luki menjemputnya hari ini cuaca malah jadi tidak menentu, hujan lebat disertai angin yang kencang, kalau begini caranya Denok juga tidak bisa menyetir sendirian dalam keadaan hujan lebat.

"Sini cium dulu," kata Luki yang hendak meraih tubuh Denok.

Denok langsung pasang tubuh siaga dan mundur dua langkah. "Ini di sekolah!" Denok mencoba memberikan peringatan kepada Luki.

Luki terkekeh pelan dan menarik tangan Denok dengan lembut. "Bu Guru satu ini memang suka keadaan private, ya?" ujar Luki menggoda Denok dan memandangi wajah gadis yang sangat Luki kagumi beberapa waktu belakangan ini. "Cantik banget sih, Sayang..."

Denok berdeham dan melepaskan tangan Luki dari lengannya. "Masuk ke mobil sekarang aja, kamu bisa bawa mobil dalam keadaan hujan begini nggak?" tanyanya.

"Bisa," jawab Luki cepat. "Kamu mau pulang sekarang?"

"Iya, aku lapar."

Luki tertawa mendengarnya. "Oke,"

Akhir-akhir ini Luki memang sangat sibuk, pulang pergi Yogyakarta bukan waktu yang singkat, dan Denok juga tidak pernah dengan sengaja merengek bahwa dia merindukan Luki.

Sepertinya, apa yang Denok rasakan akhir-akhir ini semakin lewat dari batas saja. Hal yang tadinya tidak pernah Denok perhatikan pun jadi dia perhatikan sedikit demi sedikit, dari mulai kebiasaan Luki yang selalu humming ketika menyetir, dan bagaimana jari telunjuk Luki mengetuk di atas setir seperti mendengarkan lagu yang tidak pernah Denok ikut dengarkan juga.

Jadi, Denok sedikit penasaran... sebenarnya Luki memiliki selera seperti apa?

"Kamu suka genre musik apa?" tanya Denok tiba-tiba kepada Luki.

Luki menoleh selagi lampu merah belum menunjukkan lampu hijau. "RnB, kenapa?"

"Nggak apa-apa," jawab Denok dengan gelengan. "Soalnya aku orangnya nggak suka dengarkan lagu."

"I see," kata Luki seakan tidak kaget dengan jawaban Denok.

Hujan masih turun begitu deras mengguyur kota Jakarta, dan setelah memastikan lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, Luki meraih tangan kanan Denok dan disimpannya tangan gadis itu di atas paha.

"Aku perlu temui Papa kamu ke Singapura, D."

"Untuk apa?" tanya Denok penasaran.

"Untuk memberitahu soal pernikahan kita. Opa sudah bertanya berulang kali sama aku, katanya kita nggak boleh menundanya lebih lama."

"Oh..." mendadak Denok terpaku dan membayangkan dirinya akan menikah bersama dengan Luki? Pria yang benar-benar pernah menolaknya? "Aku penasaran," kata Denok kali ini dengan tangannya yang bergerak menyentuh urat nadi Luki yang menonjol. "Kenapa kamu tiba-tiba mau menikahi aku?"

Luki memarkirkan mobilnya di basement apartemen dan melepas sabuk pengamannya, begitu juga dengan Denok. "Aku bakal kasih jawaban jujur sama kamu," kata Luki menarik tangan Denok dengan lembut hingga posisi keduanya begitu dekat sekarang. "Tapi ada syaratnya."

Kedua mata Denok memindai dengan curiga. "Syarat apa? Jangan bilang—"

"Kiss?" tawar Luki dengan senyuman menggodanya. "Aku kangen banget sama kamu,"

Lama-lama Denok jadi terbiasa dengan cara Luki meminta izin kepadanya tapi secara keseluruhan pria itu menggodanya. "Aku maunya jawaban dulu baru aku kasih cium," putus Denok tak mau kalah.

Luki mencium jari-jari Denok dan mengangguk. Lalu dia duduk dengan tegak dan menarik napasnya. "Oke," putusnya mengalah mengutarakan isi hatinya. "First of all, not lie you're so pretty,"

Denok membulatkan matanya, namun Luki malah tertawa. "... and the second is, why I really wanna marry you is—I saw these hands," Luki mengangkat tangan kanan Denok di hadapan wajah gadis itu yang kelihatan sangat penasaran. "I couldn't imagine not being able to hold them, dan tanpa kamu sadari juga, kamu sudah buat aku menjadi a better person, percaya atau nggak semua itu juga dikatakan sama Mamaku yang bilang kalau aku banyak berubah—dalam hal baik—ketika bersama kamu."

Kedua mata Denok mengerjap perlahan, tapi Luki masih melanjutkan kata-katanya. "Dan yang paling penting..." Luki mendekatkan wajahnya dan mencium pelipis Denok, hingga membuat Denok memejamkan matanya tanpa ia sadari menerima kecupan lembut di setiap wajahnya yang Luki berikan. "... I have butterflies when I see you, I want you in my arms forever, I want to be there for you when you need someone to talk to, you literally mean the world to me, and the last thing is... I need you to know that I'm happy."

Setelah Luki mengatakan segalanya, dan Denok kembali membuka kedua matanya, Luki mengelus pipi Denok dengan ibu jarinya dan tersenyum lembut kepada gadis itu. Terlebih, apa yang dia katakan tadi memang belum sepenuhnya, tapi membayangkan bahwa Denok jauh dan tidak pernah bisa ia temui seperti yang sudah-sudah, membuat Luki ketakutan.

Tanpa Luki tebak hal berikutnya, Denok menarik tengkuk Luki mendekatinya, lalu gadis itu mencium bibir Luki terlebih dahulu. Luki bisa merasakan pergerakan ciuman yang begitu amatir namun begitu lembut.

Ciuman Denok masih didasari malu-malu, tapi keberanian yang sudah gadis itu tunjukan membuat Luki membalas setiap ciuman Denok yang bisa dia rasakan tanpa mau peduli apa gadis itu merasa terengah-engah karena pembalasan ciuman Luki yang begitu dalam dan cepat.

Luki melepaskan ciumannya dan membiarkan Denok bernapas untuk sesaat, telunjuk Luki tidak bisa tahan untuk tidak menyusuri alis, turun menuju batang hidung Denok dan membuat gadis itu terengah ketika merasakan sentuhannya.

"Aku rasa..." ujar Denok membisikkan kata-katanya. "Aku juga punya alasan untuk jatuh cinta kedua kalinya sama kamu,"

Luki begitu puas mendengarnya, mencium kembali Denok dan menggigit bibir bawah gadis itu dengan perlahan. "Makanya jadi istriku, aku bakal buat kamu jatuh cinta berkali-kali sama aku."

Dan Denok pun tertawa mendengarnya, ada harapan yang baru saja muncul, dan ada niat yang baru saja akan terjalankan.

Denok hanya berharap Papanya bisa sembuh dan mengantarkannya jalan menuju altar pernikahannya nanti.

***

a/n:

Memang sulit nih ah kisah hidup. Afirmasi Denok ke Luki itu sebenarnya nggak sulit cuman satu; rasional aja. sedangkan afirmasi Luki ke Denok itu banyak tuntutannya; physical touch iya, gombal iya, memaksa iya, membantu? Ada lah ya, karena sudah mulai mau menjadikan Denok bagian dari hidupnya dia jadi mau dibuat sulit demi memiliki Denok.

btw, cerita ini mah realistis aja. Begitu2 Luki kan sudah biasa slebew-slebew sama cewek, jadi wajar lah kalo memang nggak bisa nahan diri di dekat Denok.

Meskipun dikata si Denok polos juga, memang otak laki-laki bisa ngerem? Kagak bisa Bun.... Secara harfiah, laki-laki mah memang pemegang tahta terbesar hormon testosteron wkwkwk.

Pembahasan sensitif mengenai imajinasi seksual, bakal dibahas di cerita Martha. Di sana, aku kayaknya bakalan full kasih edukasi seksual wkwkwk. Tapi ya, si gue harus banyak baca jurnal dulu.

p.s: author note nya panjang ya, kesel pasti. Eh, btw udah ya double update.

23, Desember 2022.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Thanks God its Friday.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro